Aktivis Anti-Korupsi Terlibat Dugaan Korupsi Bansos Kemenpora

Aktivis Anti-Korupsi Terlibat Dugaan Korupsi Bansos Kemenpora

KORANBERNAS.ID -- Siapa sangka, aktivis anti-korupsi malah terlibat dugaan tindak pidana korupsi (tipikor) Bantuan Sosial (Bansos) Kementerian Pemuda dan Olah Raga (Kemenpora). Itulah kenyataan yang dihadapi Ahmad Alaudin Syarif (52), seorang pecatan PNS warga Tamansari, Butuh, Purworejo, dan Hermin Narwati (62), pensiunan PNS, selaku PPK dari Kemenpora. Keduanya ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi penyimpangan Bansos sarana kepemudaan dari Kemenpora yang diterima pengelola Gedung Sentra Pemuda, Butuh, tahun 2013.

Modus operandinya, Ahmad mengajukan proposal ke Kemenpora tanpa melibatkan pengurus lainnya. Setelah dana cair sebanyak Rp 350 juta, dana dipindah ke rekening pribadinya. Pengelolaan dana dilakukan sendiri, tanpa melibatkan pengurus lainnya. Barang yang sudah dibeli, sebagian besar telah dijual/digadaikan, dan uangnya untuk kepentingan pribadi.

Kapolres Purworejo, AKBP Indra Kurniawan Mangunsong, melalui Kasatreskrim AKP Haryo Seto Liestyawan SH, MKrim, dalam konferensi pers, Senin (2/12), di Mapolres Purworejo, mengatakan keterlibatan Hermin selaku PPK di Kemenpora telah memberikan Bansos ke pengelola Sentra Pemuda Butuh, tidak sesuai prosedur.
"Seharusnya pengelola Sentra Pemuda Butuh tidak memenuhi syarat untuk menerima bantuan,” jelas Haryo Seto.

Haryo mengungkapkan, pembelanjaan dana Bansos dilakukan sendiri oleh Ahmad selaku Ketua Pengelola Gedung Sentra Pemuda, dengan tidak melibatkan pengurus lainnya. Setelah dibelanjakan, kegiatan kepemudaan di gedung Sentra Pemuda tidak dilaksanakan secara berkelanjutan dan hingga saat ini mangkrak. Bahkan barang-barang yang dibeli menggunakan dana Bansos telah dijual atau digadaikan atau dipindah-tangankan oleh Ahmad kepada orang lain dan diduga keras uangnya digunakan untuk kepentingan pribadi atau tidak sesuai keperuntukannya.

“Dari hasil Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara oleh BPKP Perwakilan Provinsi Jateng, disimpulkan terdapat kerugian keuangan negara sebesar Rp 350 juta,” terang Haryo Seto, yang didampingi Iptu Purwanto SH MH.

Kedua tersangka kini mendekam di sel tahanan Mapolres Purworejo. Adapun barang bukti yang berhasil dikumpulkan yaitu, proposal yang terdapat laporan SK Pengelola Sentra Pemuda Kecamatan Butuh Purworejo, rekening atas nama Pengelola Sentra Pemuda Kecamatan Butuh dan atas nama pribadi Ahmad, serta surat perjanjian kerjasama, dan alat-alat musik yang dijual atau dipindah-tangankan pelaku.

Keduanya, kata Haryo Seto, dijerat dengan pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 UURI No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

“Ancaman hukumannya, pasal 2 minimal 4 tahun, maksimal 20 tahun penjara dan denda minimal Rp 200 juta, maksimal Rp 1 miliar. Pasal 3, minimal 1 tahun, maksimal 20 tahun penjara dan denda minimal Rp 50 juta, maksimal Rp 1 miliar,” terang Haryo Seto.

Kanit 2 Tipikor, Iptu Bruyi Rohman, menambahkan dari proposal yang diajukan Ahmad sedianya akan digunakaan untuk pengadaan alat-alat kegiatan kepemudaan seperti olah raga dan musik. Namun, kenyataan rencana pembelian barang yang disebutkan dalam proposal tidak dibelanjakan oleh Ahmad.

"AAS juga membuat SPJ  fiktif dengan kuitansi yang dipalsukan senilai Rp 200 juta," ujar Bruyi.

Kepada awak media, Ahmad hanya berujar bahwa yang dialaminya merupakan perjalanan hidupnya. "Dulu saya memperjuangkan anti-korupsi, sekarang saya malah terlibat," ucapnya seraya menyesali diri.

Sedangkan Hermin tidak bisa dimintai keterangan, karena yang bersangkutan shock berat, menangis dan menutupi wajahnya. (eru)