Antologi Hujan Pertama di Bulan Purnama Siap Luncur

Antologi Hujan Pertama di Bulan Purnama Siap Luncur

KORANBERNAS.ID, BANTUL -- Antologi puisi berjudul Hujan Pertama di Bulan Purnama siap diluncurkan di event Sastra Bulan Purnama edisi 116, Kamis (27/5/2021) malam. Acara tersebut disiarkan secara live melalui youtube sastra bulan purnama, dalam format poetry reading from home seri 16.

Antologi puisi ini merupakan periode  empat dari seri sastra tembi, menampilkan 52 penyair. “Setiap Jumat yang dimulai bulan Mei 2020 puisi dari para penyair yang lolos kurasi redaksi ditayangkan di tembirumahbudaya.com. Tayangan terakhir April 2021 kemudian bulan Mei 2021 diterbitkan sekaligus diluncurkan di Sastra Bulan Purnama,” ujar Ons Untoro, koordinator Sastra Bulan Purnama sekaligus kurator puisi.

Pandemi Covid-19 yang sudah lebih dari satu tahun membuat peluncuran antologi puisi seri sastra tembi tidak bisa diselenggarakan offline, melainkan melalui jalur yang dikenal sebagai daring. Mei tahun 2020, antologi puisi berjudul Mata Air Hujan di Bulan Purnama diselenggarakan secara daring.

Dua buku sebelumnya, periode satu berjudul Kepada Hujan di Bulan Purnama (2018) dan periode dua berjudul Membaca Hujan di Bulan Purnama (2019) masih diselenggarakan secara offline di Amphytheater Tembi Rumah Bbudaya.

“Pada periode tiga dan empat, karena pandemi kita tidak boleh saling berkerumun, tetapi tidak ada larangan membaca puisi, maka dipilih secara online diberi tajuk poetry reading from home,” kata Ons Untoro.

Dari 52 penyair yang puisinya masuk antologi di antaranya Isbedi Stiawan (Lampung) dan dikenali sebagai paus sastra Lampung, Eddy Pranata PNP (Banyumas), Indri Yuswandari (Kendal), Darmanto Andreas (Magelang), Junaidi Haes (Ngawi), Mahesa Noe (Klaten), Didik Eros (Jombang), Yuliani Kumudaswari, Yanti S.Sastra (Semarang).

Beberapa penyair dari Yogyakarta di antaranya Marjuddin Suaeb, Enes Pribadi, Dalle Dalminto, Siti Dwi Sugiarti, Sri Wijayati, Rnd Krisnawati, Budi Eswe, Budi Susanto, Nursisto.

“Dari 52 penyair yang puisinya masuk dalam antologi puisi tidak semua tampil membacakan puisi, tapi biasanya hadir secara online melihat pertunjukkan live sastra bulan purnama” ujar Ons.

Sekitar 15 penyair yang tampil memang tidak ada yang menyajikan puisi dalam bentuk lagu yang lazim disebut sebagai lagu puisi. Penampilannya membaca puisi ada yang disertai iringan musik, namun ada juga yang tampil sebagaimana adanya membaca puisi.

Sastra Bulan Purnama sebagai ruang interaksi antara penyair dan  pecinta puisi selama lebih sembilan tahun ini terus saling menjaga silaturahmi. Penyair dari berbagai kota saling bertemu di Tembi Rumah Budaya melalui Sastra Bulan Purnama. Masing-masing saling meneguhkan persahabatan.

“Jadi, bisa dikatakan Sastra Bulan Purnama merupakan medan persahabatan dan berkreasi sehingga masing-masing penyair terus berkarya sekaligus bersahabat dengan pecinta sastra,” ucapnya. (*)