APTI Menggelar Munas Dalam Suasana Keprihatinan

APTI Menggelar Munas Dalam Suasana Keprihatinan

KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA--Musyawarah nasional (Munas) ke-4, Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) digelar di Yogyakarta 28 & 29 September 2021. Pelaksanaan Munas berlangsung dalam suasana keprihatinan, menyangkut nasib petani tembakau khususnya, dan juga industri hasil tembakau (IHT) secara umum.

Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Soeseno mengatakan, beberapa tahun belakangan, petani tembakau dihadapkan pada banyak persoalan. Cuaca atau musim yang kurang bersahabat, membuat petani sulit menghasilkan komoditi tembakau berkualitas sebagaimana diharapkan. Di sisi lain, petani juga harus menghadapi pil pahit berupa kebijakan pemerintah yang tidak berpihak kepada petani.

Salah satu buktinya, pemerintah berencana menaikkan tarif cukai rokok. Alih-alih memberikan perhatian terhadap petani tembakau yang notabene sedang bergelut untuk bisa bertahan di tengah pandemi Covid-19 dan dampak cuaca, target cukai rokok justru direncanakan naik. Kalau rencana ini benar-benar dilakukan, tentu saja akan langsung berdampak pada seluruh sektor terkait IHT.

“Dan lagi-lagi, yang paling dirugikan adalah petani. Dalam mata rantai industri tembakau, petani posisinya paling lemah. Termasuk kalau kenaikan cukai nanti jadi diberlakukan, sudah pasti petani juga yang akan kena imbas dan menanggung bebannya,” kata Soeseno Ketua Umum DPN APTI dalam rilisnya, Senin (27/9/2021).

Tahun 2021, budidaya tembakau disebut lebih parah kondisinya. Kemarau basah dirasakan merata oleh seluruh petani tembakau di Indonesia. Hujan yang mengguyur lahan pertanian tembakau hampir di seluruh wilayah, menyebabkan panenan tembakau petani tahun ini rusak. Di Jawa Timur, akibat hujan ini tembakau dengan kualitas terbaik atau top, hanya laku dijual dengan harga Rp 24 ribu. Padahal nilai ekonomis tembakau di kisaran Rp 28 ribu perkilo. Demikian pula di daerah-daerah lain, secara rerata nasib yang sama dialami petani tembakau sama.

Di awal, lahan pertanian tembakau direncanakan mencapai 190 ribu hektar. Tapi karena cuaca seperti ini, Soeseno tidak yakin luasan tersebut akan bertahan sampai musim panen selesai nanti. Kalau petani tidak mendapatkan hasil yang melebihi nilai ekonomi tembakau, bukan tidak mungkin mereka akan memilih membiarkan saja lahan tembakaunya tak terurus.

“Tahun lalu, hasil panen petani masih lebih baik. Sekarang, bukan saja hasil panenan yang jelek, pabrikan pun berpikir ulang untuk membeli tembakau petani kita karena ancaman kenaikan cukai rokok. Otomatis permintaan bahan baku juga dikoreksi. Atau kalaupun dibeli, harganya akan jatuh. Tidak sepadan dengan biaya yang dikeluarkan petani untuk budidaya tembakau,” kata Seno.

Mengingat masih dalam suasana pandemi dengan level PPKM 3, pelaksanaan Munas ke-4 APTI akan dilaksanakan dengan penerapan protokol kesehatan yang ketat. Soeseno mengatakan, jumlah peserta akan dibatasi.

Munas bertema “Meneguhkan Komitmen APTI Dalam Mengangkat Kesejahteraan Petani Tembakau Indonesia”, akan dihadiri oleh perwakilan DPD APTI dari 9 daerah. Yakni NTB, Jatim, Jateng, DIY, Jabar, Lampung, Sumbar dan Sumut dan Bali. Akan hadir juga perwakilan DPN dan unsur terkait.

“Seharusnya Munas kami laksanakan 2020 lalu. Tapi karena pandemi, pelaksanaannya baru dapat terealisir tahun ini. Harapannya, munas ini dapat membuahkan hasil yang strategis untuk membantu petani tembakau ke depan lebih baik. Dan saya minta, kawan-kawan petani tetap bersabar serta istiqomah dengan tetap membudidayakan tanaman tembakau. Komoditas yang diakui atau tidak telah banyak memberikan sumbangsih bagi bangsa dan negara kita, terutama melalui cukai rokok yang setiap tahunnya mendekati kisaran 200 triliun rupiah,” kata Seno berharap. (*)