Berburu Kursi Pamong Desa

Berburu Kursi Pamong Desa

PUSARAN pandemi membuat semua orang lebih kreatif dan inovatif, termasuk bagaimana caranya bisa survive dan mendapatkan maupun menciptakan pekerjaan yang menghasilkan pendapatan ajeg dan layak. Salah satunya, ketika dibuka pendaftaran dan tes perangkat/pamong desa.

Jabatan perangkat/pamong di pedesaaan bisa dulu dikatakan tak seksi atau tidak menarik kaum muda, karena lekat dengan predikat disii oleh orang tua, tak laku kerja, maka tak sedikit kalangan muda menghindar, ketika ditawari, ditunjuk dan dijanjikan posisi sebagai perangkat/pamong desa. Masyarakat menilai perangkat/pamong desa itu hanya pegawai rendahan, gaji kecil dan tak ada garansi masa depan.

Roda zaman berputar, perjalanan waktu berubah, kini saat dibuka pendaftaran tes perangkat/pamong desa, bisa dikatakan pendaftarntya berjubel dan malah sekarang didominasi kaum muda, yang rata-rata fresh graduate, sarjana. Ada yang murni belum pernah bekerja, ada mantan ter-PKH juga ada yang sekadar iseng-iseng berhadiah, sifatnya coba-coba. Suka tak suka, saat ini profesi perangkat/pamong desa berbalik, Ia menjadi primadona, perburuan atau perebutan kursi sakral di level desa.

Jabatan perangkat/pamong di pedesaaan bisa belakangan dikatakan cukup banyak diminati. Tugas perangkat/pamong desa adalah membantu kepala desa (kades) dalam menjalankan roda pemerintahan desa. Kalau sekarang, termasuk tugas dalam mitigasi Covid-19. Di beberapa desa di Indonesia, seleksi pemilihan perangkat/pamong desa cukup selektif lantaran banyak warga desa, khususnya kaum muda yang antre mendaftar dan berkompetisi di dalamnya.

Praktik ini bisa kita lihat di lapangan, di Kelurahan Kalitirto, Kapanewon Berbah terdata 6 formasi dibuka, yaitu Carik, Kamituwo dan 4 lainnya Dukuh. Menjadi menarik, karena 65 persen pendaftar didominasi anak muda dengan rerata usia 20-30 tahun berpredikat lulusan sarjana (krjogja.com, 26/5/2021).

Bisa jadi, tuas penarik anak muda gila kepada profesi pamong desa, sederhana saja. Karena profesi tersebut ada penghasilan tetap dan punya hak untuk mengelola tanah pelungguh atau bengkok di desa. Dukuh, contohnya bergaji pokok Rp 2 juta, tertinggi lurah Rp 3 juta, tapi mereka masih mendapatkan hak atas tanah bengkok yang dapat mendatangkan hasil yang besar, bergantung masing-masing desa.

Tanah-tanah itu bisa digarap sendiri, atau disewakan hingga paripurna tugas. Di samping itu, di desa pun sudah bertaburan BUMDes, BKAD, dll. Bahkan dana desa setiap tahun besarannya selalu naik, sekurangnya mampu memberi peluang kerja bagi para pemuda.Tren demikian, memang butuh kreasi dan inovasi stakeholders yang jika dikelola secara baik tentu tidak menutup bagi arus kemajuan dan kemakmuran desa. Inilah bagian membangun Indonesia dari pinggiran (desa) semenjak pemerintahan Presiden Jokowi.

Untuk diketahui, gaji pamong desa sudah diatur pemerintah pusat lewat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Dalam Pasal 81 PP tersebut, penghasilan tetap kepala desa, sekretaris desa, dan perangkat desa dianggarkan lewat APBDesa yang bersumber dari alokasi dana desa (ADD).

Maka kemudian, gaji perangkat desa tertinggi yakni untuk jabatan sekretaris desa atau yang biasa disebut sebagai carik desa. Gaji per bulannya yakni paling sedikit Rp 2.224.420,- atau setara dengan 110 persen dari gaji pokok PNS golongan IIa.

Sementara gaji perangkat desa lain di luar sekretaris desa ditetapkan paling sedikit sebesar Rp 2.022.200,- per bulan atau setara dengan 100 persen dari gaji pokok PNS. Jika diukur dari besaran gaji minimal per bulan, gaji sekretaris desa maupun perangkat desa lain ini sebenarnya tak jauh berbeda dengan gaji minimal kepala desa yang ditetapkan sebesar Rp 2.426.640,-.

Namun demikian, PP tersebut hanya mengatur terkait besaran minimum gaji yang bisa diperoleh perangkat desa. Gaji tersebut bisa lebih tinggi tergantung dengan kebijakan masing-masing kepala daerah, dalam hal ini bupati atau wali kota dengan kebijakan tunjangan masing-masing daerah.

Sepotong asa yang mendorong dan menggerakkan anak muda bergumul dalam pekerjaan yang mengurus masyarakat desa, bisa kita buka pada hasil penelitian Khusni Latif (2018) yang mengungkapkan, motivasi ketertarikan pemuda dalam mengikuti tes perangkat desa Sikampuh, Cilacap, antara lain ingin mengabdikan diri kepada masyarakat, untuk melanjutkan program yang sudah berjalan dan bertekad melayani masyarakat dengan penuh tanggung jawab.

Politik Uang

Passion kaum milenial merebut kursi perangkat atau pamong desa nampaknya tak muncul baru sekarang saja, hal ini bisa kita buktikan dari hasil penelitian Sri Hartini (2017) tentang analisis motivasi masyarakat untuk mencalonkan diri sebagai perangkat desa di Desa Semanten, Pacitan, Jatim (2017), menyebutkan ada 4 hal besar yang melatari mereka.

Pertama, faktor ekonomi, yakni upah berupa tanah bengkok yang sangat luas dan subur. Dan semakin diperhatikannya tunjangan penghasilan aparatur perangkat desa dari Kabupaten. Kedua, faktor kekuasaan. Seseorang yang menduduki jabatan perangkat desa akan mudah untuk menyalurkan ide dan merealisasikan program-programnya. Ketiga, yaitu soal kesetaraan gender bagi calon perempuan. Kaum hawa perlu meningkatkan harkat dan martabatnya untuk menyalurkan kemampuan yang dimiliki untuk masyarakat.

Terakhir adalah motivasi keinginan untuk mengabdi kepada masyarakat. Membalik kemurungan menjadi keriangan dan kesejahteraan. Pada saat pandemi kini, penting membangun warga sehat dan produktif.

Sekali lagi, perangkat/pamong desa semakin diminati kaum muda, ditunjukkan lewat pemilihan langsung, 1 kursi Kepala Dusun di Desa Cimanggis Nusaherang Kuningan (2018) diperebutkan 4 kandidat yang rerata usianya tergolong cukup muda atau di bawah 40 tahun.

Fenomena di beberapa desa di atas sekurangnya semakin menegaskan generasi muda tak lagi alergi dengan jabatan atau profesi pamong desa, meskipun harus diperjuangkan melalui tes atau seleksi, penujukan langsung bahkan ada yang dipilih langsung oleh masyarakat desa. Itulah bagian cara mendewasakan alam demokrasi. Satu kata kunci, mengabdi yang menjadi alas kaum muda desa mengincar kursi pamong desa. Mungkin, ia akan dicatat sejarah desanya, menjadi pamong milenial, petani milenial, dll.

Terakhir, penting diwaspadai dan dicegah kemungkinan adanya praktik politik uang dan jangan sampai membelah kerukunan dan kedamaian warga desa dalam perebutan kursi perangkat/pamong desa. **

Marjono

Kasubag Materi Naskah Pimpinan Pemprov Jateng