BPJS Dikeluhkan, Izinkan Daerah Hidupkan Lagi Jamkes

BPJS Dikeluhkan, Izinkan Daerah Hidupkan Lagi Jamkes

KORANBERNAS.ID – Terjadinya gelombang protes dari masyarakat pengguna layanan kesehatan Badan Pelaksana Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan membuat DPRD DIY merasa prihatin.

Inilah yang dirasakan Wakil Ketua DPRD DIY, Huda Tri Yudiana. Masalah yang ruwet itu nyata-nyata ada di depan mata, namun apa daya daerah sama sekali tidak memiliki kewenangan mencarikan solusinya.

“Berdasarkan Undang-undang  Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, sebenarnya daerah bisa menyelenggarakan jaminan kesehatan (jamkes),” ujarnya di DPRD DIY.

Kamis (14/11/2019), Panitia Khusus (Pansus) DPRD DIY mengundang pimpinan rumah sakit di provinsi ini. Pada pertemuan yang berlangsung di Ruang Rapat Paripurna itu, dewan memperoleh banyak masukan dari rumah sakit untuk disampaikan ke Jakarta.

Sayangnya, lanjut Huda, berdasarkan undang-undang yang baru daerah tidak lagi memiliki kewenangan, semua yang berhubungan dengan BPJS terkonsentrasi di pusat.

Dia ingin jaminan kesehatan daerah dihidupkan lagi disertai kewenangan mengelolanya.

“Izinkan kembali daerah membuat jamkes agar tidak sekadar setor premi ke BPJS," kata dia.

Tak hanya masyarakat yang mengeluhkan layanan rumah sakit, pihak rumah sakit pun merasa galau akibat tunggakan klaim dari BPJS Kesehatan belum terbayarkan.

"Kami berharap ada penjelasan mengenai utang miliaran rupiah ke berbagai rumah sakit. Skema pembayarannya seperti apa. Komunikasinya sulit dan tidak jelas, menurut saya ini salah arah,” ucap dia.

Apalagi hampir semua rumah sakit berada di daerah. Sebagai pemilik rumah sakit mestinya daerah bisa menjalin komunikasi dengan BPJS terkait dengan kebijakan. Kenyataannya hal itu tidak bisa dilakukan.

Bukan rahasia lagi, banyaknya tunggakan BPJS membuat pengelola layanan kesehatan berada pada posisi sulit.

Belum lagi masalah kenaikan premi BPJS. Dampaknya sangat dirasakan warga yang masuk kategori berpenghasilan rendah. Mereka tidak lagi mampu membayar iuran BPJS.

Melihat kondisi tersebut, Huda cemas dan khawatir rakyat miskin yang menderita sakit akan bertambah miskin.

Mereka terpaksa menjual aset yang dimilikinya, misalnya tanah atau rumah.

“Jika terjadi seperti itu sebenarnya pemerintah daerah bisa berperan membantu tetapi untuk saat ini sulit karena kewenangannya sudah dicabut,” tandasnya. (sol)