Daop 6 Yogyakarta Tutup 63 Perlintasan Tidak Resmi

Daop 6 Yogyakarta Tutup 63 Perlintasan Tidak Resmi

KORANBERNAS.ID – Selama tahun 2018 hingga Juni 2019,  PT KAI (Persero) Daerah Operasi (Daop) 6 Yogyakarta telah menutup lebih dari 63 perlintasan tidak resmi. Ini merupakan bagian dari upaya mencegah kecelakaan akibat pelanggaran terhadap paraturan.

“Selama ini perlintasan sebidang merupakan salah satu titik terjadinya kecelakaan,” ungkap Eko Budiyanto, Manajer Humas Daop 6 Yogyakarta.

Melihat fakta tersebut Daop 6 Yogyakarta bersama instansi-instansi terkait, Selasa (17/9/2019), melakukan Sosialisasi Tertib Lalu Lintas di Perlintasan Sebidang JPL 349 JaIan Timoho, JPL 352 Jalan Lempuyangan dan JPL 347 Jalan HOS Cokroaminoto Yogyakarta.

Sosialisasi serupa dilaksanakan di wilayah Surakarta yaitu Perlintasan Sebidang JPL 116 Jalan Letjen S Parman, JPL 99 Jalan Slamet Riyadi dan JPL 94 Jalan RM Said Surakarta.

Daop 6 Yogyakarta menggandeng pihak kepolisian, Dinas Perhubungan, Jasa Raharja, serta pemerintah daerah.

Selain memberikan imbauan kepada masyarakat untuk mematuhi aturan di perlintasan sebidang, petugas juga membagikan bunga. Sedangkan pihak kepolisian melakukan penegakan hukum.

Eko Budiyanto, Manajer Humas Daop 6 Yogyakarta. (sholihul hadi/koranbernas.id)

Menurut Eko, kegiatan ini dilakukan serentak di sejumlah perlintasan sebidang di Jawa dan Sumatera. Diharapkan kesadaran masyarakat untuk mentaati aturan lalu lintas di perlintasan sebidang semakin meningkat.

“Sebab, pelanggaran lalu lintas di perlintasan sebidang tidak saja merugikan pengendara jalan tetapi juga perjalanan kereta api,” tambahnya.

Ini merupakan tindak lanjut dari FGD (Focus Group Discussion) bertajuk Perlintasan Sebidang Tanggung Jawab Siapa? yang dilaksanakan di Jakarta 6 September silam.

FGD dalam rangka HUT ke-74 KAI tersebut dihadiri oleh semua stakeholder terkait perlintasan sebidang, mulai dari Komisi V DPR RI, Kemenhub, Kemendagri, Bappenas, Polri, pengamat, akademisi, jajaran KAI, para Kadishub dan Polda di Jawa-Sumatera, serta pihak terkait lainnya.

Kegiatan FGD tersebut melahirkan piagam Komitmen Bersama ditandatangani oleh DPR RI, Kemenhub Kemendagri, Bappenas, KNKT, POLRI, KAI dan Jasa Raharja.

Kompol Subarkah dari Polda DIY saat sosialisasi di perlintasan Lempuyangan. (sholihul hadi/koranbernas.id)

Pada piagam tersebut dinyatakan, pertama,  para pihak terkait berkomitmen untuk melaksanakan perintah peraturan perundang-undangan yang mengatur perlintasan sebidang.

Kedua, melakukan evaluasi keselamatan di perlintasan sebidang sesuai kewenangannya. Ketiga, melakukan kegiatan peningkatan keselamatan di perlintasan sebidang sesuai tugas dan kewenangannya.

Perlintasan sebidang merupakan perpotongan antara jalur kereta api dan jalan raya yang dibuat sebidang.

Perlintasan sebidang muncul karena meningkatnya mobilitas masyarakat dalam menggunakan kendaraan yang melintas atau berpotongan langsung dengan jalan kereta api.

Terjadinya kecelakaan lalu lintas di perlintasan sebidang karena meningkatnya jumlah kendaraan yang melintas.

Sesuai Undang-undang No 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian Pasal 94 disebutkan:  Untuk keselamatan perjalanan kereta api dan pemakai jalan, perlintasan sebidang yang tidak mempunyai izin harus ditutup.

”Penutupan perlintasan sebidang dilakukan oleh pemerintah atau pemerintah daerah,” kata Eko.

Daop 6 Yogyakarta mencatat terdapat 445 perlintasan aktif. Dari sejumlah perlintasan tersebut terdapat 120 perlintasan dijaga, adapun perlintasan yang tidak dijaga sebanyak 240 perlintasan.

58 lainnya merupakan perlintasan tidak resmi. Sedangkan perlintasan tidak sebidang baik berupa flyover maupun underpass berjumlah 27.

Salah satu tingginya angka kecelakaan pada perlintasan diakibatkan karena kurangnya kesadaran pengguna jalan raya. Tidak sedikit para pengendara yang menerobos perlintasan meskipun sudah ada peringatan melalui sejumlah rambu yang terdapat pada perlintasan resmi.

Pengendara motor menerima pembagian bunga. (sholihul hadi/koranbernas.id)

Pada Undang-undang No 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Pasal 114 antara lain dinyatakan pengemudi kendaraan wajib berhenti ketika sinyal sudah berbunyi serta  harus mendahulukan kereta api.

“Meskipun kewajiban terkait penyelesaian keberadaan di perlintasan sebidang bukan menjadi bagian dari tanggung jawab KAI selaku operator, namun untuk mengurangi kecelakaan dan meningkatkan keselamatan di perlintasan sebidang beberapa upaya telah dilakukan KAI,” tambahnya.

Eko mengakui, langkah yang dilakukan KAI untuk keselamatan tersebut kerap mendapatkan penolakan dari masyarakat. Dalam kondisi tersebut diperlukan langkah untuk mencari jalur alternatif bagi masyarakat yang harus disolusikan bersama oleh pemerintah pusat atau daerah. (sol)