Di Tengah Pandemi IKM Berinovasi dengan OVOP

Di Tengah Pandemi IKM Berinovasi dengan OVOP

KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA -- Industri Kecil dan Mikro (IKM) harus mampu bertahan di masa pandemi Covid-19. Sebab setiap daerah di Indonesia punya potensi masing-masing dengan keunggulan komparatif, baik sumber daya alam yang dijadikan bahan baku maupun keterampilan sumber daya manusianya.

Apalagi saat ini Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus mendorong penumbuhan dan pengembangan IKM di seluruh penjuru tanah air. Di antaranya melalui program pembinaan sentra IKM dengan pendekatan One Village One Product (OVOP)

“Program ini meningkatkan daya saing sektor IKM sesuai dengan keunggulan daerah,” ujar Gati Wibawaningsih,  Direktur Jenderal Industri Kecil, Menengah dan Aneka (IKMA) Kemenperin, dalam Sosialisasi Program Pembinaan IKM di Sentra Melalui Pendekatan OVOP secara virtual, Kamis (19/11/2020).

Konsep OVOP pertama kali diinisiasi di Prefektur Oita Jepang sejak tahun 1979 oleh Dr Morihiko Hiramatsu, kemudian diperkenalkan di Indonesia pada 2007. Konsep tersebut memiliki spirit mendorong masyarakat suatu daerah agar menghasilkan produk yang kompetitif dengan nilai tambah tinggi dan mampu bersaing di tingkat global.

Pendekatan OVOP tetap mengutamakan ciri khas keunikan karakteristik daerah. Ke depan, kegiatan pembinaan IKM melalui pendekatan OVOP akan fokus pada aspek yang dapat mendorong IKM go global, seperti inovasi dan pengembangan produk sesuai permintaan pasar, re-branding IKM OVOP, sehingga akan meningkatkan akses pasar bagi produk IKM OVOP.

Sejak tahun 2013, Kemenperin memberikan Penghargaan OVOP kepada IKM yang memenuhi kriteria dan persyaratan sebagai IKM OVOP. Para IKM OVOP tersebut kemudian diklasifikasikan sesuai hasil penilaian yang terbagi lima kelompok komoditas, yaitu makanan dan minuman, kain tenun, kain batik, anyaman dan gerabah.

Pada penyelenggaraan yang terakhir, terdapat 118 IKM OVOP memenuhi kriteria, terdiri dari 63 IKM komoditas makanan dan minuman, 22 IKM komoditas kain tenun, 13 IKM komoditas kain batik, 10 IKM komoditas anyaman dan 4 IKM komoditas gerabah.

Dari sejumlah IKM tersebut, terdapat empat IKM OVOP yang masuk kategori Bintang 5, yaitu PT Tama Cokelat Indonesia dari Garut dengan produk cokelat dodol pada komoditas makanan dan minuman.

Kemudian, Tenun Antik Hj Fatimah Sayuthi dari Pandai Sikek Kabupaten Tanah Datar dengan produk kain tenun pada komoditas kain tenun, serta Mawar Art Shop dari Kabupaten Lombok Barat dengan produk anyaman ketak pada komoditas anyaman. “Untuk Jogja ada Batik Winotosastro dengan produk kain batik pada komoditas kain batik,” paparnya.

Ditjen IKMA Kemenperin memberikan dukungan penuh bagi industri batik Indonesia melalui berbagai program. Mulai dari pelatihan, fasilitasi sarana produksi, pendampingan desainer dan tenaga ahli, partisipasi pameran, sampai dengan perlindungan Indikasi Geografis bagi produk batik.

Saat ini terdapat Indikasi Geografis Batik Tulis Nitik Yogyakarta yang telah dilindungi sejak tahun 2019. Sedangkan Indikasi Geografis Batik Tulis Complongan Indramayu dalam proses finalisasi dan siap didaftarkan tahun ini.

Sosialisasi tersebut merupakan bagian dari penyelenggaraan Penghargaan OVOP tahun 2021. Ini merupakan tahap awal untuk menggandeng dinas terkait bidang perindustrian di kabupaten/kota melakukan identifikasi potensi IKM unggulan dari sentra-sentra IKM daerah masing-masing, yang dapat diusulkan untuk penilaian di tahun 2021 nanti.

Kemenperin juga menggandeng para pemangku kepentingan lain untuk mengembangkan dan memperkuat IKM OVOP. IKM OVOP merupakan IKM unggulan daerah yang menjadi tolak ukur dan representasi wajah IKM Indonesia yang mampu menghasilkan produk berkualitas tinggi dan mampu bersaing di pasar nasional dan global.

“Oleh karena itu, saya mengajak para pemangku kepentingan untuk secara bersama-sama memperkuat IKM OVOP,” kata dia. (*)