Didi Kempot Hibur Milenial Mofest

Didi Kempot Hibur Milenial Mofest

KORANBERNAS.ID -- Penyanyi campur sari yang dijuluki the godfather of broken heart, Didi Kempot meramaikan Ministry of Finance (Mofest) 2019 di Sportorium Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Sabtu (28/9/2019). Didi membawakan beberapa lagu ciptaanya berbahasa Jawa yang digandrungi di kalangan anak muda seperti Pamer Bojo, Banyu Langit dan Kalung Emas.

Banyak peserta yang kemudian ikut beryanyi, berjoged serta mengabadaikan momen tersebut. Tak hanya bernyanyi, Didi bersama Erix Soekamti, Musisi dan Social Entrepreneur juga menjadi pembicara.

Pada sesi ini keduanya membagikan inspirasi tentang bagaimana menyadari potensi diri, menekuni kegemaran untuk menuju kesuksesan dan juga tips menciptakan inovasi berwirausaha di tengah modernisasi industri musik.
       
"Perjalanan konsisten berkesenian,tekun dan pantang menyerah. Saya sudah menciptakan sekitar 700 lagu dan akhirnya ketekunan berkesenian di jalur musik Jawa  membawa saya bisa berpentas ke luar negeri seperti Suriname. Sungguh ini sangat saya syukuri," kata Didi.

Mofest merupakan kegiatan Kementerian Keuangan RI di sejumlah daerah. Sebelum DIY, Mofest berlangsung di Pekanbaru, Pontianak, Kendari, dan Surabaya. Ada ribuan milenial dari berbagai kampus yang ikut ambil bagian dalam acara yang diisi dengan talk show menghadirkan Mila Rosinta, Choreographer, Dancer, dan Owner Mila Art Dance School dan Marzuki 'Kill The DJ’, Musisi dan Founder Jogja Hip Hop Foundation. Keduanya berbagi Inspirasi serta pengalaman tentang bagaimana berkarya hingga ke kancah internasional dengan membawa budaya lokal dengan tema talkshow Local Go Global.

“Kita tidak bisa menyalahkan zaman, tapi kita yang harus mengikuti zaman. Kita harus mencari solusi, gali potensi lokal yang ada disekitar kita, jujur berkarya, dan suarakan terus hingga orang dengar," ujar Mila.
       
Sejalan dengan Mila, Marzuki juga mengungkapkan “ketika tidak ada pasar, kita ciptakan pasar kita sendiri, Ketika media tidak mendukung kita, maka kita bangun media sendiri. Kita adalah publisher jangan hanya mengeluh.Setiap orang adalah media dan bisa mempublikasikan sesuatu,” paparnya.

Di sesi kedua dengan tema Future of Today, hadir sebagai narasumber yaitu Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hayu, Penghageng Tepas Tandha Yekti Keraton Yogyakarta, Dionysius Lucas Hendrawan, Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), dan Heru Pudyo Nugroho, Kepala Kanwil Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPB), Provinsi (DIY).

Pada kesempatan tersebut, para narasumber menyampaikan tentang pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk menuju Indonesia Emas 2045 dan bagaimana para pemuda ikut berkontribusi serta turut mengawasi pembangunan negara.
     
Kepala Kanwil DJP, Dionysius Lucas Hendrawan mengatakan ada tiga faktor penentu keberhasilan Indonesia mendatang yaitu infrastruktur yang merata di Indonesia, pertumbuhan ekonomi yang bagus dan Sumber Daya Manusia (SDM) yang unggul, dimana para millennial dalam 26 tahun mendatang mungkin sudah menjadi penentu kebijakan.

“Generasi muda jangan jadi penonton di rumah sendiri, kita harus menjadi tuan rumah di negeri sendiri, menjadi entrepreneur, ilmuwan, dan insinyur buatlah Indonesia menjadi lebih great,” katanya.
    
Sementara Kepala Kanwil DJPB, Heru Pudyo NugrohoAPBN 2020 mengusung tema APBN untuk akselerasi daya saing melalui inovasi dan penguatan kualitas SDM,sebagai tahapan jangka menengah pertama menuju pencapaian visi Indonesia 2045.

Pemerintah telah membuat strategi pembangunan SDM secara holistik. “Setiap warga negara Indonesia berhak mendapatkan jaminan program indonesia sehat, bantuan pangan, program keluarga harapan, bidikmisi, beasiswa LPDP, tunjangan profesi guru, penyediaan lapangan kerja, kredit ultra mikro, jaminan hari tua, dan JKN bagi warga miskin mulai dari dalam kandungan, usia balita, sekolah, perguruan tinggi, bekerja, hingga hari tua,” ungkapnya.
      
Sedangkan GKR Hayu mengatakan jika berbicara soal seni dan budaya di Yogyakarta, banyak terus bermunculan para seniman yang membuat Indonesia bangga akan prestasi dan karyanya yang mendapat pengakuan dan reputasi tingkat dunia. Hal tersebut yang membuat Yogyakarta menjadi kota yang Istimewa.

“Modernisasi itu tidak selalu westernisasi. Budaya itu harus tetap survive bukan dimusnahkan,” ujar GKR Hayu.(yve)