Diterpa Pandemi, Seni Tak Pernah Mati

Diterpa Pandemi, Seni Tak Pernah Mati

KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA -- Pandemi Covid-19 tidak membuat seniman dan pegiat festival di Yogyakarta kehilangan kreativitasnya. Seiring dengan tatanan baru, ruang seni rupa pun menggeliat. Festival seni kontemporer berkelas internasional, ARTJOG, salah satunya. Dengan mengusung tema Resilience, ARTJOG dihelat dengan semangat untuk terus bergerak sembari menguji ketahanan diri sebagai sebuah festival.
 

Sedikit berbeda, penyelenggaraan ARTJOG tahun ke-12 kali ini dilaksanakan selama 64 hari dalam bentuk presentasi gabungan antara daring dan luring. Terlepas dari kualitas streaming video yang kurang, pembukaan ARTJOG yang disiarkan di berbagai platform digital pada Sabtu (8/8/2020) malam, cukup bagus.

Ruang pamer di Jogja National Museum yang serba putih digunakan untuk memproyeksikan footage video secara dinamis dari Heri Pemad dan tim, beberapa seniman yang terlibat, hingga seremoni pembukaan oleh Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Indonesia, Wishnutama, dan Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X.

Kurator ARTJOG, Agung Hujatnika, menyampaikan kali ini ARTJOG digagas dan dilaksanakan dalam situasi yang serba terbatas. Pada bulan Maret, sebetulnya pihaknya telah menunda rencana penyelenggaraan ARTJOG: time (to) wonder sebagai bagian dari seri pameran Art in Commons yang sedianya merupakan kelanjutan dari tema Common Space tahun lalu.

"Namun setelah mencermati berbagai perubahan situasi yang sangat dinamis, kami pun memberanikan diri untuk menghelat sebuah edisi khusus ARTJOG, meski dengan berbagai risiko keterbatasan yang harus kami hadapi," ujarnya saat pembukaan ARTJOG secara daring, Sabtu (8/8/2020) malam.

"Judul Resilience yang kami usung pada dasarnya merupakan respon terhadap situasi darurat yang sebetulnya masih kita hadapi sampai detik ini. Di tengah ancaman krisis kesehatan, keterpurukan sosial, dan ekonomi, Resilience atau resiliensi adalah konsep yang tidak hanya relevan dan menarik untuk dikemukakan," lanjutnya.

"Kami menganggap konsep ini mendesak untuk disampaikan kepada khalayak. Daya juang atau respon seseorang ketika menghadapi suatu masalah tentu berbeda satu dengan yang lain," imbuhnya.

Pola kerja para seniman, lanjut Agung, sering dijadikan contoh primer dalam strategi mencapai resiliensi. Ketika bekerja, para seniman cenderung mengandalkan kreativitas dan intuisi. Mereka bekerja dengan menjauhi pola-pola yang rutin dan baku. Seniman selalu mencari kebaruan dengan eksperimen yang mendobrak konvensi.

"Mereka terbiasa berpikir dan bekerja dengan bebas, tanpa beban, tidak takut dengan kegagalan karena berkarya pada dasarnya adalah kanal untuk mengekspresikan diri. Dan ARTJOG: RESILIENCE percaya bahwa pola pikir seniman yang out of the box macam itulah yang bisa kita jadikan strategi untuk mencapai resiliensi," paparnya.

Sementara Heri Pemad selaku Direktur ARTJOG saat ditemui koranbernas.id beberapa waktu lalu menegaskan bahwa upaya membawa seni rupa ke dalam sebuah platform digital memang merupakan keasyikan tersendiri. Sebuah hal baru yang menantang dan benar-benar berbeda.

Walau konsep digital bernama e-artjog sejak 2017 sudah dimiliki ARTJOG, sebagai direktur sekaligus seniman, Pemad mengaku tidak mudah untuk mentransformasikan karya-karya dalam ARTJOG ke konsep daring. Mengingat Festival Seni Kontemporer ARTJOG selama ini punya kekhasan dikunjungi.

"Ada hal yang tidak bisa disampaikan secara virtual saja, tidak seperti seminar atau berkunjung ke museum. Dalam seni rupa, karya tidak terbatas visual. Karya bisa saja mengharuskan pengunjung mendengar, mencium atau dengan interaktif menyentuh karya tersebut. Tidak sekedar digital, virtual atau 360," jelasnya.

Meskipun demikian, lanjut Pemad, sebuah platform digital terbaik telah dibuat untuk menghadirkan ARTJOG: RESILIENCE kepada khalayak. Dalam waktu penyelenggaraan yang panjang, tak hanya memberikan kesempatan sebanyak-banyaknya kepada penikmat ARTJOG, tapi juga waktu yang diharapkan cukup untuk benar-benar menghadirkan atmosfir ARTJOG ke dalam format yang berbeda.

"Dengan waktu yang lebih panjang, tentu lebih matang dan kita punya potensi untuk mengelola kegiatan ARTJOG ini dalam konteks pameran sesungguhnya. Mengelola dalam arti bisa lebih kreatif dan lebih variatif dalam hal yang berhubungan atau yang akan merespon kondisi terkini," ujarnya.  

Pengalaman Baru

ARTJOG: RESILIENCE akan dilangsungkan dari 8 Agustus hingga 10 Oktober 2020 di www.artjog.co.id dan Jogja National Museum. Publik akan diajak menyaksikan presentasi audio visual yang akan memberikan pengalaman baru dalam menikmati pameran seni. Selain itu, pameran secara fisik juga masih dapat disaksikan secara langsung dengan pembatasan jumlah pengunjung dan dengan prosedur kesehatan yang sesuai dengan arahan pemerintah.

Program pameran juga akan terus diiringi oleh kehadiran program-program edukasi seperti Curatorial Tour dan Meet the Artist yang akan dilangsungkan secara daring. Selain program pameran, akan hadir pula program ARTCARE sebagai salah satu wujud kepedulian seniman dan pegiat seni untuk turut berkontribusi kepada seniman Indonesia dan masyarakat luas yang terdampak oleh pandemi Covid-19.

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Indonesia, Wishnutama, mengapresiasi ARTJOG: RESILIENCE yang tetap dilaksanakan di tengah pandemi global yang telah mengguncang segala lini kehidupan. ARTJOG mampu menunjukkan resilience-nya, kemampuan daya juang dan daya tahan untuk kembali hadir bagi kita semua.

"Begitu banyak kegiatan publik di seluruh dunia harus dibatalkan tahun ini. ARTJOG dengan segala pengalaman pantang menyerah dan kreativitas selama 12 tahun mampu hadir kembali dengan konsep baru yang adaptif," ujarnya.

Menurut Wishnutama, Jogja adalah sebuah kota yang istimewa. Kota ini sejak lama telah banyak melahirkan para pelaku maupun program industri kreatif nasional yang mumpuni. Keberadaan ARTJOG memberi sumbangsih yang signifikan bagi kepentingan ekonomi kreatif nasional dalam berperan bagi kemajuan kreativitas dan nilai tambah perekonomian nasional.

Di tengah krisis yang disebabkan oleh pandemi Covid-19, para seniman tidak pernah berhenti berkarya. Pemanfaatan teknologi semakin dioptimalkan, dan kreativitas terus lahir. Hal ini menegaskan karakter para pekerja seni Indonesia yang lentur, gigih dan kreatif.

ARTJOG: RESILIENCE adalah sebuah peristiwa seni yang tidak sekedar menawarkan refleksi artistik para seniman atas kondisi mutakhir seni di Indonesia pada masa pandemi Covid-19. Lebih jauh, kegiatan ini juga ingin memaksimalkan semua potensi yang dimiliki oleh ekosistem seni rupa di Indonesia.

Sementara Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X, mengutip frasa Hipokrates abad ke -12, ars longa vita brevis yang berarti seni itu teramat panjang dan hidup ini terlalu singkat. Bahwa seni kreatif tidak ada matinya kendati di masa Covid-19 sekarang ini. Padahal pandemi telah meniadakan ruang ekspresi seni karena hilangnya event yang mewadahi kreativitas pelaku seni.

"Mengingat wataknya yang selalu gelisah dalam penciptaan, banyak komunitas seniman yang berkolaborasi mencari solusi. Dari tantangan itu muncullah gagasan-gagasan baru yang akan membentuk ekosistem seni kreatif dengan cara dan bentuk baru pula," kata Sultan.

ARTJOG, lanjut Sultan, menawarkan tema resilience. Konsekuensinya, seniman harus memiliki daya tahan dan daya lenting agar memiliki daya tawar dan daya saing sehingga mampu berdialog dengan masterpiece seni rupa tingkat dunia. Makanya seniman pun harus sadar perlunya management marketing, eksebisi dan festival.

Artinya, ARTJOG 2020 ini tidak semata ajang imajinasi seni murni, tetapi juga embrio bangunan ekosistem seni rupa. Sehingga ARTJOG ini juga mampu mengakomodasi, rajut gagasan, mempersiapkan ke arah ekosistem dimaksud dalam foraintegrasi namun tetap luwes dan cair dalam gerak seni nya.

"Menilai penggagas dan penyelenggaraan ARTJOG 2020 ini adalah seniman muda yang bermodalkan inovasi dan kreativitas, saya sendiri tidak bisa membayangkan bagaimana inspirasi ide itu ditentukan, ditemukan oleh para penciptanya," katanya.

"Saya mengapresiasi ARTJOG 2020 ini sebagai rintisan membangun pariwisata dan seni kreatif di era kebiasaan baru ini. Di mana perannya diposisikan sebagai bagian dari pemulihan gerakan ekonomi kreatif yang menjadi sumber inspirasi Yogyakarta kota kreatif," tutup Sultan. (eru)