Efektivitas Pembelajaran Daring di Tengah Pandemi

Efektivitas Pembelajaran Daring di Tengah Pandemi

SAAT ini Coronavirus Disease (Covid-19) menjadi perbincangan yang hangat di berbagai belahan dunia. Dampak yang sangat dahsyat dialami oleh warga di seluruh dunia, dari mulai dampak di bidang kesehatan, perekonomian, pendidikan, sosial budaya, politik dsb.

Demi meminimalisasi terjadinya penularan Covid-19, berbagai upaya telah dilakukan di berbagai belahan dunia. Di Indonesia, pemerintah pusat melalui Kementerian Kesehatan menyetujui penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Seluruh warga tanpa terkecuali harus mematuhi kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) guna memutus mata rantai penyebaran Coronavirus Disease (Covid-19). Selain itu, dampak penyebaran virus corona juga dirasakan oleh dunia pendidikan.

Tidak lama kemudian Menteri Nadiem Anwar Makarim menerbitkan Surat Edaran Nomor 3 Tahun 2020 pada Satuan Pendidikan dan Nomor 36962/MPK.A/HK/2020 tentang Pelaksanaan Pendidikan dalam Masa Darurat Coronavirus Disease (Covid-19) maka kegiatan belajar dilakukan  secara  daring  (online) dalam rangka pencegahan penyebaran coronavirus disease (Covid-19).

Namun apakah pembelajaran daring yang saat ini diterapkan sudah efektif?

Belum lama, video salah satu siswa SMA di Jakarta viral di sosial media. Siswa tersebut mengkritik proses pembelajaran jarak jauh yang kurang efektif di depan para pejabat dalam acara peringatan Hari Anak Nasional dan Sosialisasi Empat Pilar MPR RI, pada (23/7/2020) lalu. “Kalau kita bersantai dengan PJJ, kita akan ketinggalan. Jika begitu, saya rasa 75 tahun Indonesia merdeka akan percuma untuk generasi pemalas. Kita harus bertindak karena kita ini generasi emas di 2045,” ungkapnya. Dari keluhan salah satu perwakilan siswa tersebut sangat terbukti bahwa proses pembelajaran daring memang kurang efektif.

Anggapan mengenai pembelajaran daring yang tidak efektif ini muncul karena adanya kendala yang dialami siswa. Lalu apa saja kendala yang dihadapi siswa selama proses pembelajaran daring?

Minimnya Akses Internet dan Fasilitas

Minimnya akses internet dan kurangnya ketersediaan laptop/gawai merupakan kendala yang paling banyak dihadapi oleh siswa. Mengingat banyaknya siswa yang tinggal di daerah yang infrastruktur komunikasinya kurang baik, ketersediaan jaringan sangat berpengaruh dalam kegiatan pembelajaran. Bahkan sampai ada siswa yang rela naik turun gunung yang terjal untuk mendapatkan jaringan internet yang stabil. Teknologi online memerlukan  koneksi jaringan  ke  internet  dan  kuota.  Oleh  karena  itu tingkat penggunaaan kuota internet akan bertambah dan akan menambah beban pengeluaran orang tua. Sekolah hanya memberikan subsidi Rp. 20.000,00 untuk membeli kuota internet sedangkan kuota sangat mahal.

"Keluhan soal kuota itu paling tinggi. Cukup tinggi sebab 43 persen angkanya. Namun, yang mengaku soal tidak punya alat itu 29 persen," ujar Retno dalam diskusi daring bertajuk Suka dan Duka Belajar Daring yang digelar Sabtu (8/8/2020).

Selain itu, laptop/gawai tentunya sangat diperlukan selama proses pembelajaran daring. Padahal harga sebuah laptop/gawai tergolong cukup mahal. Perekonomian sebagian orang tua siswa juga menurun karena pemotongan gaji dan bahkan tidak sedikit yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK).

Guru dan Siswa Kurang Interaktif

Dalam proses pembelajaran daring, pembangunan karakter dan budi pekerti terhadap siswa juga kurang maksimal. Biasanya di sekolah siswa dipantau, diawasi dan diberikan penjelasan dan pembelajaran menegani pembangunan karakter yang baik secara langsung. Siswa juga dinilai kurang aktif karena tidak dapat menanyakan kepada gurunya apa yang belum ia pahami secara langsung.

Pada bulan April, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) menggelar survei evaluasi pelaksanaan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) untuk siswa dan guru.

Survei yang melibatkan 1.700 siswa SD hingga SMA dari 20 provinsi dengan latar belakang ekonomi yang berbeda-beda itu menunjukkan bahwa 79,9% responden tidak berinteraksi dengan guru mereka selama PJJ. Sisanya, sebagian besar interaksi dilakukan hanya dalam konteks pemberian dan pengumpulan tugas. Dari hasil survey tersebut, sangat jelas bahwa proses aktivitas belajar siswa tidak semulus yang dibayangkan.

Siswa Kesulitan Dalam Memahami Materi

Keterbatasan siswa untuk bertatap muka langsung dengan guru, berkomunikasi, dan berkreasi menuntut siswa untuk belajar secara mandiri dalam memahami materi dan mengerjakan tugas. Seharusnya siswa memperoleh penjelasan dan pemahaman materi yang lebih detail dan mendalam. Selama proses pembelajaran daring, banyak siswa yang mengeluh bahwa mereka sulit berkonsentrasi karena lingkungan di rumah mereka kurang kondusif. Terkadang siswa juga merasa ngantuk dan bosan selama kegiatan pembelajaran.

Spesialis Perlindungan Anak United Nations Emergency Children's Fund (UNICEF) Indonesia, Astrid Gonzaga Dionisio mengatakan, bahwa momen belajar di rumah merupakan kesempatan bagi orang tua dan pengasuh untuk mendampingi anak–anak, terutama dalam proses belajar mereka yang dilakukan melalui internet. Namun, di Indonesia sebagian orang tua banyak yang memiliki keterbatasan dalam teknologi (gaptek/gagap teknologi). Bahkan juga banyak orang tua yang tidak bisa membaca. Oleh karena itu, orang tua sangat diwajibkan untuk mendampingi anaknya selama proses pembelajaran.

Guna mengefektifkan kegiatan pembelajaran daring, guru perlu belajar lebih kreatif dalam menyajikan konten pembelajaran agar mudah dipahami oleh siswa. Pekerjaan rumah yang diberikan oleh guru sebisa mungkin tidak membebani siswa. Siswa yang tidak memiliki fasilitas gawai harus lebih diperhatikan dan perlu dicarikan solusi agar dapat menerima pembelajaran seperti teman-temannya. Orang tua harus menyediakan waktu dan berperan aktif untuk mendampingi anak selama proses pembelajaran. Untuk siswa yang kurang mampu harus diberikan subsidi lebih untuk membeli paket internet. Berbagai saran di atas dapat menjadikan inspirasi bagi semua orang terutama pihak pemerintah, sekolah, guru, dan orang tua siswa. Harapannya, dengan melaksanakan saran ini pembelajaran daring akan berjalan lebih efektif. **

Larra Nuhenita

Mahasiswi Poltekkes Kemenkes Yogyakarta