Fasilitas Umum di Malioboro Rusak Parah

Fasilitas Umum di Malioboro Rusak Parah

KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA -- Aksi demonstrasi yang awalnya berjalan damai berakhir ricuh akibat sejumlah provokasi yang memicu tindakan anarki dan vandalisme. Demonstran yang secara bergelombang melakukan aksi longmarch menuju Gedung DPRD DIY sempat dihalau aparat dengan menembakkan gas air mata.

“Kita baru berada di Stasiun Tugu, tapi kita sudah ditembaki dengan gas air mata sekitar pukul 14:00,” ujar Agus Ali Timur,  salah seroang peserta aksi.

Mahasiswa UGM itu menyebutkan awalnya para peserta aksi berjalan tertib hendak menuju gedung parlemen di kawasan Malioboro. Tiba-tiba aparat menghalau massa yang hendak menuju gedung dewan.

“Kami menerima kabar di depan (gedung DPRD) sudah terjadi bentrok. Kami tidak tahu pemicunya siapa, padahal mahasiswa masih berada di perjalanan menuju DPRD, tetapi begitu kami sampai ke Malioboro sudah disambut tembakan gas air mata,” jelasnya.

Aksi tersebut memicu tindakan anarki. Sejumlah fasilitas di kawasan Malioboro rusak, seperti pos polisi, halte bus Trans Jogja, pot-pot tanaman dan devider pembatas jalan, papan reklame dan videotron serta sejumlah fasilitas publik ikon wisata Malioboro.

“Ada beberapa teman kami yang kesakitan karena terkena gas air mata, tapi untuk korban jiwa belum ada,” kata dia.

Raihan, mahasiswa UPN Veteran Yogyakarta menyebutkan penembakan gas air mata sempat terjadi di dua titik sebelum aksi anarki melebar.

Menurut dia, tembakan peringatan dan gas air mata dari aparat serta aksi balasan para demonstran diakibatkan dari sejumlah insiden provokasi.

“Tadi memang ada oknum demonstran yang rusuh, lempar botol (air mineral) dan batu. Aparat akhirnya bereaksi,” jelasnya.

Tak hanya fasilitas umum, restoran yang berdekatan dengan Gedung DPRD terbakar akibat lemparan bom molotov. Aksi para demonstran akhirnya dipukul mundur secara bertahap sekitar pukul 16:30 hingga 17:30.

Tidak setuju

Suara penolakan terhadap UU Cipta Lapangan Kerja (Ciptaker) disuarakan elemen buruh, mahasiswa dan pelajar di Yogyakarta. Ribuan mahasiswa dan pelajar SMA memulai aksi longmarch dari bundaran UGM menuju DPRD DIY dan Kantor Gubernur di kawasan Malioboro.

“Kami menolak RUU ini. Kami tidak setuju dengan DPR karena rapat malam hari, rapat tidak terang-terangan dan di masa pandemi ini mereka malah melakukan pengesahan omnibus law,” ungkap Danang, perwakilan pelajar SMA.

Dia menilai pemerintah dan parlemen tidak memiliki hati nurani karena tetap melanjutkan pembahasan dan pengesahan RUU Ciptaker di tengah pandemi dan derasnya penolakan elemen masyarakat terhadap draft RUU tersebut. “Dengan UU ini pekerja akan semakin tertindas,” kata dia.

Gelombang mahasiswa dan elemen masyarakat yang turun di berbagai ruas jalan utama menuju arah Malioboro jumlah mencapai ribuan.

Febri, mahasiswa Universitas Proklamasi mengatakan dirinya merasa terpanggil mengikuti aksi unjuk rasa karena regulasi yang dianggap memudahkan investasi itu tidak pro-rakyat dan berpotensi menekan kaum pekerja.

“Terbitnya keputusan-keputusan itu seharusnya melibatkan elemen-elemen masyarakat. Namun yang kita lihat hari ini, UU Ciptaker ini tidak mencerminkan keinginan rakyat, tidak pro-rakyat,” ujarnya.

Febrian Ramadhani, mahasiswa Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta mendesak Presiden Jokowi segera menerbitkan Perppu untuk membatalkan UU omnibus law ciptaker.

“Ini memang kelihatannya aneh dan lucu. Kita mendesak pemerintah, dalam hal ini presiden, mengeluarkan Perppu untuk membatalkan, padahal Presiden Jokowi sendiri yang mengusulkan,” terangnya.

Mahasiswa meminta agar pemerintah tidak memaksakan diri menerapkan UU kontroversial tersebut. Presiden harus melihat aspirasi yang bergolak di berbagai daerah di Tanah Air.

“Pemerintah harus melihat demo terjadi di mana-mana, pemogokan kerja juga terjadi di berbagai daerah yang kemudian presiden harus mendengarkan aspirasi itu,” kata mahasiswa Fakultas Bisnis dan Ekonomi UII tersebut. (*)