Gedung Wanita Diusulkan Jadi Pusat Aktivitas Indonesia Women Center

Gedung Wanita Diusulkan Jadi Pusat Aktivitas Indonesia Women Center

KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA – Gedung Mandala Bhakti Wanitatama atau sering disebut Gedung Wanita di Jalan Laksda Adisutjipto Yogyakarta, diusulkan menjadi pusat kegiatan serta aktivitas Indonesia Wowen Center. Apalagi gedung tersebut merupakan Monumen Pergerakan Wanita sekaligus sejarah perjuangan wanita Indonesia.

Usulan ini muncul tatkala berlangsung Focuss Group Discussion (FGD) Wujudkan Perempuan Tangguh Bebaskan dari Kekerasan dan Pernikahan Dini, Jumat (12/8/2022), di Balai Kunthi Mandala Bhakti Wanitatama. Diskusi tersebut diselenggarakan DPD Forum Pemberdayaan Perempuan Indonesia (FPPI) DIY bekerja sama dengan Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Bakesbangpol) DIY.

“Sudah diusulkan oleh banyak pihak, seharusnya tempat ini (Gedung Mandala Bhakti Wanitatama) bisa menjadi pusat pemajuan perempuan dalam arti luas. Jadi, di sini dalam waktu tidak terlalu lama akan kita bentuk Indonesia Women Center,” ungkap Prof Ir Wiendu Nuryanto M Arch Ph D, Ketua DPD FPPI DIY.

Kepada wartawan di sela-sela diskusi, Prof Wiendu menyampaikan, keberadaan Indonesia Women Center juga sebagai tempat pelayanan bagi perempuan-perempuan yang mengalami masalah kekerasan dan lain sebagainya.

“Nanti bisa datang di sini, bisa minta pendampingan dan rujukan dan bantuan, dalam arti untuk kesetaraan gender, termasuk juga sosialisasi terhadap peraturan dan undang-undang baru yang belum banyak dipahami,” jelasnya.

Keberadaan lembaga tersebut juga bisa memberikan fasilitasi atau rujukan untuk pendampingan psikolog maupun ahli di bidangnya.

Keinginan tersebut segaris dengan komitmen FPPI yang memperjuangkan kesetaraan perempuan dalam arti luas. Saat ini, yang menjadi fokus adalah kekerasan dan pernikahan dini dengan batasan usia 19 tahun bagi perempuan.

“Kita ingin pernikahan dini itu, kita akan perjuangkan di DIY 19 tahun, merupakan indikator penting bagi kemajuan perempuan,” ucapnya.

Merujuk hasil penelitian dia menyampaikan perempuan yang menikah pada usia di atas 19 tahun mampu lebih efektif meraih tingkat kesuksesan kehidupannnya, termasuk me-manage keturunan dan anak-anak maupun pendidikan.

Menjawab pertanyaan tentang fenomena perempuan di DIY, Prof Wiendu memaparkan persoalan pernikahan dini di provinsi ini tergolong tinggi. Begitu pula kekerasan, termasuk yang terakhir ada data dari para ahli soal kekerasan seksual melalui sosial media. “Itu yang tadi diindikasikan sebagai membahayakan,” tambahnya.

Untuk memperjuangkannya, lanjut dia, SMK Karya Rini yang berada di komplek gedung tersebut dicanangkan sebagai zona yang tidak mentolerir kekerasan seksual  dan pernikahan dini. “Kita mulai dari rumah kita,” ucapnya.

Diskusi yang dipandu moderator Susie Fitri SH MM kali ini dihadiri narasumber Prof Drs Koentjoro Soeparno serta Dr Dra Budi Wahyuni MM MA.

Prof Koentjoro maupun Budi Wahyuni sepakat pentingnya pemberdayaan kaum wanita. Artinya, wanita sebagai seorang ibu sekaligus pendidik bagi putra dan putrinya, maka pendidikan diberikan sejak anak masih berada di dalam kandungan.

Pada forum dialog dan tanya jawab, salah seorang peserta, Fatma Amelia dari FPPI Bantul mengakui adanya peningkatan angka pernikahan dini dan kekerasan.

Pemerintah melalui dinas dan instansi terkait maupun Kemenag sudah melakukan berbagai upaya untuk mengiliminir persoalan tersebut, bekerja sama dengan tokoh masyarakat serta tokoh agama. (*)