Generasi Milenial Butuh Sentuhan Politik

Generasi Milenial Butuh Sentuhan Politik

KORANBERNAS.ID, BANTUL – Politisi Partai Golkar yang juga anggota Komisi VII DPR RI merangkul generasi milenial. Selain sebagai bentuk pemberdayaan, langkah itu merupakan bagian dari pendidikan politik.

“Ini bukan hanya untuk Partai Golkar tetapi juga juga bangsa. Indonesia akan hancur atau tidak, tergantung generasi milenial saat mereka pada masa puncak produktivitas usia 25 sampai 35 tahun,” ujarnya kepada wartawan di sela-sela acara Pengkaderan Fungsional Pemuda Golkar Milenial, Minggu (12/1/2020) sore, di Graha Gandung Pardiman Center (GPC) Imogiri Bantul.

Kegiatan yang dikemas dengan format dialog, tanya jawab dan pembagian aneka doorprize kali ini dihadiri narasumber pakar politik Fisipol Universitas Gadjah Mada (UGM) Arie Sujito.

Narasumber lainnya John S Keban serta Erwin Nizar. Peserta sangat antusias. Semula hanya 200 undangan membengkak jumlahnya jadi 550 orang.

Gandung menegaskan sudah saatnya generasi milenal memperoleh sentuhan politik. “Mereka kita jadikan subyek politik bukan obyek. Kita akan tindak lanjuti dengan kegiatan outbound, kemudian kita pilih 80 orang,” ujarnya mengenai tindak lanjut acara tersebut.

Di hadapan peserta, Gandung bahkan bertanya langsung apakah ada kemauan terjun ke dunia politik atau dunia usaha? “Silakan tunjuk jari,” kata dia. Banyak peserta angkat jari.

Melihat respons tersebut, terbersit rencana pendirian Akademi Politik dan Ekonomi Milenal. Dia yakin dengan kekurangan dan kelebihannya Partai Golkar akan sukses.

Sebagian peserta Pengkaderan Fungsional Pemuda Golkar Milenial. (sholihul hadi/koranbernas.id)

Syarif Guska selaku ketua panitia acara itu menyampaikan kegiatan yang diselenggarakan oleh Tim Asistensi Gandung Pardiman ini untuk pendidikan politik sejak dini.

Adapun materi antara lain pemanfaatan medsos dan sejarah perjuangan Partai Golkar. “Salah satu tugas dan kewajiban parpol adalah melakukan pendidikan politik bagi calon-calon pemimpin berproses dan menempa diri. Bukan hanya teori tetapi ditempa pada posisi struktural,” kata dia.

Dengan begitu, Partai Golkar terhindar dari kader karbitan yang bisa merusak sistem ketatanegaraan. Idealnya seorang pemimpin memang harus meniti karier mulai dari ormas, parpol dan pemerintahan.

John S Keban menambahkan, meski generasi milenial rata-rata memiliki kemampuan di bidang teknologi informasi (TI) tetapi mereka tidak boleh hilang jati dirinya. “Generasi milenial harus memiliki tata krama. Orang yang tidak berpendidikan tentu berbeda karakternya,” ungkapnya.

Sebagai generasi muda yang akan memasuki masa produktif mereka dituntut mampu menghadirkan hal-hal yang baru. Inilah waktunya berproses supaya tidak menjadi kader fotokopi. “Kader fotokopi itu mudah limbung dan hancur karena tidak punya karakter,” tandasnya.

Memang, generasi milenial ada plus dan minusnya. Kelebihan dan kekurangan itu harus disempurnakan demi meraih kemajuan bangsa dan negara. (sol)