Generasi Muda Harus Lebih Agresif dan Kreatif

Generasi Muda Harus Lebih Agresif dan Kreatif

KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA -- Mahasiswa sebagai kaum muda terpilih memiliki kesempatan mengembangkan potensi intelektual dan kepemimpinan. Pengembangan kepemimpinan dapat dilakukan melalui implementasi teori dan nilai-nilai kepemimpinan, baik dalam berorganisasi maupun interaksi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Hal itu disampaikan M Afnan Hadikusumo, anggota MPR RI daerah pemilihan DIY, pada acara Sosialisasi Empat Pilar Bernegara di Aula Kampus Universitas ‘Aisyiyah (Unisa) Yogyakarta, Minggu (25/9/2022).

Cucu pahlawan nasional Ki Bagus Hadikusumo itu mengatakan, mahasiswa sebagai bagian dari pemuda terpelajar memiliki peran besar bagi kemajuan suatu bangsa. Hal ini dapat dilihat pada masa perjuangan kemerdekaan. Para mahasiswa STOVIA melawan Belanda untuk mewujudkan Indonesia merdeka.

Atau, peran KAMMI melawan pemerintahan  Orde Lama, serta peran mahasiswa melakukan perubahan pemerintahan Orde Baru yang otoriter menjadi pemerintahan yang demokratis dengan melahirkan Orde Reformasi sebagaimana saat ini. “Meskipun begitu, setiap generasi mempunyai problem yang berbeda dalam memasuki periode perjuangannya,” kata Afnan.

Pada era disrupsi dan arus industrialisasi saat ini, lanjut Afnan, mahasiswa dihadapkan pada beberapa permasalahan. Pertama, menurunnya jiwa idealisme dan patriotisme (apalagi dengan bergulirnya Otonomi Daerah).

Kedua, kurangnya lapangan pekerjaan dan kesempatan kerja. Ketiga, meningkatnya kenakalan remaja serta penyalahgunaan narkotika dan psikotropika.

Berdasarkan data demografis Indonesia diketahui mahasiswa/pemuda sebagai bagian terbesar dari total penduduk Indonesia sekitar 79,79 juta jiwa atau kurang lebih 37 persen.

Merujuk pada data Renstra Kementerian Pemuda dan Olahraga 2005-2009, sebagian besar mahasiswa/pemuda berasal dari kelompok berpenghasilan rendah, dari sektor pendidikan mengakibatkan mereka drop out dan akhirnya melahirkan kualitas SDM pemuda rendah dan sulit bersaing pada tingkat nasional maupun internasional.

“Idealisme mahasiswa/pemuda dewasa ini kian memudar dan nilai-nilai juang hampir tidak ada. Seharusnya mahasiswa/pemuda bercermin pada orang tua pendahulu yang begitu gigih dan tak kenal menyerah menghadapi penindasan dan penjajahan,” kata Afnan.

Ini disebabkan para mahasiswa/pemuda saat ini telah menikmati hidup yang lebih enak, nyaman dan mapan. Kebutuhan sekolah, hiburan, sandang, papan, transportasi, kesehatan semuanya ada dan tersedia.

Lebih agresif

Afnan sepakat, generasi muda adalah penerus yang akan mengangkat harkat dan martabat serta kejayaan suatu bangsa. Maka tak berlebihan, apabila keberadaan mereka harus menjadi agenda prioritas pembangunan.

“Dalam era reformasi, generasi muda seharusnya lebih agresif, atraktif, kreatif dan lebih berani dalam menuangkan ide-ide serta aspirasi. Serta menuntut hak-haknya yang selama ini dikebiri,” harapnya.

Generasi muda saat ini harus memiliki dan mewarisi nilai-nilai juang dan idealisme serta kemandiriannya sebagaimana generasi 1928, generasi 1945, generasi 1965 dan generasi 1999 memperjuangkan hak-hak rakyat. Pada sisi lain kebersamaan dan soliditas menjadi faktor utama untuk meraih cita-cita bersama.

Dalam kesempatan itu, Mohammad Saleh Tjan dari LHKP Muhammadiyah DIY di hadapan mahasiswa Universitas Aisyiyah Yogyakarta mengatakan, mahasiswa sebagai generasi penentu masa depan bangsa Indonesia dituntut mampu memahami dan mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila sebagai landasan filosofi kehidupan berbangsa dan bernegara.

Pancasila sebagai darul ahdi wa syahadah merupakan kesepakatan para pendiri bangsa tentang dasar dan ideologi negara harus senantiasa dijaga dan dilestarikan.

Pancasila sebagai dasar filosofi bangsa Indonesia, proses keputusannya melibatkan seluruh wakil bangsa Indonesia baik lintas agama, suku dan ras serta kaum nasionalis.

"Muhammadiyah termasuk yang aktif bersama NU dan  ormas Islam lain, juga ormas non-Islam serta tokoh nasionalis. Mulai dari KH Ahmad Dahlan yang ikut mendirikan Budi Utomo. Pada masa persiapan kemerdekaan muncul tokoh Muhammadiyah lainnya seperti KH Mas Mansyur, Kahar Muzakir, Ki Bagus Hadikusumo hingga Mr Kasman Singodimedjo,” jelasnya.

Munculnya kasus Islamofobia maupun Indonesiafobia, juga upaya memisahkan antara Islam dari Indonesia adalah bukti penguasaan sejarah yang masih dangkal.

“Mahasiswa harus mau memperdalam dan penguasaan sejarah bangsanya agar agar tidak terjadi distorsi nilai-nilai Pancasila di kalangan mahasiswa dalam melanjutkan estafet kepemimpinan bangsa pada masa akan datang," kata Saleh Tjan. (*)