Genjot Kualitas Pembelajaran Masa Pandemi, Ini formula ala Bantul

Genjot Kualitas Pembelajaran Masa Pandemi, Ini formula ala Bantul

KORANBERNAS.ID, BANTUL -- Pandemi Covid-19 yang berlangsung setahun lebih, berdampak  pada banyak hal. Termasuk kekhawatiran terhadap turunnya mutu pendidikan, mengingat tidak adanya pembelajaran tatap muka (PTM).  

“Kami di Dinas sejak awal masa pandemi sudah memprediksi itu. Karena pembelajaran tatap muka saja banyak kendala dan tidak maksimal, apalagi tanpa tatap muka atau dengan metode  pembelajaran jarak jauh (PJJ),” kata Isdarmoko MPd, Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Disdikopora) Bantul, kepada koranbernas.id di kantornya Kompleks Pemda II Manding, Senin (19/4/2021).

Apalagi fakta di lapangan banyak kendala yang dihadapi. Misalnya, tidak punya fasilitas pendukung seperti HP android sehingga pembelajaran online tidak berjalan dengan maksimal. Begitu pun yang memiliki laptop juga sangat terbatas.

Maka yang berjalan di Bantul adalah campuran antara online dan non online. Metode online murni misalnya dengan  Zoom meeting  atau Google meet, tidak banyak yang melakukan.

“Kalau yang sudah online murni tidak masalah, karena pembelajaran bisa optimal dengan dukungan sarana prasarana yang ada. Tapi yang tidak, tentu ini permasalahan sendiri,” katanya.

Belum lagi kendala jaringan internet, mengingat masih ada wilayah yang sinyalnya sulit bahkan blank spot. Masalah lain adalah  kemampuan orang tua ketika membiayai online murni seperti harus beli paket data.

“Anak saya misalnya, online murni saat ini duduk di SMA,  dalam  seminggu tidak cukup Rp 100.000 untuk beli paket. Belum lagi jika anaknya lebih dari satu yang harus PJJ, ini tentu sebuah kendala juga,” katanya.

Maka, Disdikpora Bantul sejak awal tahun ajaran baru, yakni Mei  2020, telah mengumpulkan para kepala sekolah (MKKS) maupun guru (MGMP), pengawas  dan  masyarakat. Mereka membahas dan memetakan materi esensial di masa pandemi. Jika Mendikbud melaunching kurikulum adaptif pada September 2020, Disdikpora Bantul sejak Mei tahun lalu sudah membuat itu dengan nama materi esensial. Mengingat PJJ tentu beda dengan tatap muka.

“Sehingga kita sudah ada pemetaan kurikulum,”katanya. 

Juga telah melakukan bimtek bagi guru untuk penguasaan teknologi yang digelar Juni-Juli tahun lalu terkait penggunaan aplikasi. “Ternyata itu pun belum maksimal hasilnya berdasar evaluasi yang kami lakukan,” katanya.

Pada akhirnya, Oktober lalu membuat terobosan atau upaya yakni  Guru Kunjung Siswa (GKS) seperti private, dimana guru mendatangi  anak-anak yang  rumahnya berdekatan  maksimal 5  siswa.  

“Kalau  untuk TK PAUD , jelas untuk memantau tumbuh kembang anak, mengecek dan memeriksa. Lalu pembinaan karakter, rajin tidak bangun pagi, mandi tidak dan ibadahnya seperti apa serta hal-hal lain diperhatikan gurunya,” katanya.

Formula satunya adalah dengan Layanan Konsultasi Pelajaran (LKP). Jadi, siswa datang ke sekolah dan dibuat jadwal maksimal sekali pertemuan 30 persen dari jumlah siswa. Syarat LKP ada ijin dari orang tua, waktunya maksimal 2 jam, dan seminggu hanya 2 kali ke sekolah setiap siswa. Tidak lupa penerapan protokol kesehatan. LKP sempat terhenti ketika ada PTKM, namun saat ini sudah berjalan lagi sejak Maret setelah ada kelonggaran pelaksanana PTKM di DIY.

“Dengan formula dan GKS dan LKP yang berjalan baik, Insha Allah kualitas pendidikan kita lebih baik. kendati tentu saja tidak bisa sama dengan pembelajaran tatap muka,” katanya. 

Sebelumnya, secara terpisah, praktisi pendidikan DR Rahmad Santosa yang juga dosen Fisip Universitas Soedirman (Unsoed) Purwokerto mengatakan, kualias pendidikan di kala pandemi dengan sistem pembelajaran online (daring) harus mendapat perhatian. Dirinya khawatir terjadi penurunan kualitas, karena tidak semua bisa memaksimalkan pembelajaran secara virtual tersebut.

“Untuk guru yang memiliki kreasi dan inovasi, maka kualitas pembelajaran daring tidak perlu diragukan kualitasnya. Namun bagaimana dengan yang tidak melakukan itu?,” kata DR Rahmad di kediamanya Dusun Jetak Jomblang, Kalurahan Mulyodadi, Kapanewon Bambanglipuro.

Pembelajaran daring, lanjut alumnus doktoral UNY tersebut, misalnya dengan Zoom meeting ada guru yang bisa memaksimalkan. Seperti mengkombinasikan dengan video call kepada siswa secara  personal sehingga materi bisa tersampaikan dengan baik.

“Namun tidak bisa dipungkiri, ada juga yang hanya memberikan  tugas, dan siswa diminta mengerjakan. Padahal tidak jarang orang tua yang mengerjakan soal tersebut,”katanya. Sehingga siswa tidak memahami pelajaran yang menjadi tugasnya tadi.

Melihat kenyataan yang ada, maka Rahmad berharap kepada Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Bantul untuk membuat kebijakan makro yang jelas sehingga ketertinggalan  pembelajaran secara daring  bisa diatasi.

“Sehingga ketika tiba saatnya tatap muka, sesuatu yang kurang saat pembelajaran daring  tadi bisa tertutupi,” kata Rahmad.

Sementara Zahrowi, Ketua Forum Masyarakat Peduli Pendidikan Bantul, mengatakan sudah semestinya Disdikpora memiliki formula dalam rangka peningkatan mutu pendidikan di tengah pandemi. (*)