Gunung Sewu Kemuning Kembali Dilirik Wisatawan

Gunung Sewu Kemuning Kembali Dilirik Wisatawan

KORANBERNAS.ID,YOGYAKARTA -- Pandemi Covid-19 yang tak kunjung usai sejak setahun terakhir sempat meluluhlantakkan dunia pariwisata DIY. Perekonomian warga yang ditunjang sektor ini pun terganggu karena tak banyak wisatawan yang bertandang.

Mulai berbenah dengan protokol kesehatan, geliat pulihnya beragam destinasi wisata pun terlihat. Meski pelan, banyak kawasan wisata mulai kembali dilirik wisatawan lokal.

Adalah wisata Gunung Sewu Kemunig di Dusun Kemuning Desa Bunder Kecamatan Patuk Gunungkidul. Meski cukup terpencil dan jauh dari ingar bingar kota, destinasi yang terletak sekitar 30 km dari pusat Kota Yogyakarta ini pun mencoba berjuang untuk tetap bertahan di masa pandemi.

Warga dusun yang sejak beberapa tahun terakhir mengembangkan desa wisata mencoba terus berkarya.  Sekitar 113 KK (Kepala Keluarga) di dusun ini berinovasi memasarkan destinasi wisatanya.

Telaga Kemuning tentu saja masih dijadikan andalan untuk menjadi sumber ekonomi warga. Banyak dikunjungi para pemancing, danau itu juga sering dikunjungi wisatawan untuk berperahu. Karenanya mereka membuat paket wisata yang dimulai dengan upacara adat Momong Tamu sebagai bentuk penyambutan wisatawan.

“Kami mencoba terus berinovasi untuk menawarkan paket wisata dengan menerapkan protokol kesehatan di masa pandemi ini,” ujar Suhardi, Kepala Dukuh Kemuning, di kawasan wisata, Minggu (30/5/2021).

Selain menikmati telaga, wisatawan diajak menikmati kuliner lokal dengan suguhan ingkung dan ikan bakar yang dipancing dari telaga. Suguhan penganan lokal pun bisa dinikmati.

Desa ini memiliki hasil bumi yang cukup melimpah, mulai dari singkong hingga beberapa macam rempah seperti jahe dan kayu secang. Olahan makanan tersebut dijual dalam bentuk kemasan dengan nama yang unik.

Sebut saja keripik dan kerupuk ubi yang dinamai Balung Kethek. Sedangkan kayu secang dan jahe diolah jadi minuman yang dinamakan Secang Kemuning (Cangkemu).

Wisatawan pun bisa menikmati berbagai kesenian lokal untuk melengkapi wisata mereka. Seperti Seni Gamelan dan Wayang Kulit, Kirab Budaya, Tari Pasukan Kuda Lumping hingga Seni Jathilan.

Untuk tetap menjaga lingkungan dan kawasan hutan agar tetap alami, warga juga melakukan pengolahan sampah menjadi bahan pakan ikan ataupun ternak. Warga juga menggalakkan penghijauan di setiap halaman rumah.

“Bagi yang ingin melihat aktivitas peternak, kami juga menyediakan paket wisata guyang sapi atau memandikan sapi," jelasnya.

Pengembangan desa wisata ini tidak hanya didukung ibu-ibu Pokdarwis dan warga lain. Aanak-anak muda di dusun tersebut ternyata ikut berperan.

Galuh Rakasiwi, Marketing Desa wisata Kemuning misalnya, bersama teman-teman mahasiswanya mencoba memasarkan desa wisata tersebut dengan cara baru. Memanfaatkan teknologi, potensi desa wisata ditawarkan dalam platform digital seperti Instagram, Facebook dan laman mereka.

“Sejak dua tahun terakhi kami memanfaatkan platform digital ini untuk memasarkan paket-paket wisata," ujarnya.

Selain paket wisata alam, para pemuda di dusun itu mengembangkan wisata jeda hidup. Paket ini ditawarkan bagi warga kota yang ingin menikmati suasana berbeda di pedesaan. Paket kuliner, outbound. live in, sejarah Kemuning dan wisata edukasi pun bisa dinikmati  “Paket ini pun bisa dinikmati melalui virtual tour bagi yang belum bisa ke sini,” jelasnya. (*)