Harapan Baru Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat setelah Pilkada

Harapan Baru Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat setelah Pilkada

PILKADA serentak 9 Desember 2020 telah usai dan telah melahirkan sebuah kepemimpinan baru yang diharapkan benar-benar berasal dari rakyat dan akan bekerja untuk rakyat. Tentu harapan akan sebuah perubahan ada di pundak kepemimpinan yang baru dipilih ini. Rakyat mengharapkan akan sebuah peningkatan kesejahteraan yang akan dibawa oleh pemerintahan yang baru. Tentu program-program yang dibawa dalam visi dan misi para kandidat yang terpilih diharapkan dapat dilaksanakan dengan baik, sehingga harapan masyarakat akan perubahan kesejahteraan di daerahnya dapat terwujud. Harapan masyarakat akan sebuah perubahan pembangunan daerah bukan hanya janji-janji manis dalam balutan kata peningkatan kesejahteraan dari para kandidat terpilih. Tentu semua program yang dijanjikan dalam kampanye diharapkan dapat diwujudkan dalam sebuah kebijakan melalui program/kegiatan yang pro rakyat. Untuk menyukseskan program/kegiatan ini tentu pelaksanaannya ada di tangan pemerintah yang bertugas, di organisasi-organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang ada. Tentu ini membutuhkan kerja keras dari seluruh elemen dalam OPD yang ada.

Beberapa tahun terakhir tuntutan akan perbaikan kinerja pemerintahan semakin tinggi, karena masih banyak daerah belum menggambarkan kinerja pemerintah yang baik dan juga tuntutan akan transparansi dan akuntabilitas atas pengelolaan organisasi menjadi isu yang sangat penting di pemerintah daerah (pemda).

Dalam implementasi sistem pengukuran kinerja yang dilakukan di pemda masih jauh di bawah kesuksesan. Pemda belum menggunakan sistem tersebut secara maksimal. Implementasi sistem pengukuran kinerja masih hanya sebatas formalitas, karena kepatuhan terhadap perintah peraturan semata, sehingga menimbulkan ketaatan palsu bukan merupakan sesuatu hal yang wajib dan berguna dalam perbaikan kinerja pemda. Ditambah lagi rendahnya komitmen pejabat dan staf dalam melaksanakan sistem pengukuran kinerja tersebut.

Sistem pengukuran kinerja yang terjadi selama ini cenderung amburadul karena ketidakmampuan aparatur sipil negara (ASN) dalam menerjemahkan sebuah kebijakan ke dalam program maupun kegiatan di setiap OPD. Sehingga terkesan antara satu OPD dan OPD yang lain tumpang tindih dalam melaksanakan tugasnya. Ini juga terjadi karena banyak output maupun outcome dari program dan kegiatan tidak menggambarkan keadaan yang sebenarnya diharapkan. Dan juga pemda belum menggunakan indikator kinerja secara efektif, sehingga sulit untuk mengukur keberhasilan dari kinerja yang telah dilakukan. Padahal melalui sistem pengukuran kinerja yang baik, instansi dalam pemda dapat fokus pada pencapaian prioritas pembangunan daerah melalui perencanaan dan penganggaran yang terintegrasi, efektif, efisien, serta monitoring hasil pembangunan yang dilakukan secara konsisten dan berkala. Ini perlu diperhatikan karena pemda merupakan garda terdepan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan standar yang tinggi. Dengan demikian dapat dipastikan bahwa pemda harus mengelola dan mengukur kinerjanya dengan menggunakan sebuah sistem pengukuran kinerja dengan baik dan benar.

Dalam penilaian kinerja yang dilakukan terhadap Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintahan (SAKIP) oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) pada tahun 2019 hanya pemerintah Provinsi DI Yogyakarta yang memperoleh predikat AA, yaitu peringkat tertinggi dalam implementasi SAKIP. Padahal Laporan Kinerja Instansi Pemerintah itu sendiri sudah di perintahkan melalui Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Artinya lebih dari 20 tahun sudah pelaporan kinerja ini berlaku. Namun, pelaporan tersebut masih belum menggambarkan kinerja yang sebenarnya dari pemerintah. Ini menunjukkan bahwa kinerja pemerintah daerah hanya sebatas formalitas semata yang harus dilaporkan dalam Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP). Bukan merupakan sesuatu yang wajib untuk memperbaiki kinerja pemerintah daerah sehingga dapat tercapai akuntabilitas yang diharapkan.

Kinerja yang baik atas pengelolaan organisasi dan pengelolaan keuangan tersebut ternyata tidak sejalan dengan harapan publik sebagai pengguna layanan pemerintah. Saat ini banyak kritik yang muncul kepada pemerintah daerah baik dalam penyelenggaraan pemerintahan maupun pembangunan daerah. Kinerja pemda yang disampaikan selama ini cenderung semu dan bias karena hanya menyampaikan program-program yang berhasil saja, sedangkan program yang gagal cenderung disembunyikan. Seperti dalam pengelolaan keuangan daerah, Pemda cenderung menjadikan opini audit BPK sebagai sebuah tujuan akhir dari pengelolaan keuangan daerah, apabila memperoleh WTP maka pemerintahan tersebut dianggap telah berhasil dalam menjalankan tugasnya. Padahal kenyataanya kinerja pemerintah daerah tersebut masih jauh dari kata sukses. Tentu ini tidaklah relevan bagi pemerintahan yang baru terpilih dan akan menjabat pada tahun 2021 nanti. Oleh sebab itu, perlu adanya interaksi antar-pemangku kepentingan dalam pengembangan sistem pengukuran kinerja yang baik. Untuk mewujudkan itu semua perlu adanya komitmen antara pimpinan dan staf dalam pemerintahan. Sebuah pemerintahan yang baik harus mengedepankan transparansi dan akuntabilitas kinerja yang baik. Ini tidaklah cukup jika hanya sebatas pada kata-kata saja tetapi perlu diwujudkan dan dilaporkan dalam laporan kinerja instansi pemerintah (LAKIP) yang disusun, sehingga dapat mempertanggungjawabkan kinerja yang sesungguhnya kepada masyarakat dan sebagai bahan evaluasi untuk perbaikan kinerja ke depan dari pemerintahan yang ada. Dengan demikian harapan masyarakat akan sebuah pelayanan yang baik dapat benar-benar terjawab melalui kinerja yang baik dari pemerintahan yang baru. ***

Jackson Ubulele Dade

Mahasiswa Magister Akuntansi UGM