Ini Dia Rumah Sakit Apung Pertama di Dunia

Ini Dia Rumah Sakit Apung Pertama di Dunia

KORANBERNAS.ID – Indonesia sebagai negara kepulauan perlu memiliki sistem layanan kesehatan terpadu yang mudah diakses oleh masyarakat hingga ke pelosok. Salah satu layanan tersebut berupa Rumah Sakit Apung (RSA) dan Dokter Terbang.

RSA Nusa Waluya II yang diinisiasi oleh doctorSHARE, organisasi kemanusiaan non-profit yang fokus pada pelayanan kesehatan dan bantuan kemanusiaan itu, merupakan rumah sakit pertama di dunia yang didirikan di atas tongkang atau barge.

 “RSA resmi berdiri 19 November 2009. Kami menyediakan akses bantuan medis untuk masyarakat yang paling membutuhkan dan tidak memiliki jaminan sosial,” ungkap ungkap dr Lie Dharmawan, pendiri doctorSHARE.

Melalui rilis ke koranbernas.id, Sabtu (23/11/2019), Lie menyampaikan sasaran RSA  adalah wilayah Tertinggal, Terdepan dan Terluar (3T) di Indonesia.

 “Layanan kesehatan ini diberikan cuma-cuma kepada masyarakat yang terkendala akses karena kondisi ekonomi dan geografis,” ujarnya.

Pada peringatan 10 Tahun doctorSHARE, RSA tersebut bersandar di Baywalk Mall Pluit. Mulai 23 November hingga 1 Desember 2019, rumah sakit ini membuka layanannya untuk masyarakat.

Dokter Lie melihat terdapat beragam masalah berlapis saat masyarakat membutuhkan layanan kesehatan yang layak.

“Warga  di kota maupun pedesaaan harus mendapat layanan kesehatan yang layak. Ini Bukan hanya tugas pemerintah saja melainkan tugas kita bersama mewujudkannya,” kata Lie.

Dokter Lie Dharmawan (kanan) bersama Wakil Ketua Pelaksana Harian doctorSHARE Tutuk Utomo Nuradhy (kiri) dan Project Officer Rumah Sakit Apung (RSA) Nusa Waluya II, dr Stephanie (istimewa)

Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, hampir 63 persen masyarakat menyatakan akses layanan kesehatan di rumah sakit sulit dan sangat sulit.

Masih terdapat 60,8 persen masyarakat di Indonesia kesulitan mengakses layanan kesehatan primer seperti Puskesmas atau klinik.

Direktur Pelayanan Kesehatan Primer Kementerian Kesehatan, drg Saraswati, menambahkan pemerintah pusat melalui Dinas Kesehatan di daerah berusaha mengurangi masalah pelayanan kesehatan.

Indonesia menjadi salah satu dari 193 negara yang berkomitmen membawa perubahan dunia pada 2030. Komitmen itu tertuang dalam Sustainable Development Goals (SDGs). Kesehatan menjadi salah satu poinnya.

“Pemerintah merumuskan dan mengevaluasi kebijakan pelayanan kesehatan untuk masyarakat di semua wilayah termasuk daerah terpencil, perbatasan dan kepulauan,” kata dia.

Direktur Program Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI), Egi Abdul Wahid,  memaparkan kesehatan menjadi input sekaligus output pencapaian SDGs.

Berdasarkan Perpres No 59 tahun 2017, kesempatan untuk mengembangkan daerah sesuai dengan SDGs bisa dilakukan melalui koordinasi antara pemerintah daerah, akademisi, swasta, filantropi, masyarakat dan media. (sol)