Inovasi Irigasi Tenaga Surya di Desa Krandegan, Gratis, Petani Panen Tiga Kali

Inovasi Irigasi Tenaga Surya di Desa Krandegan, Gratis, Petani Panen Tiga Kali

KORANBERNAS.ID, PURWOREJO -- Desa Krandegan Kecamatan Bayan Kabupaten Purworejo Jawa Tengah (Jateng) memiliki irigasi tenaga surya untuk pertanian di desa tersebut.

Sebelumnya, Pemerintah Desa (Pemdes) Krandegan mengambil air dari sungai menggunakan mesin pompa air berbahan bakar minyak solar dengan biaya Rp 500 ribu per hari.

Kepala Desa (Kades) Krandegan, Dwinanto, berkisah pada tahun 2013 saat awal pemerintahannya, desa tersebut memiliki predikat merah alias desa miskin. Di tangannya, Dwinanto mampu mengubahnya menjadi desa hijau dan mandiri.

Saat itu, warga desanya hanya mampu memanen padi setahun dua kali. Itu pun hasil panen musim tanam dua (MT 2) tidak sempurna karena terlalu banyak air.

Perlu diketahui Desa Krandegan memiliki sawah tadah hujan seluas 70 hektar, namun sayangnya saat musim hujan sering banjir. Tanaman padi rusak.

Untuk itu, Dwinanto berusaha berinovasi menyediakan stok air pada musim kemarau atau pada masa tanam 3 (MT 3) yang biasanya tidak digarap petani karena kekurangan air.

"Tahun 2013 saya membuat terobosan menaikkan air sungai dengan pompa untuk irigasi persawahan. Petani bisa menikmati irigasi gratis dan mandiri, sampai hari ini, karena dana desa belum bisa untuk membeli solar (bahan bakar minyak alias BBM)," terang Dwinanto, Jumat (6/1/2023), di kantornya.

Menurutnya, biaya BBM saat itu ditanggung oleh donatur. "Kita berpikir untuk mewujudkan desa hijau yang ramah lingkungan, dengan irigasi teknologi surya. Dengan irigasi teknologi surya kita menghemat Rp. 500 per hari," tambahnya.

Menurutnya, jika musim penghujan ada kendala matahari tidak bersinar penuh (redup). Artinya masih ada air hujan dan tidak membutuhkan pompa air untuk irigasi.

Dengan bantuan dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jateng tahun 2022, dengan dana Rp 400 juta lebih, Pemdes Krandegan berhasil membangun irigasi tenaga surya.

"Dengan teknologi tenaga surya mampu menghasilkan debit air 77 liter per detik atau 280 kubik per jam. Air tersebut mampu mengairi 50 hektar sawah di desa kami. Swaahnya lainnya (20 hektar) dialiri air dari panel surya yang lebih kecil," jelasnya.

Dia menambahkan teknologi  tenaga surya mampu menghasilkan energi listrik 19 ribu volt, digunakan untuk pompa air hanya 12 ribu volt, masih tersisa 7 ribu volt.

Dengan teknologi tersebut, kebutuhan air irigasi otomatis tercukupi. Setelah tahun 2013 predikat Desa Krandegan dari merah menjadi berkembang, kemudian pada 2019 menjadi Desa Maju dan pada 2020 berkembang menjadi desa mandiri yang otomatis sebagai desa hijau dan ramah lingkungan.

"Pada tahun 2020 Desa Krandegan menjadi desa pertama dengan predikat desa mandiri, kemudian diikuti oleh desa lainnya. Saat ini di Kabupaten Purworejo ada empat desa mandiri yaitu Desa Krandegan Kecamatan Bayan, Desa Suren dan Desa Wirun keduanya berada di Kecamatan Kutoarjo dan Desa Pituruh di Kecamatan Pituruh," sebut dia.

Kepala Desa Krandegan Kecamatan Bayan Kabupaten Purworejo, Dwinanto. (wahyu nur asmani ew/koranbernas.id)

Dwinanto menerangkan irigasi teknologi surya diperkirakan mampu bertahan sekitar 20 tahun. Pemeliharaannya mudah, sekitar dua minggu sekali dibersihkan dari kotoran dan debu.

Dengan irigasi teknologi surya, Dwinanto berharap petani bisa lebih sejahtera karena bisa menikmati panen padi tiga kali setahun. Sementara desa lainnya hanya bisa panen padi dua kali.

Salah seorang petani Desa Krandegan, Nurbuat, mengatakan sejak pemerintahan Dwinanto, petani sangat dibantu perairan untuk persawahan.

"Bagi kami petani sama saja saat dulu menggunakan mesin pompa dengan BBM solar dan sekarang dengan tenaga surya. Sama-sama gratis dan dalam satu tahun bisa pane tiga kali," terang Nurbuat.

Warga RT 2 RW 1 ini membeberkan, penggunaan pompa bertenaga BBM biayanya mahal dan pos itu (biaya BBM-red)  bisa untuk membantu yang lain.

Dulu sebelum tahun 2013 petani Desa Krandegan hanya mampu panen dua kali saja, hasilnya 50 persen, itu pun petani berusaha sendiri.

"Misalnya saya menggarap sawah 100 ubin (1.400 meter persegi) untuk prosesnya dari bajak sawah sampai menanam padi membutuhkan 10 sampai 11 ngecor. Setiap ngecor membutuhkan BBM 10 liter, total kebutuhan BBM 110 liter. Sebelum dibantu Pak Lurah untuk irigasi gratis, petani sangat kecil sekali hasilnya," kata pria yang menggarap sawah seluas 550 ubin itu.

Nurbuat kini bisa menikmati hasil panenan 5 sampai 6 kuintal, karena per 100 ubin hasilnya satu kuintal padi, sementara dia menggarap sawah seluas 550 ubin. (*)