Insyaf, Eks Napi Terorisme Ungkap Kisahnya di Hadapan Ibu-ibu

Insyaf, Eks Napi Terorisme Ungkap Kisahnya di Hadapan Ibu-ibu

KORANBERNAS.ID – Nama aslinya Wartoyo. Dulu warga Brebes Jawa Tengah itu dikenal punya banyak nama di antaranya Abu Samir alias Preman.

Kini, eks narapidana terorisme (napiter) itu benar-benar insyaf bahkan sering diundang menjadi narasumber kegiatan deradikalisasi.

Dia pun mengungkap kisahnya di hadapan ibu-ibu Dharma Pertiwi Koorcab Purwokerto Daerah D pada acara Sosialisasi Bahaya Paham Radikalisme  di Gedung Pertemuan A Yani Makorem 071/Wijayakusuma, Sokaraja Banyumas, Rabu (4/12/2019).

Secara gamblang Wartoyo menceritakan apa yang dialaminya, mulai dari sebelum terekrut menjadi teroris sampai selama menjadi teroris hingga tertangkap Densus 88 kemudian ditahan di Lapas Kelapa 2 Jakarta.

“Sekarang saya sudah benar-benar jinak. Sekarang ini saya ditemani oleh rekan senior saya namanya saudara Beni Irawan terlibat dalam kasus teror bom Bali. Saat ini saya sudah hidup normal dan membuka usaha bengkel," ujarnya.

Wartoyo kemudian memaparkan cara, ciri-ciri maupun teknik menangkal agar tidak terekrut paham radikal yang bergerak melalui pendekatan eksklusif dengan diam-diam supaya tidak diketahui orang lain.

Dia berpesan untuk mewaspadai dan mengawasi anak-anak di dalam pergaulan maupun penggunaan sosial media.

"Jangan asal mengikuti, apalagi sampai ikut di group whatsapp-nya dan dan medsos lainnya. Bila mau mengaji, carilah guru ngaji yang sifatnya terbuka," tegasnya.

Dia pun mengajak ibu-ibu agar tidak mudah share hal-hal yang berhubungan dengan terorisme, seperti kejadian-kejadian yang berbau terorisme.

“Itu merupakan penanggulangan radikalisme. Bila kita share informasi yang berbau terorisme maka secara tidak langsung justru akan membangkitkan dan menumbuhkembangkan terorisme,” kata dia.

Tak lupa Wartoyo juga berpesan apabila bertemu dengan napiter (orang mantan teroris) agar disapa sebagaimana layaknya saudara kita sehingga tidak merasa diasingkan.

Sosialisasi kali ini dimaksudkan untuk mencegah dan menangkal serta membatasi ruang gerak radikalisme, mengingat akhir-akhir ini bermunculan berbagai bentuk gerakan yang dapat diindikasikan sebagai paham radikalisme.

Antisipasi

Ketua Dharma Pertiwi Koorcab Purwokerto Daerah D, Ny Anita Dani Wardhana, menyampaikan apabila gejala seperti ini tidak dicermati dan diantisipasi secara dini, maka dapat menjadi ancaman potensial baik bagi keluarga, masyarakat maupun stabilitas NKRI.

"Hal ini tidak boleh hanya dipandang sebagai tanggung jawab aparat TNI, Polri dan aparat pemerintah, tapi menjadi tugas seluruh komponen bangsa termasuk di dalamnya anggota Dharma Pertiwi,” ujarnya.

Anggota Dharma Pertiwi khususnya Koorcab Purwokerto harus ambil bagian guna mencegah dan meluasnya kegiatan radikalisme dengan memberikan pesan moralnya kepada keluarga maupun masyarakat di lingkungan masing-masing.

Menurut Ny Anita, dari berbagai gerakan radikal yang dilakukan sekelompok orang, pada umumnya sebagai gerakan fundamental anti-penguasa dengan tujuan melakukan perubahan secara radikal terhadap dasar kehidupan bernegara.

Pengikut gerakan radikal umumnya berjiwa militan dan sangat teguh memegang prinsip atau paham yang dianutnya.

Kepala Subdit Deradikalisasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Kolonel Cpl Sigit Karyadi SH MH selaku pemateri menyampaikan definisi terorisme menurut Undang-Undang Republik Indonesia No 15 Tahun 2003.

Ancaman serius

Terorisme merupakan kejahatan luar biasa. Kejahatan terhadap kemanusiaan. Terorisme merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan dan peradaban, serta merupakan salah satu ancaman serius terhadap kedaulatan negara.

"Terorisme merupakan kejahatan yang bersifat internasional yang menimbulkan bahaya bagi keamanan, perdamaian dunia serta merugikan kesejahteraan masyarakat," tegasnya.

“Sedangkan radikalisme adalah suatu paham yang ingin melakukan perubahan secara masif, sistematis pada sistem sosial dan politik dengan menggunakan cara-cara kekerasan dan ekstrem,” kata Pamen dengan melati tiga itu.

Menurut Kolonel Cpl Sigit, kelompok radikal umumnya menginginkan perubahan dalam waktu singkat, drastis dan terkadang bertentangan dengan sistem sosial yang berlaku.

Saat ini radikalisme sering dikaitkan dengan terorisme karena kelompok radikal melakukan cara apapun untuk mencapai keinginannya, termasuk dalam bentuk teror kepada pihak yang tidak sepaham dengan mereka.

“Cara penyebaran paham radikalisme bisa dengan melakukan pertemuan langsung atau memanfaatkan teknologi yang ada seperti internet untuk mempengaruhi masyarakat yang menjadi target mereka,” ungkapnya.

Dia berharap para istri tentara setelah menerima penyuluhan dapat menangkal penyebaran paham radikalisme terhadap diri sendiri, keluarga dan lingkungan tempat tinggal sehingga dapat memperkecil dan menutup ruang gerak penganut paham radikal.

Danrem 071/Wijayakusuma Kolonel Kav Dani Wardana S Sos MM MHan menekankan agar apa yang sudah disampaikan narasumber dijadikan pemahaman. “Agar kita dan keluarga kita tidak terhasut atau terkontaminasi paham radikalisme,” tandasnya. (red)