Kisah Mahasiswa yang Merangkap Jadi Penjaga Masjid

Kisah Mahasiswa yang Merangkap Jadi Penjaga Masjid

KORANBERNAS.ID -- Kala masuk masjid hati ini rasanya adhem dan tentrem. Atmosfer itulah yang muncul di rumah Allah. Keberadaan masjid yang belakangan ini secara fisik dibangun megah, bagus dan bersih, tidak lepas dari sentuhan tangan dari para penjaga masjid bersama jamaah.

Di Yogyakarta tidak sedikit mahasiswa merangkap sebagai penjaga masjid. Salah seorang di antaranya adalah M Nur Arifin, pemuda asal Palembang dengan tanggal lahir unik 9 April 1999.

Lebih dari setahun terakhir mahasiswa semester 5 Fakultas Agama Islam Universitas Ahmad Dahlan (UAD)  Yogyakarta itu tinggal di Masjid Baiturrahim Jalan Sidokabul Yogyakarta.

Selain belajar menerapkan ilmu yang diperoleh di kampus, dia mengakui belajar di masjid lebih terasa nyaman. Beribadah juga bisa lebih. Jadi manfaatnya ganda termasuk belajar kemasyarakatan.

Ipin, demikian dia biasa dipanggil, saat ini menjadi  Sekretaris Takmir Masjid Baiturrahim. Dia juga menjadi muadzin, imam salat bahkan menggantikan naik mimbar apabila khatib salat Jumat tidak hadir karena sesuatu sebab.

Dia juga membimbing anak-anak belajar di TPA maupun ibu-ibu Iqra'.

"Kalau ibu-ibu apalagi sebagian besar lanjut usia itu harus lebih sabar. Belajarnya sedikit, tapi semangatnya yang harus kita apresiasi," kata Ipin saat ditemui di serambi samping Masjid Baiturrahim, Sabtu (28/9/2019) malam.

Pendekatan futsal

Di masjid itulah Ipin menerapkan teori dakwah yaitu membuat jamaah senang terlebih dulu. Dalam kondisi seperti itu dia lebih gampang menyampaikan materia dakwah karena jamaah sudah menerima.

Selain perlu bekerja dengan ikhlas, bungsu dari enam bersaudara ini berprinsip, bukan apa yang dia dapatkan tetapi apa yang bisa dia berikan untuk pengembangan syiar Islam, dengan tetap menjaga marwah Islam sebagai rahmatan lil alamin.

Baginya, ini penting apalagi saat membimbing anak- anak yang masih lugu melalui pendekatan sosial sederhana terapan sehari-hari. "Misalnya saat membawa makanan ke masjid harus berbagi dengan teman-temannya," kata dia.

Secara tidak langsung rasa kebersamaan tertanam pada diri anak-anak. Sedangkan untuk menjaga kebersihan lingkungan, anak-anak wajib membersihkan sampah sendiri usai kegiatan.

Prihatin dengan banyak remaja yang belum aktif salat, Ipin mengajak mereka main futsal di dekat rusun mahasiswa UAD Ring Road Selatan.

"Tetapi syaratnya satu, harus salat Ashar dulu di masjid UAD. Ternyata mereka dengan semangat menjalani," katanya.

Memang jumlahnya belum begitu banyak. Tapi dia berharap dengan model-model pendekatan seperti itu hasilnya bisa terus bertambah. Jadi harus tahu, apa yang mereka butuhkan. Bukan apa yang dia ingin berikan.

Akrab

Dengan pendekatan seperti itu, muncul keakraban Ipin dengan anak-anak, remaja, jamaah ibu-ibu maupun bapak-bapak.

Jamaah salat Isya Sabtu malam itu penuh. Mereka berdatangan dari berbagai arah setelah mendengar Ipin melantunkan adzan dengan suara bening.

Jamaah Subuh lebih banyak lagi. Saat salat Jumat, masjid tak mampu lagi menampung dan meluber sampai bagian bawah serambi selatan.

Masjid Baiturrahim wakaf dari kontraktor H Soegijarto SH MHum (almarhum) dan diresmikan penggunaannya oleh Ngarso Dalem Sri Sultan HB X ini awalnya memang tidak begitu luas.

Dengan tambahan tanah wakaf di sisi selatan dan sudah dibangun, daya tampungnya bertambah. Setelah takmir dipegang oleh anak-anak muda, banyak kegiatan  memakmurkan masjid.

Keberadaan Ipin tinggal di masjid ini juga dikabarkan kepada ibunya. Ayahnya sudah meninggal. Tentu dengan harapan agar ibunya tenang karena mengetahui di mana anaknya tinggal.

"Beliau mendukung karena sejak masih di Palembang  saya sudah aktif di masjid. Dan mendoakan agar saya bisa diterima oleh jamaah," kata pemuda hitam manis itu.

Ipin berbaju batik dan Azhar Kadim yang lulus S-2, usai pengajian Iqro bersama ibu-ibu dan lansia. (istimewa)

Bentuk penerimaan selain keakraban bergaul, juga ada yang mengurus kepentingan makannya. Karena mengetahui setiap Senin dan Kamis Ipin puasa, Mbah Nab atau Ny Zaenab, murid TPA lansia, selalu mengirim makanan buka puasa.

Ada juga Ny Sumpono yang buka warung makan. Dia selalu meminta Ipin sepulang kuliah makan gratis di warungnya. Jamaah ibu-ibu juga ikut peduli. Hal ini membuat Ipin gembira, bukan karena makan gratis  tetapi diterima dengan penuh rasa syukur sebagai sebuah bentuk penerimaan jamaah terhadap dirinya.

Di masjid tak hanya urusan agama. Ipin juga membantu anak-anak SD belajar pelajaran sekolah. Kegiatan itu diadakan di serambi selatan sehabis salat Maghrib.

Pada hari biasa kecuali malam Minggu sekitar 10 anak ikut belajar. Malam itu  ada Nabila, mahasiswi UTY asal Bengkulu yang juga menjadi volunter.

Ide awalnya menurut Ipin, daripada harus mengantar jauh ke tempat les, bayar lagi, bisa dilakukan di masjid yang dekat dan gratis. Ada mentor siap membantu.

Sebelumnya terdapat dua lagi mahasiswa UAD yang menjadi takmir Masjid Baiturrahim. Salah seorang di antaranya Azhar Kadim. Bulan lalu dia wisuda S2 ilmu Teknologi Informasi dan kini kembali ke Sulawesi Utara.

Ada lagi Galih dari Fakultas Sastra yang kini belajar ke Thailand mengikuti program pertukaran mahasiswa sampai akhir tahun ini. Kini tinggal Ipin yang menjaga masjid itu.

Ini menunjukkan, tinggal di masjid yang terbuka 24 jam dengan tambahan beban tanggung jawab ternyata tidak mengganggu jalannya studi. Tentu saja bagi remaja yang tekun dan menjauhi hura-hura. Pekan lalu ada komunitas Vespa Sragen yang ikut kegiatan dan menginap di serambi.

Bantu angkringan

Sebelum kuliah di UAD, datang dari Palembang Ipin membantu berjualan angkringan pada mbah angkatnya di Sleman. Meski tidak ada kontra-prestasi berupa uang. di sana Ipin belajar banyak tentang kehidupan.

Tinggal di rusun mahasiswa UAD, selesai wisuda Mahasantri, Ipin harus keluar dan tinggal bersama ustadnya di Kotagede.

Sampai kapan pegiat kajian tafsir dan hadits itu akan tetap tinggal di masjid? Sampai Allah mengizinkan.

Dia juga punya obsesi setelah selesai dari UAD ingin melanjutkan S2 di luar negeri. Jika Allah mengizinkan di Timur Tengah, paling tidak ke Malaysia.

Dengan bekal kuat pemahaman bahwa Islam adalah agama yang rahmatan lil allamin dia berharap kemauannya itu akan berjalan lurus sesuai ajaranNya.

Terbiasa dengan hidup sederhana, kiriman yang diterima dari ibunya meski tidak menentu jumlahnya itu ditabung. Dengan harapan bisa membantu mewujudkan obsesinya di masa depan. Syukur bisa dapat beasiswa. (sol)