Komisi III DPR RI Datangi Wadas, Temui Warga Pro dan Kontra

Komisi III DPR RI Datangi Wadas, Temui Warga Pro dan Kontra

KORANBERNAS.ID, PURWOREJO—Konflik yang ricuh di Desa Wadas Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, saat pengukuran bidang tanah guna penambangan batuan andesit untuk material Bendungan Bener, Selasa (8/2/2022) mendapat perhatian Komisi III DPR RI. Wakil rakyat tersebut mendatangi warga yang pro dan kontra quarry di Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah.

Rombongan dipimpin Desmon Junaidi Mahesa (Gerindra) dengan anggota, Arsul Sani (PPP), Hinca Panjaitan (PD), Irjen Pol (Purn) H Safaruddin (PDIP), Gilang Dhiela Fararez (PDIP), Nasir Jamil (PKS), Taufik Basari (Nasdem), Obon Tabroni (Gerindra) dan Supriansyah (Golkar).

Dalam dialog dengan warga pro quarry (penambangan batuan andesit) di halaman Masjid Al Hidayah Wadas, Desmon mengatakan, bahwa warga berhak menolak tanahnya dijadikan lokasi quarry.

“Kedatangan kami ke Wadas, karena tidak bisa hanya membaca di medsos. Kami ingin melihat langsung. Tanah di sini tidak terdampak langsung bendungan, hanya diambil materialnya berupa batu andesit. Yang kami dengar, kenapa tanahnya juga ikut diukur?. Mengapa tidak dibeli saja batunya,” cetus Desmon.

Desmon mempertanyakan lagi, apakah warga tahu setelah diambil batunya, tanahnya akan dibuat apa.

Anggota Komisi III lainnya, yaitu Asrul Sani asal PPP 'mengatakan, warga yang pro dimintai untuk terus bersahabat dengan warga yang kontra.

“Saya berharap pihak yang kontra untuk tetap dirangkul, agar persoalan bisa membaik,” ujar Asrul.

Perwakilan warga pro quarry, Sabar mengatakan, dia tahu harga ganti untungnya, yaitu minimal Rp 122.000 masih ditambah dengan tanaman yang tumbuh di atasnya.

Menjawab pertanyaan Desmon terkait pengukuran tanah, Sabar menjawab karena batuan andesitnya berada di dalam tanah.

“Menurut informasi saat sosialisasi, bekas quarry akan dibangunkan tempat wisata. Itu yang saya dengar. Pengelolaannya akan diserahkan ke masyarakat lagi,” ujar dia.

Sabar menambahkan, masyarakat di desanya majemuk. Dia menyebut, ada pihak ketiga yang memecah belah.

“Tolong kami diberi hak untuk melepas tanah kami,” sebutnya.

Sabar juga menyebutkan kalau yang meneror langsung secara fisik tidak ada. Namun hubungan warga pro dan kontra secara sosial tidak seperti dulu lagi.

“Kami yang pro quarry merasa dikucilkan,” imbuh Sabar.

Warga pro quarry lainnya, Siti Rodiah mengatakan, pihaknya merasa takut untuk mendatangi lahannya. Karena ada oknum yang pernah melontarkan kata-kata kasar kepadanya.

“Saya juga dilempari dengan batu, maka saya berusaha kabur karena ketakutan,” jelas Diah sapaan akrabnya.

Selanjutnya rombongan DPR RI KOMISI III beralih mendatangi warga kontra quarry untuk berdialog.

“Saya tetap menolak quarry. Saya tidak mau mendapat ganti rugi, dan nantinya uang habis. Biar seperti ini saja, untuk masa tua,” jelas Hamidah salah satu warga penolak penambangan.

Hamidah juga tahu kalau bekas galian quarry akan dibangun tempat wisata.

“Di Kecamatan Bener sudah banyak tempat wisata, kami tidak tertarik,” imbuhnya.

Anak Hamidah, Ahmad Ardianto turut angkat suara. Dia termasuk salah satu warga kontra quarry yang diamankan polisi.

“Saat ditangkap saya dalam keadaan duduk lagi mujadahan. Saya merasa seperti ada yang mukul, sakit rasanya dan tangan saya diborgol,” jelas Ardianto.

Ia menyebut, yang menangkap orang berpakaian biasa, namun membawa borgol. “Mereka masuk ke dalam rumah bahkan hingga ke kamar untuk menangkapi warga,” katanya.

Pada kesempatan tersebut Desmon minta kepada wartawan yang meliput untuk mencatat saksi warga kontra yaitu Hamidah dan anaknya Ahmad Ardianto akan terlindungi Lembaga Perlindungan Saksi (LPSK). (*)