KPJ Mengaku Puyeng dengan Pembajakan Buku

KPJ Mengaku Puyeng dengan Pembajakan Buku

KORANBERNAS.ID—Konsorsium Penerbit Jogja (KPJ) mengaku puyeng dengan aksi pembajakan buku. Selain semakin massif dan meluas, buku-buku bajakan juga lebih dulu beredar di pasaran, kendati buku yang asli belum dirilis.

Perwakilan KPJ, Hinu OS mengatakan, pembajakan buku bukan kasus baru. Sejak dulu, tindakan melanggar hukum ini terus terjadi dan semakin meningkat dari tahun ke tahun.

Hal ini, sudah barang tentu sangat merugikan para penerbit. Unntuk itu, mereka menggandeng Ikatan Advokat Indonesia (Ikadin) dan melaporkan kasus ini ke Polda DIY.

“Laporan sudah masuk Agustus lalu. Tertuang dalam surat No.LP/0634/VII/2019/DIY/SPKT,” kata Hinu disela-sela razia buku bajakan di Shopping Center, Rabu (27/11/2019). Razia melibatkan perwakilan dari Ikadin.

Dalam razia tersebut, perwakilan pedagang buku di Shopping Center, sukarela menyerahkan sekitar 200 eksemplar buku yang masuk kategori bajakan. Buku-buku tersebut diterima tim advokasi dari Ikadin. Selanjutnya, buku-buku bajakan tersebut akan diserahkan ke Polda DIY sebagai barang sitaan.

Aksi ini, merupakan tindak lanjut dan respon yang dilakukan, pasca pelaporan ke kepolisian. Dalam laporannya, KPJ dan Ikadin menyampaikan bahwa pembajakan buku di wilayah DIY semakin meluas dan menggurita, sehingga bukan saja mengancam eksistensi perusahaan penerbit, tapi juga mempengaruhi pendapatan negara dari pajak. Apalagi, mayoritas dari buku yang dibajak, adalah buku-buku yang masuk kategori best seller.

Hinu menegaskan, penerbit sudah sepakat untuk secara serius memerangi pelaku pembajakan. KPJ sendiri, beranggotakan 12 perusahaan penerbit, yakni Bentang Pustaka, Diva Press, Relasi Inti Media, Penerbit Ombak, Galang Media Utama, CV Kendi, Gava Media, Pustaka Pelajar, Media Pressindo, Pojok Cerpen, LKis Pelangi Aksara dan Gardamaya Cipta.

Untung selaku perwakilan pedagang buku di shopping center saat razia ini mengaku menyadari bahwa pembajakan buku adalah bentuk pelanggaran hukum. Dia bersama ratusan pedagang, selama ini ikut memperjualbelikan buku-buku bajakan ke masyarakat luas.

“Tapi kami para pedagang juga komit untuk ikut memerangi peredaran buku bajakan. Kami akan berhenti Menjual buku bajakan sebagai bentuk dukungan terhadap aksi memerangi pembajakan buku,” katanya.

Ariyanto SH MH mengataan, razia ini merupakan langkah persuasif untuk membangun pemahaman dan kesadaran publik bahwa pembajakan adalah bentuk pelanggaran hukum yang serius.

Ari memandang, terkait kasus pembajakan ini, para pedagang buku termasuk yang berjualan di shopping center, adalah juga korban dari rantai pembajakan buku.

“Para pedagang ini harus diberi pembekalan dan pemahaman tentang legalitas penerbitan sebuah buku. Karena bisa jadi mereka belum memahami secara lengkap aspek hukumnya,” kata Ari.

Dalam UU Hak Cipta No.19 Tahun 2002, katanya, jika pelanggaran atas hak cipta yang dilakukan korporasi, kelompok ataupun seseorang, menggandakan tanpa izin dari pemegang hak cipta, akan dikenai denda serta sanksi kurungan sesuai yang diatur dalam pasal 72.Undang-undang ini, memberikan ancaman pidana penjara maksimal 7 tahun dan denda maksimal 500 juta, untuk mereka yang terlibat dalam pembajakan buku. (SM)