Krisis Merapi Mungkin belum akan Selesai

Krisis Merapi Mungkin belum akan Selesai

ASAP tipis masih mengepul dari dasar Kali Gendol yang berwarna putih keabu-abuan. Bau belerang cukup menyengat, meskipun koranbernas.id berdiri di ketinggian bibir tebing sungai pada Sabtu siang (12/3/2022). Nampak jelas, dari samping tempat yang disiapkan sebagai tempat memandang endapan lava Gunung Merapi di sisi barat Kali Gendol, dasar sungai berbeda warna. Bagian utara berwarna putih keabuan dan bagian selatan berwarna cenderung hitam, karena terdiri dari pasir yang basah bekas disiram hujan. Hujan itu pula, yang berubah menjadi uap air dan keluar bercampur gas belerang ketika menimpa endapan awan panas.

Titik batas berbeda warna itu, adalah bekas ujung lidah awan panas guguran Gunung Merapi, yang bergulung turun menyusuri alur Sungai Gendol, pada Rabu tengah malam (9/3/2022) hingga Kamis dinihari (10/3/2022). Jarak antara ujung lidah endapan awan panas ke puncak Gunung Merapi adalah 4,9 kilometer. Itu adalah hasil koreksi BPPTKG (Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi). Pada saat terjadi awan panas guguran tengah malam hingga dinihari itu, para pengamat memperkirakan jarak luncur awan panas 5 kilometer.

Hitungan ini didasarkan kepada durasi dan amplitudo yang terekam seismometer di enam pos pemantauan termasuk di kantor BPPTKG, Jl. Cendana No. 15 Yogyakarta. Lima lainnya adalah Pos Kaliurang, Ngepos, Babadan, Jrakah dan Selo. Seluruh pos pengamatan itu dilengkapi dengan seismometer yang langsung diterjemahkan ke dalam program di komputer.

Sepanjang pengamatan, dataran vegetasi di tebing timur dan barat Kali Gendol, relatif masih hijau. Ada sebagian daun dan ranting yang posisinya berada di bibir tebing nampak kecoklatan karena terbakar awan panas. Nampaknya, kandungan gas dalam gumpalan awan panas guguran tidak cukup pekat, sehingga tak nampak ada sapuan vegetasi yang terbakar, kecuali sebagian daun dan ranting di bibir tebing sungai.

Sebagai pembanding, pada erupsi Gunung Merapi tahun 2006 dan 2010, aliran awan panas yang mayoritas berasal dari magma baru, menghasilkan gas yang lebih pekat dengan suhu yang lebih tinggi. Akibatnya, udara yang terdorong oleh awan panas, juga menjadi udara panas yang mampu membakar pepohonan yang diterjang. Suhu awan panas diperkirakan pada seputaran 800 hingga 1.000 derajat Celcius.

Krisis belum Selesai

Apakah dengan kejadian awan panas ke Gendol kemarin aktivitas Merapi akan selesai? Menjawab pertanyaan ini, pengamat Gunung Merapi Heru Suparwoko mengatakan, bahwa kembali ke status “aktif normal”, adalah harapan semua orang.

“Maunya kita, kan Merapi baik-baik saja. Tidak menimbulkan bencana. Apalagi berkepanjangan,” ujarnya.

Status aktivitas Gunung Merapi ada empat level. Paling bawah adalah “aktif normal”, di atasnya status “waspada”. Lalu level ketiga adalah “siaga” dan level paling tinggi “awas”. Sejak 5 November 2020, status Gunung Merapi ditetapkan dalam level “siaga”. Level itu bertahan hingga saat ini.

Sebagai pengamat Merapi, Heru berkeyakinan, bahwa krisis Merapi belum akan selesai. Kubah lava terus bertumbuh, seiring dengan suplai magma dari kantong magma dan dapur magma. Kantong magma berada pada kisaran 1.500 m sampai 2.500 meter di bawah puncak. Sedangkan dapur magma berada di bawah 5.000 meter dari puncak gunung.

Vulkanolog Dr. Ratdomopurbo, yang juga pernah menjabat sebagai Kepala BPPTKG, dalam wawancara khusus dengan koranbernas.id pasca erupsi Merapi 2010 pernah mengatakan, naiknya magma ke permukaan itu, dalam kacamata vulkanologi ditandai dengan terjadinya gempa vulkanik. Dalam konteks Gunung Merapi, gempa vulkanik dibedakan menjadi dua, yakni gempa vulkanik dalam atau Vulkanik A (VTA) dan gempa vulkanik dangkal atau Vulkanik B (VTB).

Gempa Vulkanik A berasal dari dapur magma sedang gempa Vulkanik B berasal dari kantong magma atas. Gempa vulkanik terjadi, karena suplai magma liquid dari bawah menabrak sumbatan-sumbatan material yang mengeras di dalam gunung. Akibatnya terjadi jatuhan material di dalam jalur magma yang menyebabkan getaran. Getaran ini yang tercatat pada seismometer.

Sebelum erupsi Merapi 2010 yang diawali dengan letusan kecil pada 26 Oktober 2010 sore hari, suplai magma berupa gempa Vulkanik A relatif sangat sering terjadi. Fakta itu identik dengan besaran suplai magma dan energi yang dibawa.

Itulah sebabnya, ketika terjadi erupsi tahun 2010, berdasarkan perhitungan yang dirilis BPPTKG, volume material yang dilontarkan total mencapai 140 juta meter kubik. Sebagai perbandingan, satu truck tronton maksimal mampu dimuati pasir sebanyak 30 meter kubik. Artinya, setiap satu juta meter kubik pasir baru habis diangkut 33 ribu lebih truk tronton.

Dalam catatan BPPTKG, erupsi Merapi 2010 adalah yang terbesar sepanjang bisa dicatat. Letusan Merapi tahun 1872, hanya menghasilkan sekitar 100 juta meter kubik material keluar dari perut gunung. Krisis Merapi 2022, tentu masih terlalu jauh dibandingkan dengan erupsi Merapi 2010. Pada fase aktivitas vulkanik sekarang, tidak ada gempa-gempa VTA. Yang beberapa kali muncul menjelang guguran 9 dan 10 Maret 2022 adalah VTB.

Menurut Ratdomopurbo, aktivitas Merapi 2010 telah membuat jalan magma dari bawah ke atas relatif sangat lancar. Karenanya, relatif tidak akan ada rekaman seismik berupa VTA.

“Setelah erupsi 2010, jalur magma seperti jalan tol. Magma akan naik ke puncak tanpa hambatan,” kata Ratdomopurbo.

Aktivitas vulkanik Gunung Merapi memang masih harus ditunggu, bagaimana akhir dari perjalanan krisis. BPPTKG, sampai dengan pertengahan Maret 2022 masih menetapkan status “siaga” untuk Gunung Merapi. Ancaman awan panas berada di jalur Kali Gendol dengan jarak luncur maksimal 5 km serta Kali Woro dengan jarak luncur maksimal 3 km. Jalur barat daya dan selatan ancaman guguran lava dan awan panas mengarah ke Kali Bebeng, Krasak, Bedog dengan jarak luncur maksimal 7 km serta Kali Boyong maksimal 5 km.

Sepanjang masyarakat mematuhi anjuran BPPTKG, aktivitas vulkanik Merapi tidak akan mengancam jiwa manusia. Kewaspadan dan kesadaran masyarakat, menjadi kunci penting untuk menghindari bencana. Nah! (*)