Literasi Keluarga dan Peran Pustakawan

Literasi Keluarga dan Peran Pustakawan

LITERASI adalah kemampuan seseorang dalam mengolah dan memahami informasi saat melakukan proses membaca dan menulis. Dalam perkembangannya, definisi literasi berkembang mengikuti perkembangan yang ada di masyarakat. Definisi literasi awalnya adalah kemampuan membaca dan menulis. Saat ini definisi literasi menunjukkan pengertian baru dalam upaya memaknai literasi dan pembelajarannya.

Apriyanti (2010) berpendapat bahwa  literasi merupakan kemampuan dalam menemukan informasi yang dibutuhkan, mengerti bagaimana perpustakaan diorganisir, familiar dengan sumber daya yang tersedia, pengetahuan dan teknik yang biasa digunakan dalam pencarian informasi. Sedangkan UNESCO dalam Information for All Programme (2008) mengemukakan, bahwa literasi merupakan kecakapan seseorang untuk menyadari kebutuhan informasi, menemukan dan mengevaluasi kualitas informasi yang didapatkan, menyimpan dan menemukan kembali, membuat dan menggunakan informasi secara etis dan efektif, serta mengkomunikasikannya.

Melihat dari pengertian literasi tersebut di atas, maka dapat dipahami bahwa orang yang memiliki kemampuan literasi tentu dapat memahami informasi yang ada dan dapat menggunakan informasi yang diterimanya. Idealnya, orang-orang yang berpendidikan dan golongan ekonomi atas lebih memiliki kemampuan literasi dalam kehidupannya.  Namun ternyata tidaklah mesti demikian. Kita dapat melihat berapa banyak orang berkendaraan mobil memarkir mobilnya tidak pada tempat yang seharusnya. Bahkan sudah ada tanda dilarang parkir pun tetap dilanggar. Berapa banyak orang berseragam pelajar dan pegawai yang menerobos lampu merah di perempatan jalan. Inilah sebagian perilaku tanda bahwa orang belum memiliki kemampuan literasi.         

Literasi Keluarga

Yang dimaksud dengan literasi keluarga adalah menanamkan kemampuan literasi dalam keluarga. Kemampuan membaca dan memahami informasi harus ditanamkan dan dilatih sejak usia dini. Oleh karena itu, keluarga menjadi tempat yang pas dan cocok untuk menanamkan budaya literasi kepada anak-anak. Orang tua memiliki peran utama dalam menciptakan budaya literasi di keluarga. Sesungguhnya anak-anak belajar membaca dan  menulis itu dimulai dari rumah. Setelah anak-anak mampu membaca dan menulis, maka tugas orang tua adalah menyediakan bahan bacaan yang bermutu. Bacaan yang berisi pesan moral dan kebaikan. Jika perlu orang tua menambahkan penjelasan tentang bahan bacaan tersebut. Bila ingin memberi hadiah untuk anak-anak, maka jangan lupakan untuk memberi hadiah buku. Tanamkan pentingnya membaca buku. Namun tidak cukup memberi hadiah dan menyuruh anak-anak membaca buku. Orang tua adalah suri teladan terdekat dan terbaik bagi anak-anaknya. Oleh karena itu orang tua, baik ayah maupun ibu harus memberikan contoh dalam membaca dan memahami informasi yang ada dalam bacaan tersebut. Peran nyata orang tua dalam menanamkan literasi untuk keluarga adalah memberikan pengertian kepada seluruh anggota keluarga tentang pentingnya melek informasi. Bagaimana memahami dan memanfaatkan informasi yang diterima serta bagaimana mensikapi informasi tersebut. Orang tua juga wajib memberikan bahan bacaan yang sesuai dengan anggota keluarganya. Melatih meringkas bacaannya dan menceritakan kembali bahan yang dibacanya.

Penyikapan terhadap informasi yang diperoleh dalam kehidupan sehari-hari juga penting untuk dicontohkan. Misalnya contoh perilaku pengguna jalan yang baik dan yang buruk perilakunya. Tidak parkir sembarangan, tidak menyalahgunakan badan jalan dan trotoar serta bagaimana bersikap terhadap pengguna jalan lainnya. Pada saat berada di ruang publik, seringkali kita melihat rambu-rambu yang diperuntukkan bagi masyarakat. Sebagai contoh jika terdapat  tanda perintah untuk “membuang sampah pada tempat yang sudah disediakan”, maka hal itupun harus kita lakukan untuk memberi contoh. Ada perintah atau himbauan untuk tidak menginjak rumput, maka harus kita pahami dan kita lakukan perintah tersebut. Hal-hal yang sepertinya Nampak kecil dan sepele seperti itu, sesungguhnya menunjukkan jati diri sesorang apakah dia memahami informasi yang diterimanya atau tidak memahami sama sekali. Kemampuan literasi ini harus ditingkatkan melalui proses pembiasaan dan pengembangan. Sehingga anak-anak memiliki kemampuan literasi sebagai bekal menjalani kehidupan.

Peran pustakawan

Kemampuan literasi sebuah keluarga, sejatinya menjadi kewajiban dan tanggung jawab orang tua di keluarga tersebut. Namun demikian para pustakawan dapat berperan aktif dalam meningkatkan literasi keluarga ini. Pustakawan tentu saja juga memiliki keluarga. Maka mulailah dari keluarga kita masing-masing. Masyarakat akan menilai apakah layak seorang pustakawan memberikan pengetahuan tentang literasi sedangkan keluarganya sendiri tidak memahami budaya literasi dengan baik. Peran pustakawan dapat dioptimalkan melalui kerja sama dengan anggota keluarganya. Misalnya bekerja sama dengan anak-anaknya. Pustakawan dapat memberikan kelas literasi pada komunitas anak-anaknya. Hal yang sama dilakukan pada komunitas lain atau warga di sekitar tempat tinggalnya. Pustakawan sebagai pegiat literasi tentu memiliki dan memahami cara  menumbuhkan kemampuan literasi. Pemahaman tersebut dapat ditularkan kepada masyarakat sekitarnya. Proses transfer pemahaman tersebut dapat dilakukan secara luring maupun daring. Pada masa pandemi seperti ini, proses tersebut dapat dilakukan melalui diskusi di grup WA maupun media sosial lainnya. Namun harus diperhatikan, bahwa proses ini harus disepakati bersama terlebih dahulu. Misalnya disepakati waktu untuk diskusi masalah literasi adalah hari tertentu dan jam tertentu.

Sebagai pustakawan, jangan sampai lupa untuk mengenalkan tentang perpustakaannya dan bagaimana memanfaatkan perpustakaan tersebut. Informasi A sampai Z tentang perpustakaan harus disampaikan kepada seluruh masyarakat. **

Sarwono, MA.

Ketua PD Ikatan Pustakawan Indonesia DIY, Pustakawan UGM