Media Siber Harus Jadi Sumber Informasi Yang Dipercaya Publik

Media Siber Harus Jadi Sumber Informasi Yang Dipercaya Publik

KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA — Media siber di Indonesia memiliki potensi yang besar. Namun di saat yang sama, tantangan bagi industri juga tidak kecil. Butuh keseriusan dan perjuangan keras, agar media siber mampu berkembang dan menjadi rujukan informasi bagi publik.

Memberikan sambutan secara daring saat Pelantikan Pengurus dan Rakerwil AMSI Yogyakarta, Sabtu (9/4/2021), Ketua Umum Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), Wenseslaus Manggut, mengakui media-media siber yang tergabung di AMSI secara fisik memang terlihat berkembang. Selain jumlah anggotanya terus meningkat, aktivitas organisasi juga semakin baik.

“Dulu di awal pembentukan AMSI, bahkan ada yang menggelar pertemuan di warung dan sebagainya. Sekarang sudah semakin tertata dan rapi. Ini bukti, setidaknya secara fisik kita berkembang dan tidak stagnan,” kata Wenseslaus.

Saat ini jumlah anggota AMSI di Indonesia mencapai 400-an media. Jumlah ini tentu memiliki daya pengaruh yang sangat besar, apalagi jumlah anggota masih terus berkembang. Namun, di tengah perkembangan zaman yang memungkinkan siapa pun dapat menjadi sumber informasi, media siber harus dapat tampil semakin bisa dipercaya dan memenuhi kebutuhan publik atau pembaca.

“Kawan-kawan harus semakin rapi sampai ke daerah. Tidak sekadar struktur pengurus, tapi juga kompetensi. Informasi yang kita berikan harus semakin baik, benar dan bisa dipertanggungjawabkan serta memenuhi kebutuhan pembaca. Kemudian untuk keberlangsungan, kawan-kawan juga harus mampu memainkan diri dengan baik, di tengah tata kehidupan yang serba digital sekarang ini,” katanya.

Wakil Walikota Yogyakarta, Heroe Poerwadi, mengungkapkan hal serupa. Hadir dalam Rakerwil, Heroe yang juga mantan jurnalis ini melihat bahwa saat ini siapa pun bisa berperan sebagai penyebar informasi layaknya yang dilakukan jurnalis. Hal ini menjadikan kalangan jurnalis menghadapi semakin banyak pesaing dalam menyebarkan informasi ke masyarakat.

“Dulu yang bisa bikin berita ya hanya wartawan. Yang bisa motret ya wartawan atau fotografer. Tapi, sekarang ini siapa pun bisa. Memang, dulu kita masih bisa mengatakan kalau karya mereka yang bukan wartawan kurang ini dan itu. Tidak ada konfirmasi dan lain sebagainya. Tapi arus baru ini nyatanya tidak terbendung,” kata Heroe.

Selain itu, di kalangan media mainstream juga terjadi perubahan drastis. Sekarang ini, seorang jurnalis dituntut tidak hanya bisa menulis berita. Dia juga harus bisa memotret, membuat video dan sebagainya. Sebab media sekarang juga sudah terkonvergensi begitu rupa, seiring perkembangan zaman.

Ya gimana , dulu kalau media atau wartawan yang ngomong, orang pasti percaya. Sekarang ini, publik mulai berpikir berita media atau berita tulisan wartawan apakah pasti benar? Nanti dulu, dilihat dulu siapa di belakangnya. Ini benar-benar kejadian. Harus jadi pemikiran kita semua,” lanjutnya.

Ketua AMSI DIY, Anton Prihantono, mengatakan saat ini media memang dalam kondisi yang sulit. Ibaratnya sedang berada di jalan yang menikung. Media, termasuk media siber, juga dihadapkan pada kenyataan maraknya berita-berita hoaks, yang bagaimana pun tetap berpengaruh terhadap kepercayaan masyarakat terhadap media.

“Ini tantangan bagi kita semua. Apakah kita akan dapat melewati jalan menikung ini dengan mulus ataukah bablas. Itu semua tergantung kita. Saya berharap kita semua dapat terus menjadi media yang mencerahkan dan mampu meng-guidance publik serta menjadi media yang inspiratif. Saya berharap kawan-kawan anggota AMSI juga terus berjuang menayangkan konten yang sehat. Dengan demikian ke depan kita bisa menjadi media yang kuat dan kredibel serta diakui masyarakat,” kata Anton. (*)