Mempercepat Vaksinasi dan Ketepatan Bantuan

Mempercepat Vaksinasi dan Ketepatan Bantuan

PARAS-paras muram, wajah-wajah kusut dan muka-muka sayu bertebaran di mana-mana. Kita tak pernah tahu kapan pandemi Covid-19 berakhir, agresi virus satu ini masih saja menunjukkan eskalasinya menaik, bahkan hingga diberlakukannya PPKM level 3-4 sejak tanggal 21-25 Juli 2021, tak sedikit warga yang masih berteriak, saya lapar, saya miskin dan saya kena PHK, dan sebagainya.

Intinya, mereka mengalami persoalan urusan perut yang tidak bisa ditunda lagi. Dengan kata lain, masyarakat itu menjerit tapi tak bersuara.

Jika pengalaman sebelumnya tak sedikit kasus penutupan beberapa warung makan yang dilakukan oleh aparat berakhir ricuh, bahkan ada yang sampai ke perkara hukum.

Kita layak apresiasi kepada kawan-kawan Polri Banyumas yang telah memborong dagangan PKL di Purwokerto yang nekat berjualan selama PPKM darurat belum lama ini.

Kita acung jempol buat para kepala daerah dan elit lainnya yang mengajak dan mendorong sekaligus menggerakkan seluruh aparatur sipil negara (ASN) yang berpenghasilan tetap maupun masyarakat yang punya finasial lebih di wilayahnya untuk berbelanja di warung-warung pedagang kecil. Namun, secara online maupun take away.

Bekerja mesti dengan ikhlas untuk mengabdikan diri pada masyarakat. Layani masyarakat dengan 5S (Senyum, Sapa, Salam, Santun dan Sopan), buat pasien senang, nyaman dengan pelayanan kesehatan yang anda diberikan. Tegas boleh tapi nggak usah ngegas.

Kita maklum, maka kemudian pemerintah turun tangan melalui beragam bantuan, bahkan sebelum pandemi Covid-19 pun negara hadir. Melihat dan membaca angka Covid-19 yang masih cukup tinggi, tentu saja kita juga harus esktra keras menaikkan strategi penanganan pandemi, bahkan dengan cara yang berbeda.

Musim Covid-19 aneka bantuan diluncurkan dengan melibatkan beragam peran pemangku kepentingan, seperti Dinkes, Dukcapil, BPS, Dinkop, Dinsos khususnya menyangkut DTKS calon penerima bantuan. Namun demikian bantuan-bantuan itu pun belum sepenuhnya seperti yang kita harapkan. Ada kekurangtepatan sasaran, penambahan sasaran yang tak didukung data atau terlampau gampangnya syarat penerima bantuan, dll.

Mungkin sekarang tak kurang baiknya, kita bisa menempuh model penyaluran bantuan dengan melibatkan gerai-gerai UMKM, pedagang kecil, koperasi maupun BUMDes dengan aplikasi tertentu sekaligus sedikit memperbaiki nasibnya.

Bisa saja selain syarat dan ketentuan yang telah ditentukan pemerintah, barangkali negara bisa mensyaratkan 1 (satu) point lagi, yakni seluruh calon penerima bantuan harus terlebih dahulu melakukan vaksinasi yang dibuktikan dengan kartu atau sertifikat vaksin dengan NIK dan barcode.

Pada musim pandemi ini kartu vaksin seolah menjadi kartu sakti, seperti syarat mengunakan jasa penerbangan. Jika kemudian kartu satu ini menjadi syarat utama penerima bantuan Covid, rasanya tidak berlebihan.

Maka, ketika masyarakat tak bisa menunjukkan bukti tersebut di atas, maka mereka yang mengklaim akan mencairkan bantuan bisa kita tolak dan kita edukasi secara humanis untuk segera melakukan vaksin.

Dengan menunjukkan di aplikasi gadgetnya atau print out kartu/sertifikat vaksin, warga dengan mudah bisa mencairkan bantuan dengan cacatan hanya bisa ditukar dengan sejumlah nilai sembako yang menjadi kebutuhan primer pada masa paceklik ini. Lain tidak.

Karena ketika bantuan uang cash, dikhawatirkan akan dibelanjakan barang-barang konsumtif dan acap terbawa nafsu keinginan bukan kebutuhan, seperti membeli emas, elektronik, kredit motor, dan sebagainya.

Ketika antusias masyarakat vaksin menjadi masif, maka konsekuensi logisnya pemerintah harus memperbanyak sentra vaksinasi maupun penambahan volume vaksin.

Melalui model ini, peran unit-unit di atas yang bersentuhan dengan per-sembako-an atau kebutuhan pokok menjadi strategis untuk penukaran, pendistribusian maupun pemanfaatan bantuan Covid-19.

Semua itu bermuara untuk membantu kepentingan masyarakat, sekurangnya mengobati perut lapar tadi. Namun demikian, tentu unit atau lembaga di atas pun juga harus diberikan aplikasi yang tidak ribet sekaligus bisa menjadi filter atau sortir dalam proses penyaluran bantuan negara.

Pemanusiaan

Aplikasi inilah yang harus segera disebarluaskan ke masyarakat untuk bisa diakses lewat barcode vaksin. Salah satu syarat unit ini bisa menjadi penyalur bantuan Covid-19 ini mesti sudah terkoneksi dengan layanan perbankan (e-banking atau m-banking).

Pertimbangannya, mengurangi kerumunan warga, memberikan pasokan ilmu kepada masyarakat, mengakselerasi program vaksinasi Covid-19. Selain itu, proses ini akan membuat siklus ekonomi rakyat tumbuh.

Hal lainnya, tentu akan membuat bantuan Covid-19 ini lebih tepat sasaran pemanfaatannya. Sekali lagi, model atau mekanisme ini barangkali bisa dilakukan untuk menghilangkan teriakan, nyanyian, bahkan keluhan rakyat yang terimbas pandemi Covid-19.

Dari sisi perbankan pun akan bertumbuh, dengan perputaran uang tersebut yang bisa menghasilkan pendapatan bagi negara yang diekspektasikan bisa memperbesar volume maupun sasaran bantuan. Inilah filsofi mènèhi tanpa kélangan (memberi tanpa merasa kehilangan).

Itulah kemudian, dalam PPKM level 4 atau dalam skala luas penanganan pandemi Covid-19, Dinkop bisa mengakomodir UMKM binaannya layak menjadi penyalur bantuan pandemi.

Atau merambah pada aras OPD, seperti Dishanpan punya toko aplikasi online Pasar Mitra Tani (Pastani) yang tagline-nya pas harganya pas kualitasnya maupun Grabmart.

Kemudian peran Bulog pun tak kalah penting dalam kerangka besar penyaluran bantuan Covid-19 dengan menjaga stok pangan yang cukup, sehingga saat masyarakat butuh sembako pun tidak kedodoran kala pandemi menghantam.

Jangan sampai komoditas pangan justru ditangkap para tengkulak dengan harga pembelian beras dari petani lebih tinggi ketimbang lembaga logistik pemerintah, misalnya.

Inilah negara hadir. Semoga kita mampu melewati jalan terjal, masa-masa sulit ini dengan penuh gotong royong, tepa slira dan penuh pemanusiaan. *

Marjono

Kasubag Materi Naskah Pimpinan Pemprov Jawa Tengah.