Mendorong Investasi Mengalir ke Desa

Mendorong Investasi Mengalir ke Desa

SEPENGGAL potret desa kita hari ini sekurangnya menjelma dalam jumlah penduduk miskin pada September 2020 sebesar 27,55 juta orang, meningkat 1,13 juta orang terhadap Maret 2020. Persentase penduduk miskin perdesaan pada Maret 2020 sebesar 12,82 persen, naik menjadi 13,20 persen pada September 2020.

Pada periode yang sama, jumlah penduduk miskin perdesaan naik sebanyak 249,1 ribu orang (dari 15,26 juta orang pada Maret 2020 menjadi 15,51 juta orang pada September 2020).

Angka-angka tersebut menunjukkan kemiskinan kita masih meradang, apalagi ditimpa pandemi Covid-19 dan bencana alam yang masif.

Hanya mengandalkan aliran dana desa saja tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan warga. Meski hampir setiap tahun dana tersebut naik, nampaknya masih dibutuhkan tak sedikit dana untuk membawa passion pembangunan. Meskipun berkat dana desa, investor tertarik menanamkan modal hingga Rp 63 triliun (detikFinance.com, Rabu, 24 Okt 2018). Kemudian, kompas.com (25/6/2019) menuangkan tajuk:  68 perusahaan investasi Rp 64 Triliun untuk pengembangan desa.

Sementara dikutip dari laman https://www.sinarmassekuritas.co.id (24/8/2020), PT Semen Indonesia (Persero) Tbk (SIG) menggelontorkan dana Rp 1,94 miliar untuk membangun sarana dan prasarana desa di Jawa Tengah (Grobogan dan Cilacap) dan Jawa Timur (Sampang, Pasuruan, Probolinggo dan Ponorogo).

Hari ini potensi atau sumber daya desa masih cukup melimpah. Lanskap alam maupun elemen manusia dengan segenap aktivitasnya menjadi poin yang marketable ke investor. Kita akui, seperti potensi pertanian yang terhampar di pedesaan bisa menjadi nutrisi berkelanjutan, tanpa ada lagi kelangkaan pangan. Produk-produk pertanian pedesaan sebagian besar didistribusikan ke kota. Sektor agraris ini cukup dominan bagi perekonomian desa.

Beberapa produk turunan darinya, misalnya padi, palawija, buah-buahan maupun sayur-syuran (horltikultura), dll, cukup berperan sebagai penyangga hidup bagi masyarakat desa.  Salah satunya, potensi buah nanas di Belik Pemalang menjadi sentra produksi atas komoditas tersebut. Pertanyaannya, bagaimana potensi ini bukan lagi dikirim besar-besaran dalam bentuk bahan mentah ke Jakarta, tapi bagaimana produk buah ini mampu diolah oleh warga dengan teknologi yang mudah dan mampu memberikan nilai tambah warga, sekurangnya secara keekonomian.

Atau bagaimana kaum muda desa tak sekadar duduk manis menggantungkan rupiah demi rupiah jatuh dari kantong orangtuanya. Pendeknya, bagaimana mereka ini tak menjadi parasit desa, pengangguran. Lebih jauh lagi, bagaimana mengubah sikap mental warga desa, sehingga punya mental eagle fighting, semangat berkerja keras, tak gampang putus asa atau tak mudah terjebak dengan angin surga alias bujuk rayu pihak yang kurang bertanggungjawab. Iming-iming menjadi TKI, OKB, atau punya uang banyak secara instan. Itu lebih pada agenda-agenda meninabobokan warga tanpa melalui kesulitan dan keringat deras.

Itulah kemudian, pemerintah desa bisa saja mengundang atau memanggil para investor hingga mau menanamkan kapitalnya di wilayah pedesaan. Modal tak selalu uang, bisa pula berupa pengetahuan, ketrampilan maupun teknologi. Pasal 54 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa menyebutkan, musyawarah desa adalah forum permusyawaratan yang diikuti badan permusyawaratan desa, pemerintah desa, dan unsur masyarakat desa untuk memusyawarahkan hal yang bersifat strategis yang dimaksud, di antaranya menyangkut rencana investasi.

Investasi menjadi jalan lain bagi desa untuk memakmurkan warga. Selain kepastian keamanan, penting disiapkan ketersediaan infrastruktur yang memadai, seperti jalan, jembatan dan lahan. Juga ketersediaan tenaga kerja dan tarif lahan yang masih terjangkau. Hal lain, yakni soal regulasi yang memberi kemudahan dalam perizinan, dll. Tanpa itu semua, rupanya investasi hanya akan muncul resistensi dari warga.

Beberapa hal bisa kita tawarkan kepada calon investor, mulai dari satu desa satu produk maupun satu BUMDes banyak produk. Dengan cara ini, desa bisa menyiapkan pilihan-pilihan investasi berikut perspektif bisnisnya. Investasi melalui BUMDes bisa dilakukan oleh in-out desa. Maka, desa bisa mulai menggandeng dunia kampus, lembaga riset maupun pemangku kepentingan lain terkait. Mereka ini kita asumsikan mampu mendatangkan kolega investornya ke desa, yang bisa didahului dengan studi kelayakan, penelitian maupun survei pasar atas sumberdaya dan produk yang dihasilkan desa bertebaran.

Kapasitas SDM

Selama ini pendampingan yang diberikan kepada desa terkait tertib administrasi desa dan kinerja atau praktik UU desa dan pendampingan masyarakat dalam pembangunan desa, maka kemudian, penting desa mendapatkan pendampingan untuk menangkap investasi yang akan masuk ke wilayahnya. Jadi, jika ada investor masuk sangat terbuka untuk berkoordinasi dengan pihak desa, agar tata ruang atau tata desa sebagai salah satu persyaratan pendirian usaha atau industri bisa terpenuhi termasuk keterlibatan tenaga kerja.

Artinya, literasi investasi pun tak kalah penting bagi desa, misalnya nabung saham oleh BI atau kerja sama dengan Pertamina lewat Pertashop “SPBU Mini,” di desa. Karena sekarang di pedesaan volume kendaraan bermotor cukup banyak, apalagi seperti pengalaman desa di Tuban silam, gegara dapat ganti untung kilang minyak, semua warga memborong kendaraan bermotor. Ini juga perspektif bisnis di desa yang acap terlewatkan.

Maka kemudian, untuk menarik investor ke desa, mau tak mau SDM desa masih harus ditingkatkan kualitasnya, agar bisa bersaing di bursa kerja. Sementara perangkat desa juga sudah saatnya diberikan program agar kapasitasnya dalam menggaet investor, CSR, diaspora dan berinvestasi di desa makin berkembang. Akademisi dari UGM, Sutoro Eko, menegaskan, betapa penting peran desa untuk dilibatkan sebagai pemegang saham dalam investasi skala besar yang masuk ke wilayah desa (antara, 11/11/2014).

Di sini perlu dipikirkan dan penting  memberikan pelayanan perizinan untuk investasi dan usaha bisnis, serta pembentukan koperasi dan BUMDes secara elektronik, yang mudah, sederhana, cepat, dan tepat. Kemudian, mengusulkan Pemda membuka pintu bagi investor di wilayahnya menggunakan tanah kas desa. investasi di aras desa barangkali cukup lambat, salah satunya terbentur harga tanah yang mahal dan dominasi pada kawasan produksi atau industri merupakan tanah hak milik. Maka, jalan keluarnya seperti memanfaatkan tanah kas desa.

Tak kalah penting, upaya ini mesti diimbangi perbaikan kualitas layanan aparatur pemda dan pemdes dalam memberikan kemudahan berinvestasi. Untuk meningkatkan investasi, diperlukan progam proaktif yang mempromosikan keunggulan potensi yang ada di kawasan pedesaan, termasuk menyederhanakan prosedur perizinan yang tidak lagi butuh waktu lama.

Kita akui, saat ini sudah menggeliat bisnis-bisnis startup yang memfokuskan kegiatan pada pengembangan wilayah pedesaan. Namun demikian, teknologi maupun investasi yang mengalir ke desa harus tetap bertumpu pada kearifan lokal dengan menghormati spirit dan nilai kedesaan yang selalu kita rawat. **

Marjono

Penulis Ruas Panjang Pemberdayaan Masyarakat; Kasubag Materi Naskah Pimpinan Pemprov Jateng