Mengasah Jurus Baru Badan Kerja Sama Antardesa

Mengasah Jurus Baru Badan Kerja Sama Antardesa

SALAH satu implementasi UU 6/2014 tentang Desa yang sangat penting adalah diberikannya dana desa. Dana tersebut mesti dikelola dengan sebaik-baiknya untuk kemakmuran masyarakat. Saat ini utamanya untuk penanggulangan Covid-19, dan mendukung praktik PPKM Mikro hingga RT/RW desa dan pemberdayaan masyarakat desa dalam rangka penanggulangan kemiskinan serta peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Bagi desa, untuk menata kembali kebijakan pembangunan serta kemandirian desa, seluruh program pembangunan masuk desa harus menyesuaikan rencana pembangunan desa, termasuk kerja sama antardesa dalam hal isu-isu strategis. Seperti investasi, pengelolaan sumber daya strategis, masih banyak hal lain yang diatur dalam UU Desa, yang intinya semangat pembaruan bagi desa-desa. Di luar itu, UU Desa sudah sangat reformis, bahkan mendorong secara revolusioner untuk seluruh desa di negeri ini.

Menyangkut kerja sama antardesa atau beberapa desa, misalnya dalam 1 kecamatan atau lebih bahkan menyentuh desa antarkabupaten dalam satu kawasan seksi, acap terbengkelai tidak produktif. Maka kemudian, kerja sama antardesa menjadi penting dioptimalkan. Salah satu lembaga desa yang cukup seksi, jarang dibincang, tapi punya peran besar terhadap kemajuan dan kesejahteraan desa, yakni Badan Kerjasama Antar Desa (BKAD). UU 6/2014 tentang Desa.

Secara benderang Pasal 92 ayat 3 menyatakan, bahwa kerja sama antardesa dilakukan oleh BKAD yang dibentuk melalui peraturan bersama kepala desa, kemudian pada PP 43/2014 tentang BKAD menunjuk pasal 144 menyebutkan, BKAD terdiri atas Pemdes, anggota BPD, Lembaga Kemasyarakatan Desa, lembaga desa lainnya dan tokoh masyarakat dengan menimbang keadilan gender. Kita sekarang berpikir kawasan. Kawasan tidak hanya berbicara soal desa. Saat ini di berbagai bidang yakni, kesehatan, ekonomi, dan pelayanan sosial dasar pada desa-desa masih sangat terbatas.

Dana desa sudah mulai bisa memperkuat kaki-kaki tersebut. Namun kita juga harus mulai berbicara soal pendalaman. Pendalaman butuh kolaborasi dan kawasan bisa menjadi sarana untuk meraih hal tersebut. Untuk mewujudkannya, butuh konsensus soal potensi sumber daya. Beberapa argumen penting soal kawasan, pertama soal nilai tambah. Bertumpu pada bahan baku harus diakhiri. Semua harus masuk sektor pengolahan, sekalipun dalam skala kecil. Untuk meraih nilai tambah tersebut, perlu yang namanya skala ekonomi. Demikian banyak di negeri ini yang hanya mengandalkan bahan baku. Coba cek semua sektor, kita eksportir terbesar bahan baku. Tapi kalau soal produk turunan, kita selalu kalah. Itulah relevansi pertama pentingnya kerja sama desa berkonsep kawasan dalam nilai tambah.

Kedua, ada relevansi soal bargaining position. Berbicara perdesaan akan selalu terbersit soal rantai pasok yang sangat panjang. Contoh susu sapi, di tingkat peternak harga hanya Rp. 5.000,- tapi sampai konsumen bisa sampai Rp. 15.000,-. Sehingga posisi tawar menjadi penting untuk memangkas rantai pasok tersebut. Daya tawar naik karena adanya kolaborasi dan agrerasi seluruh produsen. Sebab distributor tak mau kalau hanya dengan produsen kecil. Perlu agrerasi. Inilah yg kita maksud soal relevansi daya tawar dalam kawasan.

Ketiga, kawasan perdesaan disusun bukan untuk memangsa potensi desa yang lain.

Keempat, soal rentang kendali yang efektif. Kalau saja pemerintah pusat mengembangkan desa-desa tadi sendiri, tentu tak akan mampu. Rentang kendali pemerintah pusat hanya sebatas kemampuan untuk melakukan pembinaan dan supervisi. Tapi kalau berbicara soal kawasan, pengembangan lebih mungkin terjadi. Kawasan tersebut bisa jadi zona-zona pembangunan. Apabila kawasan ini berhasil, desa pasti akan terbangun. Sebab kawasan tadi dibangun atas dasar konsensus antardesa tadi.

Keterkaitan dengan BUMDes Bersama, organisasi ekonomi desa harus diurus melalui BUMDes. BUMDes Bersama punya makna penting terutama soal konsolidasi penguasan ekonomi di desa. Dengan adanya organisasi ekonomi yang mapan di desa, seperti BUMDes Bersama, maka promosi sumberdaya ekonomi desa lebih mudah dilakukan. Terlebih kegiatan promosi tidak mudah dan murah, serta perlu pengetahuan yang lebih banyak.

Apalagi jika diserahkan hanya kepada pelaku-pelaku individu, maka tidak akan mampu. Itulah pentingnya organisasi yang bagus untuk berkompetisi dengan pelaku ekonomi yang lainnya dalam level setara. Soal advokasi. Advokasi kebijakan ekonomi penting untuk menyusun kebijakan ekonomi yang penting, sehingga pelaksanaan arena ekonomi berjalan lebih seimbang. Suara bisa dikapitalisasi dibanding apabila bersuara secara individu. BUMDes Bersama bisa dijadikan platform untuk menyuarakan kebijakan-kebijakan yang tidak adil.

Kepala Desa: Kunci

Terciptanya kerja sama antardesa pasti melalui sebuah proses. Kesadaran akan kepentingan yang bersama membuat isu ini menjadi bahan diskusi penting di tingkatan masyarakat setempat. Apalagi penggunaan dana desa juga diarahkan untuk pencapaian 18 SDGs Desa. Kerja sama desa ini dilakukan karena sama-sama memiliki kepentingan. Masyarakat desa sadar sepenuhnya, bahwa mereka tak bisa hidup sendiri. Mereka saling membutuhkan satu sama lain. Maka sudah saatnya pada era milenial ini, desa-desa harus bangkit memulai melakukan kerja sama desa ini secara kawasan.

Inilah kemudian yang mendorong musyawarah antardesa (MAD) nasional, yang berobsesi membidani lahirnya BKAD dalam skala nasional, yang akan menjadi wadah kerja sama antardesa di bidang pemerintahan, pembinaan, pembangunan dan pemberdayaan.

"Salah satu gagasan besarnya, selain mendorong lahirnya BUMDes Bersama Indonesia sebagai holding BUMDes tingkat nasional, juga diarahkan untuk melahirkan kerja sama di bidang advokasi kebijakan, mediasi, dan paralegal," ujar Baitsul Amri selaku Ketua panitia MAD nasional di Bantul baru-baru ini (Gatra, 29/1/2021). Agenda ini juga akan membantu menjembatani masalah batas desa dan masalah pemanfaatan sumber daya bersama dalam satu kawasan perdesaan.

Tentu kerja sama yang dilakukan antardesa, kawasan bahkan nasional ini tidak boleh merugikan masing-masing pihak, harus lebih menguntungkan bersama-sama. Sebelum melangkah lebih jauh, gagasan ini sebenarnya terletak kepada para Kepala Desa yang hendak bekerja sama, apakah seorang kepala desa dengan jabatan strategisnya memang merasa ini sebagai suatu bentuk langkah memperkuat pendapatan desanya?

Kita bisa lihat seberapa jauh sepak terjang kepemimpinannya dalam menangkap peluang emas ini, mau diambil atau diabaikan, hal inilah yang harus dilakukan. Kita optimis, kolaborasi akan menjadi strategi penting dalam memajukan dan mensejahterakan masyarakat desa. Inilah momentum BKAD mengasah jurus baru menuju desa genial, yakni riang dan berani, sekurangnya untuk menentukan nasib dan masa depannya. **

Marjono

Kasubag Materi Naskah Pimpinan Pemprov Jateng