Menjadi Pahlawan Bisa Dimulai dari Lingkup Paling Kecil

Menjadi Pahlawan Bisa Dimulai dari Lingkup Paling Kecil

KORANBERNAS ID, YOGYAKARTA -- Relawan dan tenaga medis adalah garda terdepan dalam pertempuran melawan virus Corona di seluruh dunia. Pada peringatan hari pahlawan yang jatuh pada 10 November 2021 sepatutnya mengapresiasi pahlawan-pahlawan baru dalam penanganan Covid-19 di Indonesia ini.

"Dalam konteks mengambil hikmah hari pahlawan ini adalah bagaimana mengedukasi dan memberi pemahaman kepada masyarakat luas bagaimana sama-sama berjuang melawan wabah global Covid-19," terang Wiryanta, Direktur Informasi dan Komunikasi Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Kementerian Komunikasi dan Informatika, usai dialog publik Pahlawan Milenial dan Nilai Luhur Budaya di Era Digital, Sabtu (6/11/2021) malam.

Wiryanta melanjutkan, perlu sungguh-sungguh dalam sama-sama berjuang melawan pandemi ini. Kalau negara berjuang memperkuat 3T (testing, tracing dan treatment), maka masyarakat juga berjuang dengan benar-benar menerapkan 3M yaitu mencuci tangan, memakai masker dan menjaga jarak.

Selain itu Wiryanta menekankan semua pihak harus berhati-hati dalam rangka mencegah terjadinya gelombang ketiga Covid-19, jangan sampai terjadi seperti di daratan Eropa saat ini. Beberapa negara termasuk Inggris, Jerman dan Rusia, kasus Covid-19 meningkat secara masif.

"Karena kalau yang terpapar Covid-19 di dunia meningkat dengan tajam, itu berarti memerlukan resource, terutama biaya yang sangat mahal," lanjutnya.

Sementara Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hayu menegaskan, untuk menjadi pahlawan bisa dimulai dari hal yang kecil. "Pahlawan itu kan sebenarnya yang penting berjuang membantu sesama agar menjadi lebih baik. Perkara skalanya itu besar atau kecil, itu nanti. Dari konteks yang sederhana itu sebenarnya kita gak perlu jauh-jauh keluar sebenarnya, karena leluhur sudah mengajarkan," terangnya.

Hayu melanjutkan, semua itu sudah ditanamkan sejak dahulu. Tinggal bagaimana kita mau memahami atau tidak, sudah familiar belum, bahwa budaya itu bukan hanya harus tahu bagaimana caranya menari atau harus tahu cara memainkan gamelan.

"Karena budaya Jawa itu yang penting dilakoni dalam keseharian. Untuk anak era sekarang sebaiknya paham akan ajaran-ajaran leluhur," lanjutnya.

Dalam budaya Jawa, jika dikaitkan dengan kepahlawanan, lanjut Hayu, satria itu sengguh. Yaitu percaya diri, tapi tetap rendah hati, tidak sombong. Kemudian sangkan paraning dumadi, pemimpin dan yang dipimpin bergerak bersama. Hal ini bisa dimulai dari lingkup yang paling kecil.

"Bisa diterapkan di keluarga atau diterapkan di kelas. Misal ketua kelas jangan semena-mena, isane mung ngonkon-ngonkon," kata Hayu.

Hayu menambahkan, untuk lebih membumikan warisan leluhur, keraton Jogja sudah melakukan subtitling pada setiap konten digital di kanal YouTube. Dengan demikian diharapkan penonton lebih dapat mengerti tentang tarian atau lantunan sinden yang terkadang sulit untuk dimengerti maknanya.

"Selain bahasa, subtitle juga dibuat dalam terjemahan ke bahasa Inggris," tandasnya. (*)