Pembangunan Bendungan Bener Dinilai Lamban

Pembangunan Bendungan Bener Dinilai Lamban

KORANBERNAS.ID, PURWOREJO -- Paguyuban Masyarakat Terdampak Bendungan Bener (Masterbend) menilai pembangunan Bendungan Bener berjalan lamban. Mereka menyebut keterlambatan itu karena Pejabat Pengadaan Tanah (P2T) yang terdiri dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) juga lamban.

Hakim Pengadilan Negeri Kabupaten Purworejo pada 9 September 2021) mengabulkan tuntutan penggugat dalam hal ini 154 orang pemilik dari 176 bidang tanah yang terdampak pembangunan Bendungan Bener.

Sedangkan pihak tergugat Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Purworejo dan Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) selaku Panitia Penghitungan Tanah Terdampak Bendung.

Perhitungan KJPP dinilai hakim tidak sesuai dengan UU No 2 tentang Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum. Namun kenyataannya BPN dan KJJP selaku tergugat melakukan banding pada Kamis (23/9/2021).

Masterbend yang berasal dari warga tujuh desa yaitu Desa Nglaris, Desa Limbangan, Desa Guntur, Desa Karangsari, Desa Bener, Desa Kedungloteng dan Desa Kemiri Kecamatan Gebang mematok lahan bermasalah. Lahan yang dipatok tidak boleh disentuh oleh PT. Artinya, PT tidak boleh mengerjakan lahan yang masih bermasalah.

Jika P2T melakukan banding, penyelesaian musayawarah penentuan harga bidang semakin tidak jelas batasan waktunya. Hal ini bertentangan dengan perintah Presiden RI Bendungan Bener harus selesai tahun 2023.

Eko Siswoyo selaku koordinator aksi sekaligus ketua Masterbend mengatakan pihaknya memasang patok untuk lahan yang masih bermasalah.

“Dari awal kami mendukung hadirnya Proyek Strategis Nasional (PSN). Namun yang menghambat adalah Pejabat Pembuat Akta Tanah (P2T) dengan melakukan upaya banding, P2T telah memperlambat progres pembangunan Bendungan Bener,” jelasnya.

Pemasangan patok secara simbolis dilakukan empat orang yaitu Tri Wahyudi, Gunawan S, Yumarkah, Suryanto, di Desa Guntur Kecamatan Bener  yang tidak masuk penetapan lokasi (penlok). “Selanjutnya pemasangan patok dilakukan untuk 174 lahan dan 154 pemilik,” jelasnya.

Menurut dia upaya ini adalah membantu pemerintah agar bisa segera menyelesaikan persoalan atas lahan masyarakat terdampak Bendungan Bener. Namun sampai sekarang masih belum ada titik temu.

Eko juga mengeluhkan banyak tuduhan yang merugikan pihaknya. “Mari kita sikapi dengan pikiran yang jernih segala tuduhan negatif. Yang jelas kami tidak menghambat pekerjaan Bendungan Bener,” tandas Eko.

Pada kesempatan tersebut Eko menyampaikan tuntutan Masterbend di antaranya tanah yang berperkara tidak boleh disentuh. Segera bayar uang ganti rugi (UGR) Desa Limbangan.

Selanjutnya, segera musyawarahkan 174 bidang tanah. Kalau 15 hari tidak ada musyawarah akan dipatok sebagian, 30 hari  tidak juga ada musyawarah akan dipatok semua lahan. “Silakan kerjakan di lahan yang sudah dibayar. Tidak ada kegiatan yang melanggar hukum,” kata Eko.

Akses Bendungan Bener via Desa Guntur ditutup karena lahan sengketa. Namun masih ada akses jalan lain menuju Bendungan Bener.

Salah seorang pemilik lahan yang dipatok, Gunawan,  mengatakan pihaknya pernah menerima uang sewa Rp 10 ribu per meter lahan untuk satu tahun.

“Namun nyatanya kami hanya menerima sekali saja, hampir tiga tahun lalu. Sewa tersebut sebagai uang tunggu sampai masa pembebasan tanah selesai, dan proyek bisa dikerjakan,” kata Gunawan kepada koranbernas.id, Minggu (26/9/2021).

Kasi Penetapan Hak dan Pendaftaran Badan Pertanahan Nasional (BPN), Tukiran, mengatakan keputusan hakim Pengadilan Negeri dinilai kabur. “Keputusan hakim kabur dan kami tidak bisa melaksanakan. Ya, kami melakukan banding," jelas Tukiran kepada wartawan melalui pesan singkat. (*)