Pembelajaran Daring belum Efektif bagi Anak Usia SD

Pembelajaran Daring belum Efektif bagi Anak Usia SD

COVID-19 merupakan virus yang berasal dari China dan menyebar ke seluruh dunia. Akibatnya, seluruh dunia menerapkan pola hidup new normal, seperti menggunakan masker ketika bepergian keluar rumah, membawa handsinitizer, rutin mencuci tangan, dan lainnya yang bertujuan menjaga kebersihan. Salah satu kegiatan yang dilakukan oleh hampir seluruh negara untuk bidang pendidikan adalah dengan melakukan pembelajaran jarak jauh atau pembelajaran daring, termasuk Indonesia.

Berbagai upaya telah di lakukan oleh pemerintah, termasuk mengurangi segala aktivitas yang dapat berisiko pada peningkatan jumlah postif Covid-19. Wabah Covid-19 sudah menyebar di Indonesia pada Maret 2020 dan Indonesia mulai memberlakukan pembelajaran secara daring atau jarak jauh sejak awal April 2020 melalui keputusan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI (Kemendikbud).

Pembelajaran daring menjadi satu-satunya solusi dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. Seperti yang kita ketahui bersama, pembelajaran tatap muka ditiadakan dan beralih pada pembelajaran daring (dalam jaringan). Pembelajaran daring atau jarak jauh adalah pembelajaran yang menggunakan teknologi web dan internet dalam menciptakan pengalaman belajar. Pembelajaran secara daring dianggap menjadi solusi kegiatan belajar-mengajar tetap jalan di tengah pandemi corona. Meski telah disepakati, cara ini menuai kontroversi. Bagi tenaga pengajar, sistem pembelajaran daring hanya efektif untuk penugasan. Mereka menganggap untuk membuat siswa memahami materi, daring dinilai sulit.

Pembelajaran daring hingga kini masih mengalami kendala. Tidak dapat dipungkiri pendidikan tidak dapat berjalan dengan maksimal dan tujuan pendidikan juga tidak dapat tercapai sepenuhnya. Selain itu, kemampuan teknologi dan ekonomi setiap siswa berbeda-beda. Tidak semua siswa memiliki fasilitas yang menunjang kegiatan belajar secara daring ini. Apalagi jika terdapat siswa yang berasal dari pelosok desa, maka koneksi internet yang susah, smartphone yang kurang canggih, bahkan ada beberapa siswa yang tidak memiliki smartphone android, serta kuota internet yang mahal menjadi hambatan nyata.

Terlebih lagi pada jenjang sekolah dasar; usia anak masih tergolong sangat muda, pikiran mereka  penuh dengan dunia bermain dan bersenang-senang. Kemampuan anak dalam mengoperasikan gadget juga belum maksimal. Mereka seharusnya mendapatkan proses belajar tatap muka secara langsung dan bisa bersosialisasi dengan teman-temannya di sekolah. Pakar psikologi mengatakan, karakter siswa akan terbentuk jika mereka bertemu secara langsung dengan gurunya. Selain mengingat gaya gurunya mengajar, mereka juga dapat terbentuk karakternya. Namun, karena kondisi yang tidak memungkinkan untuk melakukan tatap muka, pembelajaran dialihkan secara daring.

Pembelajaran daring bukan hanya proses pembelajaran antara guru dan murid saja yang dilakukan di media online seperti whatsapp, google classroom, zoom dan lainnya, tetapi orang tua juga ikut serta mendampingi dalam proses pembelajaran. Ini karena pemerintah menganjurkan orang tua untuk membimbing atau menjadi guru untuk anaknya ketika di rumah. Guru adalah orang tua ketika di sekolah, tidak hanya memberikan ilmu, guru harus dijadikan panutan yang baik untuk siswa. Sebaiknya guru menjalin tali silaturahmi yang baik dengan orang tua peserta didik, agar pembelajaran daring lebih efektif, karna pembelajaran jarak jauh guru harus memberikan saran, motivasi, semangat kepada para siswa dalam pembelajaran.

Hal ini seharusnya kembali menjadi perhatian, agar guru menemukan solusi untuk pembelajaran yang efektif dalam masa pandemi ini, khususnya pada jenjang sekolah dasar, karena ternyata pembelajaran daring untuk jenjang sekolah dasar belum bisa dikatakan efektif. *

Catur Rohmiati

Mahasiswi Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta.