Pembelian BBM Dibatasi, Petani Klaten Kebingungan

Pembelian BBM Dibatasi, Petani Klaten Kebingungan

KORANBERNAS.ID,KLATEN - Para petani di sejumlah wilayah di Kabupaten Klaten mengeluhkan kebijakan pemerintah yang membatasi pembelian BBM jenis Pertalite di Stasiun Pengisian Bahan bakar Umum (SPBU). Menurut petani, kebijakan itu terlalu memberatkan di tengah situasi yang serba sulit ini.

Selain membatasi pembelian hanya 4 liter, kebijakan pemerintah yang baru-baru ini menaikkan harga BBM juga dinilai semakin memperburuk kondisi ekonomi petani. Apalagi saat ini sedang musim kemarau, dimana petani terancam gagal panen jika tanaman di ladang kekeringan akibat kekurangan air.

Adalah Wahyudi, salah seorang petani di Dusun Jambon Desa Sabrang Lor Kecamatan Trucuk. Di temui di lahan pertanian yang dia kelola, Kamis (22/9/2022), dia menceritakan kalau tanaman jagung miliknya kini berumur dua bulan.

Karena saat ini musim kemarau dan ingin agar tanaman jagung miliknya bisa panen, maka dirinya berinisiatif menyedot air dari sumur patok yang ada di pinggir lahan.

Upaya untuk menyedot air dengan mesin pompa air tentu butuh bahan bakar. Disinilah dia kebingungan karena BBM yang dibutuhkan tidak cukup dengan 4 liter saja.

"Sekarang ini kalau beli pertalite dengan jerigen di pom, hanya dibatasi empat liter. Itupun harus antri dan bawa surat pengantar dari desa. Tentu BBM itu tidak cukup untuk ngaliri semua lahan," kata Wahyudi.

Ditambahkan, BBM empat liter hanya cukup digunakan menyedot air selama sekitar tiga jam saja dan mengaliri lahan setengah patok saja. Sedangkan untuk mengaliri lahan seluas satu patok kata dia, setidaknya butuh BBM delapan liter.

"Padahal lahan pertanian yang saya kelola satu patok lebih. Satu patoknya sekitar dua ribuan meter," ujar bapak tiga orang anak ini.

Berbeda dilakukan Agus, warga Desa Sabrang Lor lainnya. Akibat harga BBM naik, dirinya tidak lagi menggunakan BBM untuk menyedot air dari sumur patok. Kini, dia menyalakan mesin pompa air menggunakan LPG 3 kg karena lebih irit biaya.

"Setelah saya hitung-hitung ternyata biaya menyedot air lebih irit pakai gas dibandingkan BBM. Hanya saja memakai gas harus rutin dilihat agar jangan sampai habis gasnya. Kalau gasnya habis, mesin mati tapi tetap panas dan bisa bahaya," terangnya.

Bahayanya kata dia, bisa meledak seperti pernah terjadi sekitar satu tahun lalu. Saat itu cerita dia, ada seorang petani menyedot air dari sumur menggunakan LPG 3 kg. Saat mesin pompa airnya hidup berjam-jam lamanya tiba-tiba meledak. 

Langkah serupa dilakukan sejumlah petani di Desa Kalikotes Kecamatan Kalikotes dan di wilayah Kecamatan Juwiring. Dengan alasan lebih irit, mereka memilih menggunakan LPG untuk menyedot air dari sumur patok untuk mengaliri lahan pertanian yang dikelola.

Camat Trucuk, Rabiman AP, M.Si saat dikonfirmasi membenarkan adanya keluhan sejumlah petani terkait kebijakan pembatasan pembelian BBM di SPBU.
.
"Benar, ada yang mengeluh beli BBM di SPBU karena dibatasi. Akan kami koordinasikan dengan pihak terkait, seperti Bagian Perekonomian," jelas mantan Sekretaris Satpol PP Klaten itu. (*)