Penguatan Karakter pada Masa Krisis

Penguatan Karakter pada Masa Krisis

MENGHADAPI krisis akibat pandemi Covid-19, Kemendikbud menerbitkan Keputusan Nomor 719/P/2020 tentang Pedoman Pelaksanaan Kurikulum pada Satuan Pendidikan dalam Kondisi Khusus. Kurikulum Darurat ini dimaksukan untuk menyederhanakan kurikulum nasional dan memberi fleksibilitas bagi sekolah untuk memilih kurikulum yang sesuai kebutuhan pembelajaran. Sederhananya, modul pembelajaran kurikulum darurat mengutamakan tiga kompetensi yakni: literasi, numerasi dan penguatan karakter. Menurut penulis, dari ketiganya, penguatan karakter harus menjadi prioritas pada masa krisis ini. Mengapa? 

Pengertian

Menurut The Free Dictionary, ‘character building is to improve certain good or useful traits in a person’s character, especially: self-reliance, endurance, and courage. Penguatan karater adalah upaya meningkatkan sifat-sifat yang baik dan bermanfaat pada diri seseorang, utamanya kualitas kemandirian, daya tahan dan keberanian. Mari kita membahas ketiga sifat itu.

Pertama, kemandirian (self reliance). Yang dimaksudkan dengan kemandirian adalah kebutuhan orang untuk menolak mengikuti komformitas dan konsistensi palsu,  tapi sebaliknya memilih mengikuti naluri dan gagasan-gagasannya sendiri (Ralph Waldo Emerson, 1941).

Dengan perkataan lain, untuk meraih kesejatian diri, orang terdorong  mengikuti  kata hatinya, dengan melakukan segala sesuatu sesuai dengan apa yang diyakininya sebagai hal benar, dan bukan secara buta mengikuti keinginan kolektif. 

Tentu saja, kemandirian semacam ini tak mudah dibentuk, dan mustahil dituntut dari anak sekolah dasar. Bagi anak, porsi kemandirian tentu dilatih sedikit demi sedikit, terutama pada masa pandemi ini, ketika mereka lebih lama tinggal di rumah bersama orangtua.

Sebagai contoh, untuk melatih kemandiran anak-anak dibiasakan untuk membenahi tempat tidur sendiri, menyiapkan sekaligus merapikan peralatan belajar sendiri, mencuci piring sendiri, dan menyusun jadwal acara sendiri. Sesekali mereka didorong untuk melakukan pekerjaan seperti menyapu halaman, membersihkan kamar mandi atau memasak untuk kepentingan bersama. Melalui cara ini, perlahan-lahan anak menjadi mandiri.   

Ciri pribadi mandiri adalah orang yang percaya kepada kemampuan sendiri dan sanggup melakukan segala sesuatu tanpa harus selalu mengandalkan bantuan orang lain. Pada masa krisis ini, anak diyakinkan bahwa setiap orang harus bisa menolong diri sendiri. Dengan menjalankan protokol kesehatan, misalnya, kita menolong diri sendiri agar tidak terjangkit virus. Dengan begitu kita tidak menjadi pembawa virus bagi orang lain. 

Kedua, daya tahan (endurance). Daya tahan adalah kekuatan  untuk bertahan dalam kesulitan dan penderitaan. Kita bisa belajar tentang daya tahan dari para atlit pelari marathon atau petinju. Melalui latihan, mereka berusaha menaklukkan keinginan untuk menyerah sebelum sampai di garis finis atau sebelum wasit menghentikan pertandingan.

Selama masa krisis, orangtua dapat menjadi teladan dalam kualitas yang satu ini. Perlu kita ingat, anak sering ogah mendengarkan nasihat orangtua, tetapi mereka selalu memperhatikan apa pun yang orangtua lakukan. 

Berbagai berita negatif yang membanjir pada masa krisis ini, korban pandemi korona, kesulitan ekonomi, pengangguran, mudah memancing orang dewasa untuk mengeluh di hadapan anak-anak. Dalam rangka pembentukan daya tahan, sebaiknya orangtua menahan diri untuk tidak mengeluh, membicarakan hal-hal negatif atau menyalahkan kondisi atau orang lain di hadapan anak-anak. Ingat, buah jatuh tak jauh dari pohonnya.

Ketika daya tahan berhasil dibentuk sebagai watak, maka kegiatan sehari-hari seperti  tuntutan belajar tinggal di rumah, kesepian karena belum  bertemu teman-teman dan guru, semua itu bisa diatasi tanpa mengeluh atau mengumpat. Bukankah menghadapi kesulitan hidup sambil tetap menjaga keseimbangan emosi, tak hanya untuk mendidik, tapi juga untuk meningkatkan imunitas tubuh yang sangat diperlukan untuk menangkal virus?

Keberanian

Ketiga, keberanian (courage).  Sebuah ungkapan berbunyi, Courage is not the absence of fear. It’s the ability to take action despite your fear. Keberanian bukan berarti tiadanya ketakutan. Keberanian adalah kemampuan untuk bertindak meskipun takut. Sifat ini biasanya muncul pada orang yang memiliki kekuatan mental atau moral untuk menghadapi bahaya dan bertahan dalam kesulitan sekalipun takut. Bahkan keberanian adalah hidup itu sendiri, karena setiap saat kita harus mengambil keputusan yang berisiko. Tanpa keberanian, kita akan menolak mengambil risiko.  

Selama pandemi ini, kita menyaksikan bagaimana para tenaga kesehatan (nakes) mengalahkan ketakutan untuk melayani para pasien. Pandemi Covid-19 menghadapkan kita pada berbagai persoalan rumit dalam hidup, mulai dari persoalan kesehatan, ekonomi hingga sosial.  Dalam pertempuran melawan Covid-19, setiap orang terpanggil untuk memainkan peran masing-masing, entah sebagai naker, sebagai periset, siswa, guru, supir, tukang ojol, polisi, dll. Untuk menjalankan tugas masing-masing di masa krisis ini, kita butuh keberanian.

Saat ini kita sedang berurusan dengan musuh tak kasat mata (invisible enemy) yang dapat membunuh manusia secara cepat. Karena sifatnya yang sulit ditebak, virus ini menebar ketakutan.  Kita butuh keberanian untuk menghadapinya dan hanya keberanian yang memunculkan keyakinan, bahwa badai ini pasti berlalu. 

Di mana ada ketakutan , secara alamiah akan muncul pula keberanian. Bagi Maya Angelou, artis dan penyair AS, keberanian adalah kebajikan utama, tanpanya orang  tak dapat melakukan kebajikan lain.

Bagi anak-anak, keberanian pada masa krisis ini artinya, berani membangun koneksi dengan guru dan teman-teman sekolah; berani meminta dan memberi bantuan; berani menanyakan persoalan-persoalan yang sulit; berani bertanggung jawab untuk menjalankan protokol kesehatan; berani merawat diri sendiri baik fisik, mental, maupun spiritual; berani  sabar terhadap diri sendiri dan orang lain; berani mencoba sesuatu yang baru; berani melakukan hal yang benar meskipun ada godaan terhadap jalan pintas; dan berani memilih berperilaku baik setiap hari.

Kesimpulan   

Kemampuan literasi dan numerasi penting diajarkan kepada murid-murid pada masa krisis ini, tetapi hemat penulis penguatan karakter adalah fondasinya. Kebetulan sekali, pada masa krisis ini, ketika anak-anak sedang mengalami sendiri berbagai kesulitan dan tantangan hidup yang membuat mereka sedih dan putus asa, penguatan karaker seyogianya mendapat perhatian.   

Hingga saat ini ketakutan masih menghantui kita. Kita sedang menghadapi ketidakpastian. Berbagai kebijakan yang digunakan dalam menanggapi Covid-19, belum melegakan hati. Sementara, tak seorang pun kebal terhadap serangan virus ini.  

Maka dari itu, kemadirian, daya tahan dan keberanian, mutlak kita kembangkan dan kita teladankan kepada anak-anak. Barangkali itulah hadiah terindah yang dapat kita berikan kepada mereka. Dengan demikian, semoga mereka pun percaya, bahwa di balik krisis selalu ada peluang. Apa yang dikatakan Frederich Nietzsche, filsuf Jerman ini cocok dengan kondisi kita sekarang. Anything that doesn’t kill you, strengthens you! Apa pun yang tak sampai membunuh kita, justru menguatkan kita. ***

John de Santo

Dosen ASMI Santa Maria Yogyakarta; Pengasuh Rumah Belajar Bhinneka.