Pengusaha Malioboro Tulis Buku Dipersembahkan untuk Jokowi

Pengusaha Malioboro Tulis Buku Dipersembahkan untuk Jokowi

KORANBERNAS.ID – Seorang penguasaha Malioboro, Wang Xian Jun, menulis sebuah buku yang secara khusus dipersembahkan untuk Presiden Republik Indonesia Joko Widodo.

Selain Jokowi, buku berjudul Menyingkap Jejak Keadilan Tionghoa itu juga dipersembahkan untuk Sri Sultan HB IX sebagai seorang republiken sejati, Basuki Tjahaya Purnama atau Ahok serta para pecinta keadilan dan sejarah.

Kepada wartawan di Toko Subur Jalan Malioboro 167, Selasa(17/9/2019), pria yang akrab disapa Budi Susilo atau Cuncun ini menyampaikan, buku Menyingkap Jejak Keadilan Tionghoa lahir dari studi literatur yang mendalam.

Selain itu, dia juga melakukan wawancara dengan berbagai narasumber untuk melengkapi sejarah keberadaan etnis Tionghoa di Yogyakarta dan sejarah Malioboro. “Penulisan buku ini saya tidak mengambil data-data dari internet,” kata dia.

Ternyata, keberadaan suku Tionghoa Yogyakarta sudah berperan sejak dari berdirinya Kerajaan Mataram. Hal ini dibuktikan dengan adanya prasasti Geger Sapehi dan keberadaan Kelenteng Gondomanan. “Pada waktu itu masyarakat Tionghoa sendiri terbelah menjadi tiga,” ujarnya.

Yaitu, mereka yang ikut kelompok Sultan Hamengku Buwono (HB) II, kelompok yang ragu-ragu atau disebut bunglon serta kelompok Kapiten Tan Jing Sing.

Menurut dia, keterbelahan itu memunculkan luka mendalam sampai sekarang, karena antara masyarakat Tionghoa saat itu terjadi konflik dan perang sendiri.

“Catatan detail tentang ini tidak banyak diketahui ahli sejarah mana pun karena saat itu banyak naskah yang dirampas oleh pasukan Inggris dan India,” ungkapnya.

Dari buku itu pula diketahui ternyata pendiri sekaligus pelatih pasukan Putri Langen Kusumo adalah seorang putri dari Tiongkok.

Selain itu, juga diungkapkan adanya tokoh Tan Jing Sing yang merupakan pelatih beladiri anak buah Pangeran Diponegoro dan pemberi kuda ke Pangeran Diponegoro.

Artinya, kata dia, sejak dulu sudah terjalin hubungan erat antara warga Tionghoa dengan Keraton Yogyakarta dibuktikan dengan adanya prasasti Tionghoa, Ngejaman, Kelenteng Godomanan, Kampung Pecinan Ketandan, Malioboro, Jalan Pecinan yang kemudian bernama Jalan Ahmad Yani.

“Anggapan keliru bahwa etnis Tionghoa adalah pengkhianat dilakukan secara TSM (terstruktur, sistematis dan masif). Ini dilakukan sama halnya dengan keberadaan Malioboro yang dikaitkan bahwa PKL merupakan ikon Malioboro,” paparnya.

Arcade Malioboro

Dari buku itu juga terungkap munculnya lorong atau arcade di sepanjang Malioboro sisi barat karena permintaan Walikota Soejono, waktu itu untuk digunakan sebagai pedestrian bukan untuk berjualan bagi orang lain atau orang asing di Malioboro.

“Sejatinya Malioboro itu berarti mulyaning ing bhoro, yang berarti jalan menuju kejayaan melalui laku hening,” ucap dia.

Sedangkan sumbu filosofi yang dimulai dari Tugu Golog Gilig sampai Panggung Krapyak, di mana rakyat berdiri untuk menyambut raja.

Menurut dia, dari buku ini diketahui fakta dan sejarah keberadaan arcade di Malioboro (beserta foto).

“Buku ini dapat menjadi catatan sejarah dan bukti hukum mengenai anomali pertanahan dan keberadaan Jalan Malioboro yang seharusnya dikembalikan seperti fasad aslinya,” tambahnya.

Apalagi dengan adanya jual beli, sewa menyewa lahan toko bahkan diwariskan, menurut dia, semua itu merupakan tindak kejahatan.

“Orang harus tahu sejarah sehingga tidak diam dan terjadi pembiaran. Ada permainan di balik pembiaran,” tandasnya.

Saat ini Dinas PUP ESDM DIY sudah mengeluarkan surat resmi perubahan rancangan DED penataan Malioboro.

Cuncun menyatakan dirinya sudah memberitahukan secara tertulis ke Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta untuk tidak melakukan tindakan yang melawan hukum.

Untuk bisa memperoleh buku tersebut, peminat dapat membeli secara online di tokopedia, bukalapak, shopee dan olx maupun beberapa toko buku di Yogyakarta seperti Toga Mas atau distributor Istana Agency. (sol)