Penyaluran Bansos Menjelang Coblosan Dikritik

Penyaluran Bansos Menjelang Coblosan Dikritik

KORANBERNAS.ID, SLEMAN -- Anggota Fraksi PKS DPRD Sleman, Hasto Karyantoro, mengkritik Pemerintah Kabupaten Sleman yang kian gencar menyalurkan program bantuan sosial (bansos) menjelang hari pencoblosan pemilihan kepala daerah (Pilkada) 9 Desember 2020.

Hasto menilai, penyaluran bansos yang mendekati hari pencoblosan merupakan sebuah kejanggalan. Bahkan ada indikasi, bansos dimanfaatkan untuk kepentingan salah satu pasangan calon pilkada.

“Ada indikasi untuk kepentingan paslon tertentu. Ini belum pernah terjadi sebelumnya penyaluran program bansos diatur mendekati pencoblosan,” kata Hasto, Rabu (2/12/2020).

Berbagai kejanggalan ini terlihat dari munculnya surat undangan dari Dinas Pariwisata kepada seluruh Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) selama tiga hari (27, 28, 29 November) di hotel berbintang. Acara tersebut membahas teknis pembagian Dana Hibah dari Kementerian Pariwisata sebesar Rp 68 miliar untuk pemulihan ekonomi wisata di Sleman.

Dalam undangan tersebut Pokdarwis diminta hadir bergantian sesuai wilayah masing-masing. Ketua Tim Pemenangan Paslon 02 Sri Muslimatun-Amin Purnama itu mengingatkan, jangan ada penyelewengan uang negara untuk kepentingan paslon yang di-back up kekuasaan. Baginya undangan ini tidak lazim hanya untuk membahas teknis pembagian dana hibah.

“Ini tidak lazim, dan tidak pernah dibahas di dewan. Saya mempertanyakan kenapa penyalurannya dikebut mendekati hari pencoblosan?” kata Ketua Dewan Pimpinan Daerah PKS Kabupaten Sleman itu.

Hal serupa dilontarkan anggota DPRD dari Fraksi NasDem, Surana. Selain dana Hibah Pariwisata, Surana juga mendapat laporan ada indikasi penyelewengan bantuan sosial berupa Program Keluarga Harapan (PKH) dan Bantuan Keuangan Kabupaten (BKK).

Temuan ini didalami oleh kader NasDem yang menemukan bukti-bukti berupa leaflet, kalender, brosur dan video kampanye salah satu paslon di forum pertemuan PKH-BKK. Lokasi temuan di beberapa dusun di Kapanewon Ngaglik sepanjang bulan November.

“Ada sejumlah kejanggalan selama penyaluran bantuan sosial ini. Di antaranya penambahan data penerima bantuan, waktu penyaluran bantuan yang diatur jelang pemilihan, dan penyertaan simbol-simbol paslon tertentu,” kata Surana.

Dia menyorot langkah Pemkab Sleman yang terkesan bermain-main dengan penyaluran bantuan sosial. “Sebagai anggota dewan saya menjalankan fungsi pengawasan. Wajar jika saya menaruh curiga ada indikasi penyelewengan berbagai bantuan sosial,” jelasnya.

Ketua DPD NasDem Sleman itu mengingatkan Pemkab agar mencermati aturan penyaluran bantuan sosial selama masa pilkada. Aturan ini dimuat dalam Pasal 71 Ayat (3) UU 10 2016 (UU perubahan kedua dari UU 1/2015 tentang Pilkada).

Di dalam aturan tersebut kepala daerah dilarang menggunakan kewenangan, program dan kegiatan apapun yang menguntungkan atau merugikan salah satu paslon. Larangan ini berlaku enam bulan sebelum penetapan paslon.

“Aturannya sudah jelas melarang kepala daerah menyalurkan program yang berpihak pada salah satu paslon, bahkan selama 6 bulan sebelumnya,” kata Wakil Ketua Tim Pemenangan 02 itu. (*)