Perbedaan Idul Adha Tak Perlu Dipersoalkan

Perbedaan Idul Adha Tak Perlu Dipersoalkan

KORANBERNAS.ID,PURWOREJO -- Pemerintah RI melalui Kementerian Agama ( Kemenag) menetapkan Hari Raya Idul Adha pada10 Juli 2022 mendatang. Tanggal ini berbeda dari Muhammadiyah yang menetapkan Idul Adha pada 9 Juli 2022 melalui sidang Isbat.

Ketua Lembaga Falaqiyah PCNU Purworejo, Jawa Tengah, H Uan Abdul Hanan menyatakan perbedaan itu biasa terjadi karena bulan belum terlihat saat isbat. Abdul Hanan menuturkan bahwa, secara umum (banyak dipakai) ada dua cara dalam penghitungan tanggal dan hari pada kalender Islam, yaitu secara hisab dan rukyat.

"Pemerintah RI menggunakan dua pendekatan penentuan awal Bulan Hijriyah. Pertama adalah dengan pendekatan hisab (menghitung-red) dan kedua adalah rukyat, kedua-duanya tidak bisa dipertentangkan," terang Abdul Hanan di kantornya, Senin (4/7/2022).

Pemerintah menggunakan hisab ephemeris dalam menentukan awal bulan dilandaskan pada tinggi hilal, yaitu posisi bulan pada saat matahari tenggelam di akhir bulan. Metode hisab ephemeris adalah metode perhitungan hilal yang berisi rumusan untuk mengolah data matahari dan data bulan saat terjadi konjungsi, yakni posisi matahari, bulan dan bumi berada dalam satu garis astronomis.

Dalam menentukan awal bulan, tentunya pemerintah tidak bisa begitu saja, ahli astronomi pun dilibatkan. Berdasarkan konferensi internasional di Turki, untuk melihat bulan minimal 5°. Sebelum puasa tahun ini, ada konferensi menteri-menteri agama Malaysia, Brunei, Indonesia, Singapura (Mabrins) untuk menentukan hilal minimal 3° dengan sudut elomasi 6,4°.

"Hal itu sudah diterapkan pada saat sidang isbat menentukan Bulan Ramadan 1443 H kemarin," lanjutnya.

Dia menambahkan, saat sidang isbat tanggal 29 Juni lalu, posisi hilal adalah 2°. Dari 92 titik pengamatan, tidak ada satu pun yang menyatakan melihat bulan pada petang tanggal 29 Juni. Maka pemerintah pun yakin Bulan Zulhijah ditambah satu hari lagi, sehingga Hari Raya Idul Adha jatuh pada 10 Juli 2022.

"Mengenai pro kontra, bahkan ada yang mengancam akan menuntut pemerintah, itu hak mereka. Tetapi harus dipahami bahwa, badan isbat mempertimbangkan banyak hal dan melibatkan para ahli termasuk ahli astronomi," tandasnya.

Menurutnya, mengapa waktu salat di Indonesia lebih cepat dari di Arab Saudi, sedangkan waktu Idul Adha kita lebih lambat sehari, karena dasar penghitungannya berbeda. Waktu salat menggunakan hitungan berdasarkan rotasi bumi ke matahari.

"Kita tahu bahwa matahari terbit itu di sebelah timur, sedangkan penghitungan kalender Islam mendasarkan pada bulan mengitari bumi. Bulan itu muncul di ufuk barat, jadi Arab Saudi yang letaknya di sebelah barat Indonesia tentunya akan lebih dulu hitungan waktunya," jelas Abdul Hanan.

Uan berharap perbedaan tanggal perayaan Idul Adha di masyarakat harus dihormati karena bagian dari hasanah Islam.Jangan ada yang menganggap bahwa pihak yang berbeda dengan kita dianggap salah.

"Dalam kaidah Islam, jika ada konflik di tengah masyarakat muslim, sebagai penengah adalah pemerintah. Apalagi pemerintah RI adalah pemerintah yang sah," pungkasnya.(*)