Pilkada Bantul Diprediksi Berlangsung Seru

Pilkada Bantul Diprediksi Berlangsung Seru

KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA –  Pemilihan kepala daerah (pilkada) Bantul Desember 2020 diprediksi berlangsung seru, setidaknya apabila dibandingkan pilkada Sleman maupun Gunungkidul.

Pilkada Bantul diikuti dua calon yang sama-sama incumbent sehingga terjadi semacam head to head. Calon bupati Suharsono merupakan bupati Bantul saat ini. Dia berpasangan dengan Totok Sudarto. Sedangkan calon bupati Abdul Halim Muslih adalah Wakil Bupati Bantul sekarang. Dia berpasangan dengan Joko Purnomo.

Ini terungkap saat Penyerapan Informasi Persiapan Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Serentak Tahun 2020 oleh anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi PKB, Sukamto, Jumat (11/9/2020), di kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) DIY.
Legislatof dari DIY itu menerima beragam masukan serta aspirasi dari Ketua KPU DIY Hamdan Kurniawan maupun Koordinator Divisi Pengawasan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) DIY, Amir Nashiruddin. Hadir pula anggota Bawaslu dari Kabupaten Sleman, Bantul dan Gunungkidul.

“Kami berharap pilkada 2020 berjalan lancar, KPU dan Bawaslu selalu menjaga netralitas. ASN (Aparatur Sipil Negara) jangan ikut berkampanye, agar DIY yang dipimpin Ngarsa Dalem Sri Sultan Hamengku Buwono X menjadi percontohan daerah yang benar-benar orangnya santun, tidak ada pertikaian dan percekcokan pilkada,” kata Sukamto.

Dia mengakui, Komisi II DPR RI sebagai mitra kerja KPU mendengar sendiri di sejumlah daerah antara KPU dan Bawaslu terjadi saling mengadukan. Pilkada di DIY hendaknya jadi contoh kerukunan. Segala permasalahan antara penyelenggara maupun peserta pilkada diselesaikan dengan baik.

“Saya memberikan apresiasi KPU dan Bawaslu di DIY hubungannya baik. Jika ada persoalan diselesaikan sambil makan bakmi. Terus terang, saya tidak bisa netral karena DPR RI adalah lembaga politik. Mohon dimaklumi jika saya diundang di Bantul, misalnya, kemudian naik panggung kampanye pilkada. Karena saya jurkam nasional,” ujarnya bercanda.

Sukamto meminta KPU DIY mengundang semua calon, parpol pengusung, petugas dari kepolisian, kejaksaaan serta Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 di masing-masing kabupaten yang menyelenggarakan pilkada.

Takut Covid-19.

Rapat koordinasi, lanjut dia, dimaksudkan untuk mencari jalan keluar jika muncul permasalahan ada warga memiliki hak pilih namun tidak bersedia mencoblos dengan alasan takut Covid-19.

Penyelenggara pemilu harus bisa memberikan solusi terhadap persoalan itu, termasuk bagaimana jika orang-orang yang terindikasi Covid-19 akan menggunakan hak pilihnya.

Mungkin, saran dia, disediakan tempat mencoblos tersendiri (terpisah) disertai protokol kesehatan cuci tangan dan sebagainya. “KPU dan Bawaslu di DIY agar segera merumuskan penyelesaian masalah ini dengan mengikuti peraturan perundang-undangan,” pintanya.

Masukan lain dari penyelenggara pilkada adalah seputar Peraturan KPU (PKPU) terbaru, netralitas ASN maupun politik uang yang sepertinya sulit dicegah.

“Money politics memang budaya lama. Bawaslu pada pemilu kemarin merintis 40 desa antipolitik uang. Pilkada tahun ini menjadi momen penting untuk menghidupkan kembali. Tantangannya banyak terutama dari masyarakat sendiri yang tidak sepakat,” ungkap Amir Nashiruddin.

Perkara politik uang memang tidak sederhana. Sekadar untuk memenuhi unsur syarat materiial dinamikanya cukup sulit. Dari pengalaman pemilu lalu, rata-rata unsurnya tidak terpenuhi karena tidak disertai konstruksi peristiwa.
Memang, sambung Sukamto, politik uang sulit dihilangkan sama sekali namun perlu ada upaya menekan seminimal mungkin. “Ngono ya ngono ning aja ngono,” sambung Sukamto.

Sedangkan anggota Bawaslu kabupaten antara lain menyoroti netralitas ASN. Mereka tidak jemu-jemu melakukan pencegahan apalagi pada pilkada kali ini semuanya ada calon incumbent  ditambah seorang calon semi-incumbent di Sleman.

Dari kacamata Bawaslu, lanjut Amir, Gunungkidul sepertinya paling kompleks dinamikanya. Bawaslu saat ini sedang menyusun dan menggali data pemetaan kerawanan pilkada. (*)