PKL Curhat ke Anggota Dewan karena Tidak Bisa Berjualan

PKL Curhat ke Anggota Dewan karena Tidak Bisa Berjualan

KORANBERNAS.ID, KULONPROGO – Tidak kurang 400-an pedagang kaki lima (PKL) di kawasan Alun-alun Wates Kulonprogo merasa gundah karena tempat mereka mencari nafkah ditutup selama Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat, 3-20 Juli 2021.

Otomatis, para pedagang itu tidak bisa memperoleh penghasilan dari aktivitas berjualan di kawasan tersebut. Senin (5/7/2021) sore, perwakilan komunitas PKL mengadu kepada anggota DPRD DIY, Lilik Syaiful Ahmad.

Saat pertemuan yang berlangsung santai di kawasan alun-alun setempat, wakil rakyat dari Kulonprogo itu pun menjadi tempat curahan hati (curhat) para pedagang.

Yohanes Wid selaku perwakilan pedagang prihatin dengan kondisi pandemi Covid-19 saat ini. Seyogianya, kata dia, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kulonprogo tidak terlalu kaku supaya kegiatan perekonomian warga termasuk PKL tidak berhenti sama sekali.

Prinsip, kata dia, PKL siap mengikuti aturan protokol kesehatan (prokes) mulai dari memakai masker, mencuci tangan dengan sabun pada air yang mengalir, menjaga jarak maupun menghindari kerumunan.

“Jika mungkin kami minta diawasi oleh satgas. Kami juga sanggup menjalankan aturan tidak melayani makan di tempat,” ujar Yohanes.

PKL lainnya, Supangat, menambahkan dirinya bersama rekan-rekannya sesama pedagang saat ini sangat menggantungkan hidupnya dari aktivitas berjualan di kawasan Alun-alun Wates.

Kalau pun tutup total, kata dia, alangkah baiknya pemerintah memberikan solusi. “Siapa yang akan mencukupi kebutuhan harian kami selama dua minggu. Kami memiliki keluarga,” kata Supangat.

Seperti diketahui, Pemkab Kulonprogo menutup kawasan Alun-alun Wates selama PPKM Darurat. Penutupan dilakukan oleh personel gabungan, sebagai upaya mencegah kerumunan.

Menanggapi curhat PKL, Lilik Syaiful Ahmad  menyampaikan sebaiknya Pemkab Kulonprogo melihat aturan secara proporsional, profesional dan manusiawi. “Artinya pemda melihat hal tersebut bukan dengan kacamata kuda tetapi proporsional,” ucapnya.

Profesional yang dimaksud adalah satgas atau pemkab menjadi pengawas masyarakat. “Misalnya terkait jam  operasional dan standar pelayanan prokes. Kami minta pemda juga memiliki kepekaan empati dan nurani. Kebijakan penutupan akan mematikan rezeki lho, beda dengan kita atur dan awasi agar kesehatan terjaga dan sektor ekonomi berjalan,” kata dia.

Lilik mencontohkan, di dalam aturan tersebut masih dimungkinkan PKL tidak melayani pembeli makan di makan di tempat melainkan dibawa pulang. Aktivitas berjualan disertai dengan protokol kesehatan yang ketat.

Ya jangan ditutup tetapi kuatkan pengawasan prokesnya. Saya tadi mendengar para pedagang bersedia kok,” ucap anggota Komisi C ini.

Lilik Syaiful Ahmad tercatat sebagai salah seorang inisiator yang mengubah wajah Alun-alun Wates menjadi ramai dan nyaman akhir-akhir ini disertai dengan berbagai fasilitas publik.

Dia menyatakan akan berusaha memperjuangkan apirasi PKL ini demi hajat hidup orang banyak. “Rangkaian persoalan PKL yang tidak bisa berdagang ini cukup panjang mata rantainya. Semuanya berjuang untuk kebutuhan hidup yang mendasar,” tandasnya. (*)