Pono Geneng, Tukang Becak yang Sukses jadi Pengusaha di Swiss

Pono Geneng, Tukang Becak yang Sukses jadi Pengusaha di Swiss

KORANBERNAS.ID, SWISS -- Siapa sangka, sosok pengusaha di Fribourg, Swiss yang rendah hati ini ternyata mantan tukang becak. Namanya Pono Geneng. Laki-laki yang mengaku hanya lulusan SD Kepuh Yogyakarta ini kini sukses menjajal bisnis di luar negeri.

Tak itu saja, Pono tenyata mampu menguasai lima bahasa dunia. Padahal dia dulunya berprofesi sebagai tukang becak.

"Saya hanya menyapu dan membersihkan Java Coffee saja kalau pagi, wkwkwk," ujar Pono Geneng saat bertemu koranbernas.id, kemarin.

Pono bercerita dia  menguasai lima bahasa asing yaitu Perancis, Italia, Jerman, Inggris British dan Inggris Amerika, selain tentu saja bahasa Indonesia. Kemampuan bahasanya berawal saat dirinya masih jadi tukang becak.

Bernama asli Pujopono, laki-laki 50 tahun ini lebih dikena dengan Pono Geneng. Nama itu melekat saat dirinya dulu sering membawa sayur dari sebuah tempat yang namanya Geneng dengan becak miliknya di Prawirotaman, Yogyakarta sekitar tahun 1992. 

Namun nasib baik karena kejujuran mengubah hidupnya sejak 25 tahun lalu. Hidupnya berubah total karena kejujuran menjadi komitmen seumur hidupnya.

Peristiwa yang mengubah hidupnya 180 derajat bermula ketika menemukan uang dollar satu tas yang bernilai sekitar Rp 42 miliar tahun 1992 di sekitar Prawirotaman.

"Temuan uang tersebut saya ceritakan ke ibu, saya bilang kita bisa beli rumah, mobil dan lain-lain. Ini uang banyak sekali, mobil Carry yang bagus waktu itu harganya Rp 14 juta," kata Pono Geneng saat bertutur di kediamannya, di Fribourg.

Tetapi ibunya yang mendengar cerita anak sulungnya tersebut malah takut. Sang ibu memberikan nasihat padanya.

"Kalau nanti nyetir terus terjadi sesuatu malah bablas (Kecelakaan-red), piye (bagaimana) malah medeni (mengerikan)," ujar Bu Giyem, yang ditirukan Pono Geneng.

Ketakutan ibunya tersebut membuat Pono Geneng mengembalikan uang dollar satu tas tersebut ke pemiliknya. Dengan bertanya sana sini, dia menemukan pemilik uang tersebut yang ternyata menginap di Hotel Garuda.

Pemiliknya adalah Charli Morandi dan istrinya asal Swiss yang rencananya mau membeli perak dan emas. Dengan keyakinan penuh dia mengembalikan uang yang ditemukannya tersebut.

Setelah uang dikembalikan, Pono pulang ke rumah tanpa mendapat tanda jasa. Dia hanya diminta memperlihatkan KTP yang kemudian difoto si pemilik uang tersebut. Pemilik uang kemudian pergi ke Bali.

Nasib malang justru menimpanya. Tak mendapat komisi setelah menemukan uang dollar, ternyata becak Pono yang tidak dikunci raib dari tempat parkirnya.

"Ya sudah mau apalagi, pulang jalan kaki. Semua saya ceritakan ke orang tua, ya bagaimana lagi," kata Pono Geneng.

Namun tiga hari kemudian, ternyata Charli Morandi dan istrinya mencarinya bahkan tidur di rumah Pono yang sangat sederhana.

Saat berbincang, Charli sempat mengatakan kalau Pono bodoh karena uang sebanyak itu yang ditemukannya dikembalikan. Namun istrinya justru mengatakan orang seperti Pono itu sangat langka karens sangat jujur. Karena itu kedua wisatawan itu kembali ke Yogyakarta dari Bali setelah uang dikembalikan. Mereka bercerita tidak bisa tidur dan balik ke Yogyakarta untuk mencari Pono Geneng.

Sebagai ucapan terima kasih, kemudian Pono diajak ke Swiss tahun 1992. Segala urusan seperti paspor, tiket pesawat dan lainnya diurus oleh Charli. Warga Swiss yang ternyata merupakan petani itu mengajarinya bercocok tanam.

Selama tiga tahun belajar bertani, Charli yang berusia 67 dan sudah menganggap Pono sebagai anaknya. Namun kebersamaan Pono dan suami istri itu tak berlangsung lama. Keduanya mulai sakit gula, kemudian meninggal dunia.

Namun sebelum meninggal semua usaha, rumah dan segala hartanya diwariskan ke Pono Geneng. Mereka beranggapan Pono tidak hanya memiliki kejujuran namun juga kerendahan hati.

"Semua saya wariskan ke kamu asal jangan jual ke siapa pun," kata Pono Geneng menirukan orang tua angkat sebelum meninggal.

Enam bulan setelah kedua orang tuanya meninggal, seluruh harta kekayaan orang tua angkatnya menjadi milik Pono Geneng sejak 25 tahun lalu.

Sebagai anak yang berbakti, Pono Geneng ingin menyenangkan orang tuanya setelah pascagempa di Yogjakarta, yaitu Redi Wiyono dan Giyem tahun 2006.

Maka diboyonglah kedua orang tuanya, sayang mereka tidak betah hidup di Swiss, apalagi kalau siang hari ditinggal Pono bekerja.

Maka kedua orang tuanya naik kereta tanpa membawa uang dan tanpa paspor. Sehingga terkena masalah dengan petugas di Jerman, namun kedua orang tuanya membawa kartu nama Pono Geneng, sehingga permasalahan selesai.

Kemudian kedua orang tuanya dikembalikan ke Indonesia dengan menggunakan Swiss Air, namun karena keluguannya sampai Bandara Soekarno Hatta pingsan karena semua makanan dan minuman tidak dimakan.

"Dipikir makanan dan minuman yang disediakan itu harus dibayar karena ketidaktahuan mereka," ujar Pono Geneng.

Satu hal lagi, yaitu Pono Geneng tidak melupakan asal usulnya sebagai tukang becak, jika pulang ke Yogyakarta dia akan menemui kawan-kawannya bahkan tahun 2029 membuat 20 stan khusus untuk makan dan minum gratis bagi tukang becak di Yogyakarta.

Sampai saat ini pun Pono Geneng juga dianggap menginisiasi organisasi becak yaitu Persatuan Perkumpulan Pengemudi Becak Prawirotaman (P2BP) Yogyakarta. (yve)