Puasa Menepiskan Welas tanpa Alis

Puasa Menepiskan Welas tanpa Alis

USIA berubah, maka seyogyanya pikiran, sikap dan perilaku kita juga berubah, dari yang kusut ke yang jelas, dari yang samar menuju yang terang, dari terpedaya menjadi berdaya, dari memerintah menjadi melayani atau pendeknya kita harus hijrah dari yang kurang baik menuju kebajikan, kesalehan, dan sebagainya.

Ketika kita mau naik tangga, meningkat levelnya, tingkatan/grade-nya bergeser, maka kemudian menjalani ibadah puasa pada bulan suci Ramadan menjadi salah satu media yang bakal memberi kita bekal pendidikan dan nilai kesalehan yang menjadi mimpi dalam aktualisasi setiap muslim dalam perilaku hariannya.

Puasa Ramadan selalu menempatkan kita sebagai penguasa. Artinya, menjadi pemimpin atau yang punya kekuasaan atas diri secara sosok. Atau secara personal kitalah yang mengendalikan, mengatur diri kita secara pribadi. Bukan orang lain.

Termasuk di sini, bagaimana kita tidak menjadi produsen dan kurir berita hoaks, terjerumus dalam adu domba atau tidak terjebak pada radikalisme, dll. Itulah pentingnya saring sebelum sharing, dan bijak bermedia sosial.

Kala pengin lulus atau tamat berpuasa Ramadan, sudah semestinya kita juga bergiat memperbarui capaian nilai yang ada dan berjuang memperoleh point-point baru yang secara agregat akan terus memperbaiki nilai kita.

Ekonomi Sirkular

Urun angan dan turun tangan dalam relasi puasa Ramadan begitu penting untuk terus kita budayakan, membalik nasib dan merawat masa depannya. Bagi yang punya minat dan kemampuan berdagang mungkin kita bantu UMKM dengan modal dan pelatihan. Misalnya, UMKM konveksi baju muslim, kelompok pembuat parcel lebaran, komunitas kaligrafi dan tasbih, dll. Kita tak boleh membiarkan masa depan masyarakat miskin maupun UMKM di tangan lintah darat ataupun pinjol ilegal.

Kita juga bisa tolong dan dampingi ibu-ibu rumah tangga miskin dengan belajar mengolah sampah atau limbah dengan komodifikasi, kita ajarkan praktik bisnis berbasis digitalisasi, dekatkan akses mereka pada sumber daya lainnya. Kita ambil contoh budidaya magot hingga penetrasi pasarnya. Hal ini menjadi aktualisasi ekonomi sirkular kita hari ini.

Ekonomi sirkular atau ekonomi melingkar adalah sebuah alternatif untuk ekonomi linier tradisional di mana pelaku ekonomi menjaga agar sumber daya dapat dipakai selama mungkin, menggali nilai maksimum dari penggunaan, kemudian memulihkan dan meregenerasi produk dan bahan pada setiap akhir umur layanan.

Ekonomi sirkular akan menjadi masa depan ekonomi global dan perusahaan. Dengan konsep circular economy, sampah, termasuk makanan, bisa menjadi sumber daya baru. Apalagi kita tahu, setengah dari sampah kota berasal dari sisa makanan (liputan6, 28/2/2022)

Ekonomi model demikian akan menggairahkan etos kerja, sehingga akan menggemukkan pundi-pundi ekonomi baru bagi warga dan ada kelangsungan pendapatan, semua lini terlibat dan punya nilai ekonomi tinggi yang berujung pada tebalnya kesejahteraan rakyat atau sederhananya, pendapatannya tidak compang-camping.

Jujur menjadi salah satu penyokong nilai yang kita melegitimasi nilai itu kian utuh. Di sini kita bisa melakukan chek list perilaku harian kita, apakah kita melakukan kesalehan atau sebaliknya ketidaksalehan. Karena meskipun banyak yang namanya Saleh kadang kelakuannya jauh dari elemen saleh.

Secara sederhana, kita sebenarnya bisa bikin anecdotal record untuk merekam atau mengontrol, apakah kita pada ruas kiri, atau di ujung kanan ataukah kita masih sebatas pengaman (pencari jalur aman) sehingga berkutat pada spot tengah dari rambu-rambu puasa ramadan.

Jika kita sebagai murid atau mahasiswa, sudah seharusnya kita tak dibenarkan untuk melakukan plagiarisme, menyontek, membeli jawaban ujian, menyewa joki, dan lain-lain. Begitu juga, kalau kita sebagai guru sudah bukan zamannya guru mendongkrak nilai anak agar lulus tes atau ujian. Ketika hal itu dilakukan justru blunder yang terjadi.

Misalnya, kala guru atau kepala sekolah membuat nilai anak sedemikian rupa sehingga anak tersebut lolos jalur SNMPTN, meskipun nilai yang didapat sebelumnya tak pernah ada kejutan atau istimewa.

Stunting Moral

Sewaktu anak sudah menggenggam SNMPTN, yang pasti beban anak menjadi berkurang, tapi ada pula yang kerap malah meremehkan bahkan malas belajar karena merasa sudah hebat dengan prestasinya, tapi sejatinya siapa yang akan menggaransi anak tersebut lulus sekolah. Inilah yang barangkali penting kita pikirkan, jangan sampai ada praktik welas tanpa alis (Kasih sayang yang berlebihan tanpa syarat).  Inilah stunting pada dimensi lain, yakni stunting moral.

Narasi di atas rupanya hanya bertumpu pada kepentingan tertentu, baik pribadi maupun kelompok/komunitas.  Padahal untuk naik kualifikasi kita juga perlu menoleh pada orang lain atau masyarakat. Step ini akan menjulangkan nilai amal puasa kita semakin bermakna.

Sesungguhnya, bukan seberapa banyak atau seberapa besar kekayaan kita, tapi seberapa banyak dan besar kita bisa bermanfaat bagi warga atau orang lain.

Puasa musim ini, beberapa dari kita masih dililit pandemi juga ada yang tersandung bencana alam. Keduanya acap mendidihkan nestapa yang teramat dalam, maka kemudian menjadi kewajiban bagi yang kuat untuk menolong warga yang lemah. Yang lemah mendukung yang kuat, hingga kedua kaki itu utuh saling menopang.

Mengucurkan bantuan sembako, minyak goreng, membeli produk petani, memberi beasiswa bagi anak-anak terdampak pandemi, bantuan peralatan/perlengkapan sekolah, bantuan kuota internet maupun pemberian wifi gratis bagi anak-anak sekolah di desa, memberikan takjil atau makan buka/sahur untuk orang yang berpuasa, termasuk warga miskin dan sebagainya.

Pada situasi seperti ini sense of crisis kita diuji, seberapa jauh kita mampu berbuat nyata membalik kemiskinan menjadi keberdayaan dan kemandirian. Puasa Ramadan seperti ini menjadi test case mengibarkan bendera kemanusiaan kita. Yang pasti pada puasa ini menjadi momentum kebangkitan rasa kamanungsan kita. Misalnya saling punjung (membagikan makanan ke tetangga/warga).

Pagar mangkok jauh lebih kokoh ketimbang pagar tembok. Inilah falsafah yang adiluhung nilainya. Berbagi dan saling menjaga di antara orang-orang selingkungan dianggap sebagai sistem keamanan yang lebih baik daripada meninggikan atau memperbesar tembok.

Praktik kerja-kerja keroyokan yang mampu menjulurkan tangan ke warga miskin, maka puasa ini akan semakin berwarna dan indah. Harapannya, warga miskin tetap berspirit, tetap menyalakan asa, bersenyum, tanpa airmata. Ibaratnya, sebatang lidi akan gampang terkulai ketimbang lidi dalam ikatan yang jauh lebih kuat dan efektif. *

Marjono

Kasubag Materi Naskah Pimpinan Pemprov Jateng.