Publik Jangan Acuh Pada Konten Media

Publik Jangan Acuh Pada Konten Media

KORANBERNAS.ID, BANTUL--Indonesia kini tengah bersiap melakukan migrasi penyiaran analog menuju era penyiaran digital. Selain kesiapan infrastruktur teknogi, konten yang berkualitas juga menjadi tantangan masa depan penyiaran digital.

Kaitan dengan konten media, generasi muda diminta ikut terlibat mengawasi. Termasuk juga berperan menangkal hoaks atau berita bohong yang dimulai dari lingkup keluarga. Untuk bisa mencapai tujuan tersebut maka budaya literasi harus dipupuk di tengah masyarakat. Pun publik tidak boleh acuh terhadap konten yang disiarkan.

Demikian benang merah yang dapat ditarik dari acara webinar nasional bertajuk “Literasi Media dan Trend Media Massa di Era New Normal”, sebagaimana rilis yang dikirim Kepala Humas Universitas Mercu Buana Yogyakarta (UMBY) Widarta MM ke redaksi koranbernas.id, Senin (21/6/2021).

Acara ini digelar oleh Universitas Putera Batam (UPB) pada Sabtu (19/6/2021) lalu dengan menghadirkan narasumber pengamat media dari UMBY Rani Dwi Lestari, M.A, praktisi media dari CNN Indonesia, Guntur Yudinata, M.I.Kom dan akademisi ilmu komunikasi dari UPB, Sholihul Abidin, M.I.Kom,

“Era penyiaran digital memungkinkan adanya diversity of content atau keragaman konten siaran yang memberikan banyak pilihan bagi khalayak. Pada akhirnya konten berkualitas menjadi tantangan media penyiaran untuk bertahan di tengah persaingan yang semakin ketat, baik dari sesama platform media penyiaran maupun media lain termasuk media sosial,”ungkap Rani.

Menurut Rani, spirit penyiaran digital pada dasarnya memiliki banyak sisi positif bagi masyarakat. Di antaranya kualitas siaran yang akan menjadi lebih baik, keragaman pilihan konten siaran, termasuk adanya diversity of ownership yang memungkinkan lembaga penyiaran tidak hanya dimonopoli oleh pemodal besar.

“Penyiaran digital juga dapat menghemat penggunaan spektrum frekuensi yang terbatas. Sehingga dapat dimanfaatkan untuk hal lain misalnya meningkatkan layanan internet broadband yang saat ini tidak bisa dipisahkan dari aktivitas masyarakat maupun pemangku kepentingan,”paparnya.

Meski demikian, lanjut Rani, adanya keragaman konten dan keragaman kepemilikan lembaga penyiaran, bukan berarti tanpa risiko. Pasalnya, secara regulasi maupun pengawasan tentu membutuhkan upaya yang lebih.

“Meski regulator penyiaran seperti KPI memiliki kewajiban terhadap pengawasan isi siaran, namun bukan berarti publik bisa acuh. Justru kita sebagai audiens punya peran strategis untuk ikut menjadi pengawas konten siaran agar tidak melanggar etika serta memiliki kemanfaatan bagi masyarakat,” tandasnya.

Sementara itu, praktisi media dari CNN Indonesia, Guntur Yudinata, M.I.Kom menegaskan, setiap khalayak media termasuk generasi muda, kini memiliki tanggung jawab untuk ikut serta mengawasi media.

“Generasi muda bisa menjadi bagian dari agen perubahan dalam pengawasan isi konten media termasuk menangkal berkembangnya hoaks di berbagai level masyarakat mulai dari keluarga,” tegasnya.

Senada dengan hal tersebut, akademisi ilmu komunikasi dari Universitas Putera Batam (UPB), Sholihul Abidin, M.I.Kom, menambahkan, tantangan masa depan media memerlukan adanya khalayak media yang terliterasi.

“"Literasi menjadi kata kunci bagi masyarakat untuk menghadapi era digitalisasi media di berbagai platform,” imbuhnya. (*)