Rakyat Jogja Menggugat Pembakaran Al Quran, Desak Pemerintah Bersikap Lebih Tegas

Rakyat Jogja Menggugat Pembakaran Al Quran, Desak Pemerintah Bersikap Lebih Tegas

KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA – Sebagai bentuk keprihatinan sekaligus protes keras terhadap pembakaran Kitab Suci Al Quran, ribuan orang berhimpun di Tugu Yogyakarta, Jumat (3/2/2023) siang.

Mereka mengikuti Aksi Bela Al Quran yang diselenggarakan Forum Ukhuwwah Islamiyyah (FUI) DIY. Aksi bertajuk Rakyat Jogja Menggugat Pembakaran Al Quran itu berlangsung aman dan damai. Dengan latar belakang Tugu Golong Gilig, satu per satu tokoh berorasi di hadapan massa yang memenuhi area tersebut.

Aksi kali ini juga dihadiri sejumlah ustadz di antaranya Ustadz Syukri Fadholi, Ustad Umar Said, Ustadz Ridwan Hamidi, Ustadz Muhammad Fauzi, Ustad Puji Hartono dan Ustadz Abdullah Sunono. Selain itu, berlangsung pula aksi teaterikal.

Ini merupakan bentuk perlawanan atas aksi pelecehan Al Quran sebagai tindakan keji dan hina yang lahir dari pikiran picik. Mereka mengutuk politisi partai sayap kanan Stram Kurs, Rasmus Paludan yang membakar Al Quran di dekat Kedutaan Besar Turki di Stockholm, maupun aksi serupa yang dilakukan politisi Belanda, Edwin Wagensveld, kepala kelompok anti-Islam Pegida yang merobek dan menginjak-injak lembaran Al Quran di depan gedung parlemen di Den Haag.

Dalam orasinya, Ketua Presidium FUI DIY HM Syukri Fadholi menegaskan tindakan itu adalah Islamofobia. Padahal, Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) sudah menetapkan tanggal 15 Maret sebagai hari internasional melawan Islamophobia (The International Day to Combat Islamophobia).

Lebih lanjut, mantan Wakil Walikota Yogyakarta ini mendesak pemerintah Indonesia bersikap lebih tegas, kalau perlu memutuskan hubungan diplomatik.

Dia melihat, pemerintah Swedia, Belanda dan Denmark yang membiarkan dan bahkan melindungi pelaku aksi pembakaran dan penghinaan Al-Quran dengan dalih kebebasan berekspresi, menunjukkan sikap tidak menghargai keyakinan beragama dan secara langsung mendukung berkembangnya sikap Islamphobia.

“Rentetan aksi penghinaan terhadap Al Quran tidak dapat dibenarkan dan dibiarkan, oleh sebab itu Ummat Islam di Yogyakarta harus ikut bergerak melawan aksi penghinaan terhadap Al Quran,” ujarnya.

Melalui pernyataan sikapnya, FUI DIY menyatakan, pertama, mengutuk keras aksi keji penistaan Al Quran yang dilakukan Rasmus Paludan dan Edwin Wagensveld. Sebagaimana mereka terus menghina Al Quran dan Islam, semoga Allah SWT menghinakan mereka dengan sehina-hinanya di dunia dan akhirat.

Kedua, mengutuk dan mengecam keras sikap pemerintah Swedia, Belanda dan Denmark yang membela dan melindungi penista Al Quran.

Ketiga, mengapresiasi sikap pemerintah Indonesia yang telah memanggil dan menegur Duta Besar Swedia, namun hal ini tidak cukup karena mereka masih membiarkan aksi serupa berlanjut dan tidak ada sanksi hukum kepada pelaku penghinaan Al Quran.

“Oleh sebab itu sudah semestinya Pemerintah Indonesia mengambil sikap mengusir Duta Besar Swedia, Belanda dan Denmark, serta menutup kantor kedutaan besar ketiga negara tersebut,” kata Syukri Fadholi.

Keempat, mengajak kaum muslimin untuk melakukan boikot seluruh produk Swedia, Belanda dan Denmark sebagai simbol pembelaan terhadap Al Quran.

Kelima, menyeru seluruh kaum muslimin di Yogyakarta untuk semakin cinta kepada Al-Quran dengan membacanya, mempelajari kadungannya dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Ketua Ikatan Dai Indonesia (IKADI) DIY, Ustadz Abdullah Sunono, dalam orasinya juga mengecam keras aksi pembakaran dan pelecehan Al Quran yang terjadi di Swedia dan Belanda.

“Al Quran adalah kalamullah, firman Allah SWT yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, seluruh kebesaran Al Quran mengandung mukjizat,” ujarnya.

Dia menjelaskan, Al Quran berisi kalimat-kalimat yang mulia kemudian manjadi mushaf serta diriwayatkan secara mutawatir dan orang yang membaca dihitung sebagai beribadah.

Maka, lanjut dia, ketika seorang muslim memegang mushaf Al Quran harus dalam keadaan suci dari hadas besar maupun hadas kecil. “Betapa mulia Al Quran bagi seorang muslim dan mukmin,” kata dia.

Kemudian, lanjut dia, apabila ada secarik kain putih dijahit dengan kain merah maka akan menjadi kain merah dan putih. “Itu adalah bendera NKRI. Bagaimana kain yang berwarna merah putih itu kalau diinjak-ijak orang, dirobek dan dibakar?  Akankah kita marah?” ujarnya.

Massa pun menyambutnya dengan jawaban marah…

Menurut Abdullah Sunono, yang merasa sebagai bangsa Indonesia pasti marah.

Lagi, kata dia, apabila ada sebuah bintang apalagi sampai empat bintang ditempelkan pada sebuah baret kemudian diinjak atau dibakar orang.

“Pemiliknya marah atau tidak?” ujarnya bertanya.

“Marah…”

Ustad Abdullah Sunono melanjutkan, bagaimana kalau ada kanvas yang diisi lukisan kemudian dirobek, dibakar dan diinjak. “Apakah pemiliknya akan marah? Apakah para pelaku seni akan marah?” tambahnya.

Jawabannya sama. Marah.

Demikian pula, Abdullah Sunono menegaskan, ketika Al Quran yang suci yang berada di dada kaum muslimin apabila diinjak, dirobek bahkan dibakar, sudah pasti semua akan marah.

“Yang merasa punya iman di dalam dadanya, yang merasa muslim pasti akan marah jika Al Quran diinjak, dirobek atau dibakar. Hari ini, kita tentu saja marah karena ada orang seenaknya melecehkan Al Quran. Mari kita rapatkan barisan, kita hormati Al Quran dan kita lawan orang-orang yang melecehkan kehormatan Al Quran,” tegasnya.

Aksi yang berlangsung hingga sore itu berjalan damai, diakhiri dengan salat Ashar berjamaah. (*)