Ratusan Ribu Buruh di DIY Terancam Tidak Dapat Subdisi Upah

Ratusan Ribu Buruh di DIY Terancam Tidak Dapat Subdisi Upah

KORANBERNAS.ID, BANTUL -- Menteri Tenaga Kerja mengeluarkan Peraturan Nomor 16/2021 yang pada pokoknya mengatur pedoman pemberian Bantuan Subsidi Upah (BSU). Salah satu persyaratan merupakan peserta aktif program jaminan sosial ketenagakerjaan BPJS Ketenagakerjaan sampai dengan bulan Juni 2021 dan mempunyai gaji paling banyak Rp 3.500.000 per bulan.

“Melihat aturan yang ada, maka kami menyatakan sikap bahwa pengaturan pemberian BSU itu menciderai rasa keadilan dan mengandung unsur diskriminasi kepada buruh di tengah pandemi Covid-19,” kata Irsad Ade MA, Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (DPD KSPSI) DIY, dalam rilis yang dikirim ke redaksi koranbernas.id, Jumat (30/7/2021).

Hal tersebut disebakan karena hanya buruh yang aktif di program BPJS Ketenagakerjaan sampai bulan Juni 2021 saja yang bisa memperoleh bantuan subsidi upah. Sementara menurut data Bappeda DIY, dari 835.996 orang buruh di DIY hanya 362.1352 orang buruh saja yang terdaftar dalam program Jaminan Sosial Bidang Ketenagakerjaan.

“Jadi ratusan ribu terancam tidak mendapat BSU jika menggunakan aturan tersebut. Kalau kita hitung, 473.861 orang,” katanya.

Padahal, lanjutnya, semua buruh di DIY terdampak pandemi Covid-19 dan semua buruh tersebut adalah Warga Negara Indonesia (WNI) yang memerlukan uluran tangan dari negara di tengan pandemi yang berdampak pada hancurnya ekonomi buruh di DIY.

“Hal ini sebenarnya juga menunjukkan rapuhnya kemampuan Pemda DIY dalam menjamin seluruh buruh terdaftar dalam program BPJS Ketenagakerjaan dan lemahnya kekuatan Pemda DIY untuk memastikan seluruh perusahaan mendaftarkan buruhnya ke dalam program ini,” katanya.

Padahal, dengan jelas diatur dalam Pasal 14 Undang-undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, yang menyebutkan “Setiap orang, termasuk orang asing, yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, wajib menjadi peserta program jaminan sosial (kesehatan maupun ketenagakerjaan).”

Dalam Pasal 2 Ayat (3) PP 84/2013 disebutkan bahwa “Pengusaha yang mempekerjakan tenaga kerja sebanyak 10 orang atau lebih, atau membayar upah paling sedikit Rp 1 juta sebulan, wajib mengikutsertakan tenaga kerjanya dalam program jaminan sosial tenaga kerja.”

Irsad menilai pedoman atau persyaratan pemberian BSU ini juga belum mampu memberikan perlindungan bagi buruh yang dipotong gajinya sebagai dampak pemberlakuan PPKM. Sebagai ilustrasi, jika seorang buruh di sektor perhotel dan niaga memiliki gaji Rp 4 juta sebulan, lalu dipotong 50 persen dan pada akhirnya hanya mendapatkan gaji Rp 2 juta/bulan, buruh tersebut tidak bisa mendapatkan BSU karena secara formal/yang dilaporkan gajinya lebih dari Rp 3.500.000.

“Besaran BSU yang sekedar Rp 500.000/bulan tidak cukup untuk membayar kompesasi bagi buruh yang terdampak PPKM darurat sejak 3 Juli 2021 dan hingga kini masih diberlakukan dengan adanya PPKM Level 3 dan Level 4. Artinya sudah 27 hari buruh terdampak PPKM dan selama itu pula jatah hidup atau BSU belum pernah diberikan kepada buruh. Besaran BSU minimum harus diberikan sebesar Upah Minimum Provinsi DIY 2021 yaitu Rp 1.765.000/bulan,” katanya.

Hal ini perlu dilakukan karena PPKM sudah diberlakukan hampir satu bulan dan Buruh di DIY perlu mendapat BSU setara UMP DIY 2021 untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari serta makanan bergizi.

Berdasarkan hal-hal tersebut, DPD KSPSI DIY mengajukan lima tuntutan. Pertama, pemerintah merevisi syarat penerimaan BSU sehingga tidak menciderai rasa keadilan dan diskriminatif. Kedua, pemerintah pusat dan Pemda DIY memastikan 835.996 orang buruh di DIY mendapatakan jatah hidup atau bantuan subsidi upah. Ketiga, pemerintah pusat menaikkan besaran BSU menjadi setara Upah Minimum Provinsi 2021.

Keempat, Pemda DIY merealokasi lebih banyak anggaran APBD dan Danais untuk memberikan jatah hidup untuk buruh terdampak PPKM.  Kelima, Pemda DIY merealokaasi lebih banyak anggaran APBD dan Danais untuk membiayai buruh/pekerja di DIY yang menjalani isolasi mandiri. (*)