Relaksasi Bagi UMKM Belum Optimal

Relaksasi Bagi UMKM Belum Optimal

KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA -- Pandemi Corona virus Disease 2019 (Covid-19) yang melanda dunia sejak akhir 2019 silam dan Indonesia sejak Maret 2020 terus berdampak ke segala bidang. Penurunan ekonomi nasional terjadi sangat luar biasa.

Berdasarkan data resmi dari Kementerian Ketenagakerjaan, tidak kurang dari tiga juta orang dirumahkan dari tempat kerjanya. Sementara prediksi Kamar Dagang dan Industri (KADIN) jumlah terdampak akibat Covid-19 mencapai enam juta jiwa. Pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) pun tak luput dari dampaknya. Baik secara langsung ataupun tak langsung, UMKM terkena dampak paling besar.

Pemerintah telah melakukan program-program stimulus dan restrukturisasi serta kelonggaran-kelonggaran untuk UMKM, sejak awal pandemik terjadi pada bulan Maret 2020. Kemudian disusul dengan Peraturan dari Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional sebagai Kebijakan Countercyclical yang memberikan kelonggaran/relaksasi kredit usaha mikro dan usaha kecil untuk nilai dibawah Rp10 miliar.

Namun ironis hingga akhir Juli 2020, Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Teten Masduki mengakui serapan dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) untuk Koperasi dan UMKM masih rendah. Hingga 1 Juli 2020, realisasinya baru mencapai Rp250,16 miliar. Hal ini baru setara dengan 0,20 persen dari total pagu yang ditetapkan pemerintah.

Menurut pengamat ekonomi sekaligus Sekretaris DPD Bravo 5 DIY, Agustinus Budisusila, kurang terserapnya dana PEN salah satunya adalah kurang mengertinya pelaku UMKM untuk melakukan negosiasi dengan Bank terkait. Belum lagi masalah sosialisasi yang tidak sampai kepada pelaku UMKM terutama di daerah pelosok.

"Mindset orang kita termasuk pelaku UMKM masih ngeri terhadap Bank dan pinjaman, apalagi untuk melakukan negosiasi mengenai program relaksasi dengan perbankan. Padahal negara sudah memfasilitasi hal tersebut yang nantinya akan digantikan di APBN," terangnya saat konferensi pers program pendampingan restrukturisasi kredit dan pembiayaan UMKM terdampak Covid-19 Jumat, (24/7/2020) di Soto bu Tatik, Krapyak, Yogyakarta.

"Dalam menghadapi new normal ini juga perlu formulasi jalan tengah antara ekonomi dan kesehatan. Ini merupakan tantangan kita bersama, persoalannya, pergerakan ekonomi yang kencang ini kan selalu trade of dengan kesehatan. Begitu kencang potensi ekonominya, potensi untuk terjadi wabah juga semakin besar," lanjutnya.

Toni melanjutkan, kebijakan pemerintah sudah dibuat dan hampir di semua sektor sudah ada anggarannya tapi sering secara kelembagaan di negara kita ini tidak efektif. Kadang juga kurang relevan, akhirnya berdampak dan kurang menyentuh di level masyarakat yang paling bawah.

"Itulah yang menjadi komitmen kami [Bravo 5] sehingga program relaksasi ini kita harapkan menjadi optimal dan bisa dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh UMKM," kata dia.

Relawan-relawan Jokowi-Ma'ruf Amin yang tergabung dalam Bravo 5 yang kini sudah menjadi Organisasi Masyarakat ingin terus melanjutkan semangat bahu-membahu dalam memberikan pendampingan kepada UMKM khususnya di DIY. Bantuan berupa pendampingan untuk bernegosiasi dengan Bank ini dilakukan guna mengoptimalkan program pemerintah akan sampai kepada masyarakat yang seharusnya.

Sementara Ketua DPD Bravo 5 DIY, Rumekso Setyadi menambahkan, sebenarnya program relaksasi sebenarnya berlaku satu tahun, tetapi banyak teman-teman UMKM yang mungkin tidak paham. Jadi tidak bisa bernegosiasi dengan pihak perbankan untuk mendapatkan hasil yang optimal.

"Kebanyakan hanya mendapat keringanan selama tiga bulan, dengan bentuk yang berbeda-beda. Padahal ada beberapa skema yang bisa menjadi opsi," imbuhnya.

Disamping memberikan bimbingan untuk menjadi negosiator yang baik, Bravo 5 juga menyediakan jalur cepat untuk berkomunikasi dengan para pelaku UMKM di nomor 081227351119. Selain itu pihaknya juga menyiapkan lima orang lawyer yang akan membantu para pelaku UMKM jika diperlukan.

"Lima orang ahli hukum ini diharapkan bisa membantu ratusan pelaku UMKM  di DIY baik perorangan maupun kelompok tanpa dipungut biaya (Pro Bono-red). Jika masih belum mencukupi, kami dengan senang hati jika ada lawyer yang mau ikut menjadi relawan," tandasnya.

Salah satu pelaku UMKM, Yuda Natalia Ujiyanti menceritakan pengalaman usahanya selama pandemi. Bisnis konstruksi dan meubeler miliknya total stop selama 4 hingga 5 bulan terakhir.

"Kini dimasa tatanan baru atau new normal yang bisa berjalan hanya mebeleur, itu pun tidak cukup signifikan. Persentasenya turun sampai 70% sementara untuk konstruksi turun hingga 100%," paparnya.

"JIka hingga Desember tidak ada relaksasi, kemungkinan usaha beberapa pelaku UMKM tidak akan ada yang kuat. Karena selama ini saya dan teman-teman pengusaha lain hanya bisa bertahan dengan simpanan uang yang ada dan itu pun digunakan untuk membayar karyawan hingga selama 3 sampai 4 bulan. Lebih dari masa tersebut bukan tidak mungkin akan banyak pelaku UMKM yang terpaksa menutup usahanya atau gulung tikar," tandasnya.(yve)