Salat Tarawih di Masjid-masjid Tanpa Karpet

Salat Tarawih di Masjid-masjid Tanpa Karpet

KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA – Pemerintah memperbolehkan umat Islam melaksanakan ibadah salat Tarawih pada bulan suci Ramadan 1442 H tahun ini. Mengingat pandemi belum dinyatakan berakhir, masjid-masjid tetap mengacu aturan protokol kesehatan, salah satunya tempat salat tanpa alas berupa karpet atau tikar.

Sejak pandemi hampir semua karpet masjid di DIY digulung. Dengan tanda khusus shaf dibuat berjarak antar-jamaah.

“Pengelola tempat ibadah terlebih dahulu melakukan pengecekan. Tidak boleh pakai tikar. Jamaah bawa sajadah masing-masing. Tak boleh pakai sarung dan mukena (yang biasa digunakan) bersama-sama,” ungkap Noviar Rahmad, Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol) PP DIY, Jumat (9/4/2021), di DPRD DIY.

Dalam konferensi pers rencana penegakan protokol kesehatan selama bulan suci Ramadan 1442 H, dia menyampaikan ketentuan tersebut merujuk aturan yang sudah ditetapkan pemerintah.

Di antaranya, fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor 13 Tahun 2021 maupun Surat Edaran (SE) Menteri Agama (Menag) RI No 3 Tahun 2021 tentang Panduan Ibadah Ramadan dan Idul Fitri 1442 H/2021 M, beserta regulasi turunannya.

Didampingi Ketua Komisi A DPRD DIY, Eko Suwanto, Noviar menegaskan prinsipnya tidak ada larangan melaksanakan ibadah salat Tarawih terutama pada wilayah zona hijau dan kuning.

Begitu pula acara buka bersama maupun sahur bersama diperbolehkan asalkan tetap mengacu protokol kesehatan. Pasar takjil pun diperbolehkan, lagi-lagi dengan disertai catatan penerapan protokol kesehatan.

Misalnya, penjual menyiapkan sarana tempat cuci tangan. Ketentuan mengenai pasar takjil yang buka sore hari itu secara lebih detail menjadi kewenangan pemerintah kabupaten/kota.

Adapun takbiran juga boleh digelar dengan jamaah terbatas. Yang tidak boleh adalah takbir keliling. “Halal bihalal juga boleh secara terbatas di lingkungan masing-masing,” kata dia.

Patut disyukuri, sambung Eko Suwanto, berdasarkan data per 8 April 2021 jumlah RT (Rukun Tetangga) di DIY kriteria merah hanya ada tiga.

Menurut dia, penegakan protokol kesehatan pada bulan Ramadan tidak jauh berbeda. Setiap warga hendaknya secara sadar mematuhi protokol kesehatan.

“Kita mengajak masyarakat menjadi pelopor penegakan protokol kesehatan, saat kita beribadah justru kita tempatkan diri kita sebagai pelopor dan contoh,” ungkapnya.

Dia berharap terbangun kesadaran di tengah-tengah masyarakat mengenai pentingnya protokol kesehatan untuk menghindari serta memutus mata rantai penyebaran virus Corona.

Komisi A DPRD DIY, kata dia, akan terus mendorong Pemda DIY bekerja keras serta tidak pernah berhenti mengumandangkan ajakan kepada masyarakat agar tetap disiplin prokes.

Dewan juga merekomendasikan pemda bisa memfasilitasi kegiatan satgas pada level desa atau kalurahan, misalnya membersihkan tempat-tempat ibadah dan penyemprotan disinfektan.

Menjawab pertanyaan bagaimana pengawasan saat acara tradisi padusan menjelang memasuki bulan Ramadan, apakah Pantai Parangtritis dan tempat-tempat wisata air ditutup, sambil bercanda Eko Suwanto menyatakan  padusan memang acara yang tidak mungkin digantikan dengan google meet atau zoom.

Inilah yang kemudian mengingatkan dia untuk mempertegas semua kegiatan di masyarakat harus diarahkan dalam rangka memutus mata rantai penyebaran Covid-19.

Fakta, kata dia, pandemi mengakibatkan desakan ekonomi yang cukup besar di DIY. Pengangguran dan kemiskinan bertambah. (*)