Sejarawan Berharap Situs Istana Kerta Pleret Direkonstruksi

Sejarawan Berharap Situs Istana Kerta Pleret Direkonstruksi

KORANBERNAS.ID, BANTUL -- Paguyuban Sejarawan Ngayogyakarta (PSN) berkunjung ke situs Makam Gedong Ageng Jipang di Desa Jipang, Kecamatan Cepu, Blora, Jawa Tengah. Lokasinya sekitar 7 kilometer ke arah barat laut dari kota Kecamatan Cepu.

Rombongan PSN dipimpin Chaterina Ety M.Pd, bersama sejumlah anggotanya yakni Lilik Suharmaji M. Pd, Mei Ujianti M.Pd, Drs Pradana, Drs Marmayadi dan Yulianto, S.Pd.

Rilis yang dikirim ke redaksi koranbernas.id, Sabtu (10/4/2021), Lilik Suharmaji mengatakan kunjungan dilakukan  pada tanggal 6 April 2021 lalu. Dalam kunjungannya secara langsung ke situs Jipang, rombongan dipertemukan dengan juru kunci situs dan berdiskusi tentang keberadaan situs Gedong Ageng Jipang.

“Saya berterima kasih kepada pemerintah Kabupaten Blora dan jajarannya yang telah membangun situs ini sehingga menjadi petilasan yang fungsinya mengenalkan lebih dekat kepada generasi muda bahwa dahulu telah berdiri sebuah kadipaten yang kekuasaannya disegani di tanah Jawa,” kata Chaterina, ketua PSN.

Melihat hal tersebut, Chaterina Ety dan para sejarawan yang lain  berharap agar situs Istana Kerta dan situs Istana Pleret di Bantul juga bisa direkonstruksi menjadi sebuah petilasan seperti yang ada di Jipang.

“Sehingga dapat dikunjungi generasi muda dan peminat sejarah agar dapat mendekatkan generasi muda dengan sejarahnya,” katanya.

Sementara Lilik Suharmaji mengatakan, dalam kunjungannya ke Jipang, Paguyuban Sejarawan Ngayogyakarta menganalisis tentang keberadaan Istana Kadipaten Jipang Panolan. Menurut Lilik Suharmaji yang selama ini berkonsentrasi terhadap sejarah Mataram, sebuah kadipaten biasanya tata letak kotanya berpedoman pada catur gatra, dimana sebuah istana mengadap ke selatan sedangkan di sebelah kiri (timur) terdapat pasar dan di sebelah kanan (barat) terdapat sebuah masjid dan di depan pagelaran terdapat alun-alun.

“Dengan demikian PSN meragukan jika bangunan Gedong Ageng Jipang yang sekarang terbangun tersebut tempat aslinya Istana Jipang, karena bangunan itu menghadap ke utara. Bangunan istana itu diduga ada di area persawahan penduduk yang memang ditemukan banyak berserakan batu-batu peninggalan abad ke-16,” katanya.

Apa yang disampaikan Lilik Suharmaji tersebut diamini oleh warga, bahwa dahulu ada masjid di sebelah barat Istana Jipang dan ada juga Pasar Legi di sebelah timur istana yang sekarang menjadi area persawahan itu.

Kebijakan stakeholder terkait tidak membangun di situs aslinya barangkali memang karena persoalan pembebasan tanah dan juga jauhnya lokasi dari akses jalan yang mudah dilalui kendaraan roda empat.

Masyarakat Desa Jipang masih percaya bahwa di desa itu dan sekitarnya di wilayah Cepu, bahkan wilayah Kabupaten Blora, sampai sekarang tidak berani mementaskan budaya kethoprak yang terkait dengan tokoh Arya Penangsang, sang adipati Jipang Panolan.

Beberapa warga menceriterakan, dahulu ada warga melangsungkan pesta pernikahan yang nekad mementaskan ketoprak dengan Arya Penangsang sebagai tokohnya. Tiba-tiba ada banyak ular weling berjatuhan dari langit sehingga membuat kalang kabut tamu undangan dan penonton kethoprak.

Pernikahan yang dilangsungkan juga tidak harmonis dan akhirnya berujung pada perpisahan. Untuk itulah sampai sekarang warga tidak lagi berani mementaskan tokoh Arya Penangsang.

Memang cucu pendiri kerajaan Demak, Raden Patah, yang bernama Arya Penangsang ini penuh dengan kontroversi. Meskipun bagi masyarakat Jawa Solo dan Yogyakarta menganggap, Arya Penangsang sebagai pemberontak, tokoh jahat dan bengis, tetapi bagi masyarakat Cepu Arya Penangsang adalah pemimpin yang tegas dan berani membela hak dan kebenaran. Arya Penangsang sudah menjadi bagian dari identitas Cepu.

Untuk itulah taman yang terletak di pintu masuk kota (sebelah selatan terminal bus Cepu) dinamakan Taman Arya Jipang. Tidak berhenti sampai di situ, taman di tengah kota juga diberi nama Taman Patih Mentaun, seorang patih legendaris yang sangat setia kepada Arya Penangsang.

Belajar dari sejarah itulah, maka PSN menilai bahwa para pendidik harus memberikan edukasi kepada siswanya agar tidak merasa paling benar tentang pengetahuan sejarah. Dalam mengajarkan sejarah kepada anak didik harus mengedepankan salah satu prinsip historical thingking skill yakni diakronis (hukum kausalitas, sebab akibat).

Arya penangsang belum tentu salah dan dianggap sebagai kaum pemberontak jika dilihat dari penegakan kebenaran dan hak bagi dirinya. Dengan demikian sejarah hendaknya jangan dijadikan hanya sebagai alat legitimasi penguasa tertentu, tetapi dijadikan pelajaran yang berharga agar hidup ini tidak mengulang kesalahan yang sama seperti dilakukan oleh para pendahulu. (*)