Sengketa Jual Beli Tanah, Kuasa Hukum Bacakan Pledoi Aneh Tapi Nyata

Sengketa Jual Beli Tanah, Kuasa Hukum Bacakan Pledoi Aneh Tapi Nyata

KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA -- Sidang sengketa jual beli tanah dan bangunan antara pasutri Agus Artadi dan Yenni Indarto dengan pembeli Gemawan Wahyadhiamika berlanjut. Pada pembacaan pembelaan, Kamis (19/11/2020), di Ruang Sidang Sari Pengadilan Negeri Yogyakarta, tim kuasa hukum terdakwa membacakan pembelaan dengan mengemukakan bukti serta beberapa kejanggalan.

Dalam nota pembelaan (pledoi) berjudul Aneh Tapi Nyata tersebut, ketua tim kuasa hukum terdakwa, Oncan Poerba SH,  mengungkapkan sejumlah keanehan yang disebutkan penggugat di persidangan. Jual Beli tanah dan bangunan di Jalan Magelang No 14, disepakati harga Rp 6,5 miliar, namun ternyata dituangkan pada Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) dan Akta Jual Beli (AJB) sebesar Rp 3 miliar.

Kan aneh, pembelian belum lunas, namun sertifikatnya sudah dibalik nama ke atas nama pembeli. Kesepakatan harga jual beli baru dibayar sebesar Rp 3 miliar, setelah dibalik nama dijaminkan lagi oleh pembeli (Gemawan & Yulia) ke Bank BPD DIY sebesar Rp 2 miliar," terang Oncan kepada wartawan usai persidangan Rabu, (19/11/2020) di Pengadilan Negeri Yogyakarta.

Dengan demikian, pembeli masih kurang bayar sebesar Rp 1,5 miliar, sehingga penjual (para terdakwa) tidak mau mengosongkan tanah dan bangunan tersebut. “Penjual juga lebih dulu menagih kekurangan bayar kepada pembeli sejak tahun 2018, namun dibalas dengan surat somasi untuk pengosongan,” kata dia.

Oncan Poerba menambahkan, keanehan lainnya adalah Jaksa Penuntut Umum mendakwa kedua kliennya dengan pasal 167 KUH Pidana, yaitu memasuki pekarangan orang lain tanpa izin.

“Ini juga aneh, karena kedua klien kami selaku penjual tanah beserta bangunan yang ada di atasnya, belum pernah meninggalkan atau pindah dari rumah tersebut. Sementara Gemawan dan isterinya Yulia, sama sekali belum pernah memasuki rumah tersebut. Tapi nyatanya, klien saya didakwa memasuki pekarangan orang lain tanpa izin,” katanya.

Selain itu, lanjut dia, beberapa barang bukti yang disebut pun terindikasi palsu. “Faktanya terungkap di persidangan. Hal ini sudah menjadi laporan pidana dan masuk tahap penyidikan di Polda DIY,” kata Oncan.

Pasal 167 KUHP yang didakwakan dan dituntut Jaksa Penuntut Umum, dari fakta hukum  di persidangan, tidak terbukti dan tidak terpenuhi. Karena Pasal 167 KUHP ditujukan untuk melindungi pihak yang secara nyata-nyata sedang menempati obyek bangunan dari gangguan orang lain (dari pihak luar), jadi bukan tentang sengketa hak kepemilikan, hak penguasaan, ataupun sengketa pengosongan rumah antara penjual dan pembeli.

Willyam H Saragih SH selaku anggota tim kuasa hukum menambahkan, hubungan jual beli dengan tidak mengosongkan obyek tanah dan bangunan adalah menyangkut hukum keperdataan, bukan hukum pidana.

“Pihak terdakwa justru merupakan korban dari perbuatan pembeli, sehingga tidak semestinya menjadi pihak yang dikorbankan dengan dijadikan sebagai terdakwa,” tegasnya.

Majelis kemudian menunda persidangan hingga minggu depan untuk memberi kesempatan kepada Jaksa Penuntut Umum Edi Budianto SH menyusun replik. (*)