Setengah Abad Mati Suri GPM Bertemu PWNU

Setengah Abad Mati Suri GPM Bertemu PWNU

KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA -- Sempat mati suri selama setengah abad, Gerakan Pemuda Marhaenis (GPM) sejak 2019 kembali aktif. Gereget organisasi massa (ormas) ini mulai berdenyut di DIY. Bahkan, Dewan Pimpinan Daerah (DPD) GPM DIY memulai langkah strategis beranjangsana ke Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) DIY, Rabu (7/10/2020).

Selama 1,5 jam pertemuan dua ormas ini berlangsung akrab. Tampak hadir bersama rombongan DPD GPM, Riyanto Kuncoro selaku ketua didampingi sejumlah pengurus termasuk Antonius Foki Ardiyanto, Dewan Penasehat Danur serta jajaran pengurus muda. Mereka diterima Pelaksana Ketua PWNU DIY H Fahmi Akbar, KH Chasan Abdullah, Mukhtar Salim serta Suharto Juwaeni.

Sejumlah topik dibahas. Mulai dari isu seputar perpolitikan nasional hingga gambaran kemungkinan kerja sama program ke depan.

“Kami ingin memulai hal yang baik. Sebagaimana yang dulu dilakukan Bung Karno dengan KH Hasyim Ashari. Saling bersinergi, bahu membahu membangun bangsa terutama menjaga keutuhan NKRI serta menjaga Pancasila,” kata Kuncoro, menjelaskan maksud kunjungan ke PWNU DIY.

Mantan anggota DPRD Sleman ini mengatakan, hubungan baik dan sinergi di antara elemen bangsa menjadi fondasi kuat kehidupan berbangsa. Indonesia sebagai negara besar terdiri dari berbagai suku, agama, ras dan golongan.

“Ada banyak perbedaan. Tapi bagaimana kita mencari dan memperkuat kesamaan itu menjadi penting. Dengan begitu, perbedaan tidak lagi menjadi masalah tapi justru kekuatan. Kesamaannya, tentu semangat menjaga keutuhan NKRI, menjaga Pancasila serta sebesar-besarnya berbuat untuk kesejahteraan rakyat dan kemaslahatan umat,” katanya.

Fahmi Akbar menyambut baik lahirnya kembali GPM. Sebagai organisasi massa, banyak kesamaan antara NU dengan GPM.

Keduanya, kata Fahmi, sama-sama organisasi berbasis massa, bukan berbasis modal, kapital, teknologi maupun kekuasaan. NU dan GPM sama-sama memiliki perhatian dan kepedulian besar terhadap masyarakat menengah ke bawah yang menjadi basis terbesar keduanya.

“GPM punya potensi besar berkembang. Tidak ada sekat keagamaan. Jadi mestinya akan lebih cepat berkembang,” katanya.

Menurut Fahmi, NU sebagai ormas selama ini selalu berdiri di atas semua golongan. NU tidak ke mana-mana tapi ada di mana-mana. Dengan kelembagaan yang komplet, NU terus mencoba menjadikan dirinya sebagai organisasi yang membantu pemerintah mewujudkan cita-cita sebagai bangsa yang mampu menyejahterakan rakyat.

“Mencintai negara itu sebagian dari iman. Hizbul wathan minal iman. Bagi kami NKRI harga mati. Itu dari dulu,” lanjutnya.

Sebagai sesama ormas yang memiliki pandangan sama, NU siap membuka diri dengan pihak manapun, termasuk GPM. Dirinya mengaku optimistis ke depan banyak hal bisa disinergikan untuk membantu pemerintah mewujudkan kehidupan berbangsa yang aman tenteram dan rakyat yang sejahtera adil dan makmur.

“Bagaimana kita sama-sama memelihara rumah besar kita yakni bangsa ini untuk kepentingan bersama,” tandasnya. (*)