Sistem Resi Gudang Antisipasi Krisis Pangan di Indonesia

Sistem Resi Gudang Antisipasi Krisis Pangan di Indonesia

KORANBERNAS.ID,YOGYAKARTA -- Sekretariat Jenderal Dewan Ketahanan Nasional (Wantannas) RI, Laksamana Madya TNI Harjo Susmoro, menyatakan Indonesia masih harus menyelesaikan tantangan-tantangan yang berat. Hal ini disebabkan perekonomian dunia belum sepenuhnya bangkit pascapandemi ataupun perang Ukraina-Rusia.

Persoalan itu berdampak pada terjadinya krisis pangan, energi dan keuangan. Bahkan saat ini terdapat 107 negara terdampak krisis, sebagian di antaranya diperkirakan akan jatuh bangkrut. Diperkirakan 553 juta jiwa terancam kemiskinan ekstrem, dan 345 juta jiwa terancam kekurangan pangan atau kelaparan.

"Ujian ini tidak mudah bagi dunia dan juga tidak mudah bagi Indonesia. Semua ini harus kita hadapi dengan kehati-hatian, dengan kewaspadaan," papar Harjo usai bertemu Gubernur DIY Sri Sulan Hamengku Buwono X di Kantor Gubernur DIY, Rabu (24/8/2022).

Di tengah tantangan yang berat, menurut Harjo, Indonesia termasuk negara yang mampu menghadapi krisis global. Hal ini dibuktikan dengan diperolehnya penghargaan dari International Rice Research Institute, karena dinilai mampu mencapai sistem ketahanan pangan dan swasembada beras sejak tahun 2019.

Salah satu upaya yang sudah dilakukan pemerintah dalam mencapai sistem ketahanan pangan dan swasembada beras adalah mengimplementasikan Sistem Resi Gudang.

Hal tersebut diatur di dalam Undang-undang Nomor 9 Tahun 2006 Sistem Resi Gudang dan mengalami perubahan pada tahun 2011 dengan UU No 9 Tahun 2011. UU Sistem Resi Gudang (SRG) ini adalah menjaga ketahanan pangan pada masa krisis pangan saat ini dan meningkatkan taraf hidup petani serta nelayan.

"Selain itu, bermuara pada peningkatan daya saing komoditas yang dapat membantu mempercepat pemulihan ekonomi nasional," paparnya.

Tak hanya beras, lanjut Harjo, pelaksanaan SRG telah mencakup 20 komoditas perkebunan, perikanan, kelautan serta pertambangan.

Tidak tertutup kemungkinan nantinya jenis-jenis komoditi yang dapat disimpan dengan skema SRG akan bertambah. Sebab Indonesia termasuk negara yang berhasil mengendalikan inflasi pada kisaran 4,9 persen.

Angka ini jauh di bawah rata-rata inflasi ASEAN yang sekitar 7 persen dan jauh di bawah inflasi negara-negara maju sekitar 9 persen. Bahkan, sampai pertengahan tahun 2022 ini, APBN surplus Rp 106 triliun.

Pemerintah mampu memberikan subsidi BBM, subsidi LPG, dan subsidi listrik sebesar Rp 502 triliun tahun 2022 ini, agar harga BBM di masyarakat tidak melambung tinggi. Selain itu, ekonomi berhasil tumbuh positif 5,44 persen pada kuartal II tahun 2022.

Neraca perdagangan juga surplus selama 27 bulan berturut-turut dan pada semester I tahun 2022 surplusnya sekitar Rp 364 triliun. Capaian tersebut patut disyukuri. Fundamental ekonomi Indonesia tetap sangat baik di tengah ekonomi dunia yang sedang bergolak.

"Pada satu sisi, kita memang harus tetap waspada dan harus tetap hati-hati. Namun sisi lain, agenda-agenda besar bangsa harus terus kita lanjutkan untuk meraih indonesia maju," tandasnya.

Sultan mengungkapkan, soal ketahanan pangan, DIY selalu mengeluarkan kebijakan pangan yang bukan sekedar bertujuan untuk bertahan, tapi mencapai kedaulatan pangan. Kebijakan-kebijakan tersebut dikeluarkan dengan harapan dan target DIY harus bisa mencukupi kebutuhan pangannya sendiri.

"Untuk menjaga suplai bahan pangan, kami juga menjaga luasan lahan pertanian. Kami punya program mempertahankan minimal 35.000 hektar lahan pangan selain padi di DIY," jelasnya. (*)